Kamis, 29 September 2016

PENGERTIAN QISHASH

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Qishash adalah balasan terhadap pelaku sesuai dengan perbuatannya. Perbuatan yang dilakukan pelaku adalah menghilangkan nyawa orang lain (membunuh) dalam unsur kesengajaan, maka hukuman yang setimpal bagi pelaku tersebut yaitu hukuman qishash (mati).
            Pembunuhan sengaja dalam syariat islam di ancam dengan beberapa macam hukuman, yang merupakan hukuman pokok dan pengganti, dan juga sebagai hukuman tambahan. Dalam hukuman pokoknya terdapat hukum qishash dan kifarat, sedangkan penggantinya diyat dan takzir.
            Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadinya tindak pidana (pembunuhan atau penganiyaan) dan diberikan kepada korban atau wali (keluarganya).

B.  Rumusan Masalah
  1.      Apa pengertian Qishash?Apa saja Syarat-syarat qishash?
  2.  Apa macam-macam kejahatan yang mengakibatkan hukum qishash?
  3.   Apa hal-hal yang menggugurkan hukum qishash?
  4. Apa pengertian diyat?
  5.  Apa saja kadar diyat?
  6.  Apa macam-macam diyat?
C.  Tujuan Penulisan
  1.  Untuk mengetahui pengertian Qishash
  2.  Untuk mengetahui syarat-syarat qishash
  3. Untuk mengetahui macam-macam kejahatan yang mengakibatkan hukum qishash
  4.  Untuk mengetahui hal-hal yang menggugurkan hukum qishash
  5.  Untuk mengetahui pengertian diyat
  6. Untuk mengetahui saja kadar diyat
  7. Untuk mengetahui macam-macam diyat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengrtian Qishash
            Qishash secara bahasa berarti sama rata, sepadan. Kata ini di ambil dari kata qhash yang artinya ‘pemotongan’. Atau dari kata iqtishas al-atsar (mengikuti jejak).[1]
            Qhisash dalam arti bahasa juga adalah  تتبع ا لا ثر, artinya menelusuri jejak, pengertian tersebut digunakan untuk arti hukuman, karena orang yang berhak atas qishash mengikuti dan menelusuri jejak tindak pidana dari pelaku. Qhisash diartikan juga:  ا لمما ثلة, yaitu keseimbangan dan kesepadanan.
            Menurut istilah syara’, qhisash ialah مجا ز ا ة ا لجا نى بمثل فعله yang artinya memberikan balasan padaku, sesuai dengan perbuatannya.
            Ibrahim Unais memberikan definisi qhisash sebagai berikut:
القصا ص هو ا ن يو قع على ا لجا نى مثل ما جنى  Qhisash adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku persis seperti apa yang dilakukannya.
Karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa orang lain (membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah hukman mati.[2]
            Qishash adalah hukuman pokok bagi perbuatan pidana dengan objek (sasaran) jiwa atau anggota badan yang dilakukan dengan sengaja, seperti membunuh, melukai, menghilangkan anggota badan dengan sengaja.[3]
Rukun qishash dalam kasus pembunuhan ada tiga yaitu:
  1. danya tindakan pembunuhan dengan sengaja.
  2. Korban pembunuhan.
  3.  Pelaku pembunuhan.[4]

B.  Syarat-syarat Qishash
            Hukuman qishash tidak dapat dilaksanakan apabila syarat-syaratnya tidak terpenuhi. Syarat-syaratnya ialah sebagai berikut:
     1)      Pelaku pembunuhan harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal. Hukum qishash tidak dikenakan terhadap anak kecil, orang gila, dan orang yang perkembangan akalnya terganggu (idiot), karena mereka bukan orang-orang yang terkenai taklif syar’i, dan mereka tidak mempunyai tujuan yang benar atau kenginan yang bebas, maka mereka tidak layak dikenai hukuman. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud .
عَنْ عَا ئِشَةَ رَ ضِيَ ا للهُ عَنْهَا انّ رَ سُوْ لُ ا للهِ ص م قا ل: رَ فِعَ ا لْقَلَمُ عَنْ ثَلَا ثَةْ: عَنِ ا لنَّا ئِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظِ وَ عَنِ الْمُبْتَلَى حَتَّى يَبْرَ أَ وَ عَنِ الصَّبِي حَتىَّ يَكْبَرَ
Artinya: Dari Aisyah ra,ia berkata: telah bersabda Rasulullah Saw: “Dihapuskan ketentuan hukum dari tiga hal: dari orang yang tidur sampai ia bangun, dari orang yang gila sampai ia sembuh, dari anak kecil hingga ia dewasa”[5]
            Apabila ada orang gila kumat-kumatan, kemudian ketika ia sedang dalam keadaan normal membunuh, maka ia dikenai hukum qishash. Adapun orang yang mabuk karena minum-minuman keras, lalu ia membunuh dan dilakukan dengan sengaja, menurut fuqaha madzhab yang empat harus dilakukan dengan hukuman qishash.[6]
      2)      Korban harus orang yang ma’shum ad-dam, artinya orang yang terbunuh (korban) adalah orang yang dijamin keselamatannya oleh negara islam (orang yang terlindungi darahnya). Apabila yang dibunuh (korban) kehilangan jaminan keselamatannya, misalnya ia murtad, pezina muhshon, dan pemberontak maka pembunuh bebas dari hukuman qishash. Sebab korban adalah orang yang tersia-sia darahnya.[7]
            Imam bukhori muslim meriwayatkan dari ibnu Mas’ud ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ, اشهد ان لا اله الا الله و انى رسو ل الله الَّا بِاِحْدَى ثَلاَ ثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَا عَةِ (رواه البخارى ومسلم)
            “Tidak halal darah muslim yang telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku adalah Rasul Allah kecuali karena tiga hal: duda yang berzina, pembunuh diluar hak, dan orang yang murtad”.[8]
       3)      Pelaku dalam kondisi bebas memilih.
            Syarat ini dikemukakan oleh kelompok Hanafiyah, kecuali Imam Zufar. Kalangan madzhab Hanafiyah menetapkan bahwa seandainya seseorang dipaksa membunuh atau merusak harta benda orang muslim, sehingga ia terpaksa membunuh, maka ia berdosa karena telah membunuhnya dan hukuman qishash jatuh pada tangan yang memerintahkan. Berbeda dengan pendapat jumhur ulama terutama Imam Syafi’i bahwa orang yang diperintah tadi mendapatkan hukum qishash bukan orang yang memerintah.[9]
   4)      Korban bukan bagian dari pelaku, artinya keduanya tidak ada hubungan nasab, seperti halnya orang tua dan anaknya. Dengan demikian, apabila seorang ayah atau ibu, kakek atau nenek, membunuh anak atau cucunya tidak dapat dihukumi qishash, pendapat ini dikemukakan oleh Jumhur Ulama. Akan tetapi menurut Imam malik ayah atau kakek dapat dihukumi qishash apabila ia sengaja menidurkan anaknya lalu disembelihnya. Dasar hukum dari pendapat jumhur ulama tersebut adalah hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah, dan Baihaqi dari Umar bin Khattab, bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda:
لاَ يُقَا دُ الْوَا لِدُ بِا لْوَلِدِ
"Tidaklah diqishash orang tua karena membunuh anaknya”.[10]
            Berbeda dengan anak yang membunuh salah satu orang tuanya, maka secara konsensus ia wajib dihukumi mati, sebab orang tua adalah penyebab dari anaknya. Oleh karena itu anak tidak boleh merenggut nyawa orang tuanya.
  5)      Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja. Yaitu dengan perbuatannya tersebut pelaku bermaksud untuk menghilangkan nyawa korban. Apabila pelaku tidak berniat menghilangkan nyawa korban maka ia tidak dihukumi qishash. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah dan Ishak ibn Rahuwaih didalam musnadnya Ibn Abbas ra, dengan lafadz
الْعَمْدُ قَوَ دُ اِلاَّ انْ يَعْفُوَ وَ لِي المَقْتُوْلِ
Pembunuh sengaja harus diqishash, kecuali apabila wali korban memberi pengampunan”.

Dalam QS. An-Nisa’:93 juga dijelaskan:
و يقتل مؤ منا متعمدا فجزاءه جهنم خا لد فيها, وغضب الله عليه ولعنه واعدّ لهُ عذا باً عضيمًا
Barang siapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, ia kekal didalamnya. Allah murka pada orang itu, melaknatinya, dan menyediakan untuknya siksa yang berat”.[11]
            Syarat ini dikemukakan oleh Jumhur ulama, dengan alasan hadits di atas.
     6)      Jumhur ulama selain Hanafiyah mensyaratkan, hendaknya korban seimbang dengan pelaku.[12] Kesamaan derajat ini terletak pada bidang agama dan kemerdekaan. Orang islam yang membunuh orang kafir atau orang merdeka membunuh hamba sahaya tidak dijatuhkan hukum qishas. Sebab dalam hal ini tidak ada kesamaan derajat antara pembunuh dan yang dibunuh. Lain halnya jika orang kafir membunuh orang islam atau hamba sahaya membnuh orang merdeka maka ia dihukumi qishash. Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ali ra, menyebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
ان النبي ص م قضى ان لا يقتل مسلم بِكَافِرٍ
Sesungguhnya Nabi Saw, telah memutuskan bahwa seorang muslim tidak dihukumi qishash karena membunuh orang kafir”.[13]
            Selain hadits di atas, jumhur ulama juga beralasan deng hadits yang diriwayatkan oleh Daruquthni dan Baihaqi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
لاَ يُقْتَلْ حُرّ بِعَبْدِ هِ
Seorang yang merdeka tidak dihukumi Qishash karena membunuh hambanya”.[14]

Selain penjelasan di atas  dasar hukum Qishash terdiri dari beberpa firman Allah dan hadits Nabi, yaitu;
Firman Allah SWT, Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 178-179, sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى, الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى, فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ, فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ (178) وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (179)
Artinya: “Wahai orang orang yang beriman diwajibkan atas kamu melakukan qishash berkenaan orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barang siapa yang mendapatkan maaf dari keluarganya (saudaranya), hendaklah ia mengikuti dengan baik dan membayar diyat (tebusan) kepadanya dengan baik pula. Yang demikian itu keringat dan rahmat dari Tuhan_Mu. Barang siapa yang melampaui batas setelah itu akan mendapatkan azab yang sangat pedih”.(178) “Dan didalam qishash itu ada jaminan kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertaqwa”(179).[15]

Dalam surat  Al-Isra’, ayat 33, yaitu:
و لا تقتلو االنفس التى حرم الله الا بالحق, ومن قتل مظلوما فقد جعلنا لوليه سلطا نا فلا يسرف فى القتل....
Artinya: “janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, kecuali karena hak, barang siapa yang dibunuh secara aniyaya, maka Allah menjadikan kekuasaan bagi walinya. Oleh karena itu, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam pembunuhan”. (Al-Isra’:33)

Dalam Q.S. Al-Maidah: 45
و كتبنا عليهم فيها ان النفس بالنفس والعين بالعين و الانف بالانف والاذ ن بالا ذ ن والسن بالسن والجروح قصا ص
Artinya: “kami telah mewajibkan atas mereka bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan bahwa dibalas dengan qishash”.

Dalam hadits dikatakan, yaitu:
من اعتبط مؤ منا بقتل فهو قوا د الا ان ير ضى ولى المقتول.
Artinya: “Barang siapa membunuh orang mukmuin, baka baginya hukum qishash, kecuali apabila wali meridhoi”.

من قتل له قتيل فا هله بين خير تين ان احبوا القواد اى القصاص وان احبوا فالعقل اى اد ية
Artinya: “Apabila seseorang dibunuh, walinya mempunyai dua pilihan, apabila dia mau dengan hukum qishash, maka dia dapat diambil hukum qishash, dan apabila ia tidak mau, dia dapat mengambil diyat[16]

C.  Macam-Macam Kejahatan yang Mengakibatkan Hukum Qishash
  1. Pembunuhan dengan benda tajam
  2. Melemparkan korban ketempat berbahaya

a.       Melemparkan korban dari tempat yang tinggi
b.      Melempar ketempat binatang buas
c.       Melempar korban kedalam air atau api
             4.   Pembunuhan dengan media sihir
             5. Pembunuhan dengan memberi racun
             6. Pembunuhan dengan melukai korban
              7. Menyekap korban disuatu tempat
              8. Pemaksaan untuk membunuh.[17]

D.  Hal-hal yang menggugurkan hukum qishash
            Hukuman qishash dapat gugur karena adanya sebab, antara lain sebagai berikut:
     a.       Hilangnya objek qishash
            Objek qishash adalah tindak pidana pembunuhan adalah jiwa (nyawa) pelaku (pembunuh). Apabila objek qishash tidak ada, karena pelaku meninggal dunia dengan sendirinya hukuman qishash menjadi gugur. Dalam hal ini apakah setelah meninggalnya pelaku, ia masih dibebani kewajiban membayar diyat?
            Menurut Hanafiyah dan Malikiyah, sebagai mana dikutib dari bukunya wahbah Zuhaili, apabila qishash gugur karena pelaku meninggal dunia, ia tidak diwajibkan untuk membayar diyat, alasannya adalah karena qishash merupakan fardu ain. Apabila pelaku meninggal kewajiban pelaku menjadi gugur, dan wali (keluarga) korban tidak berhak untuk mengambil diyat keculi dengan persetujuan pelaku.
            Menurut Hanabilah, apabila qishash gugur karena meninggalny pelaku, wali masih  bisa memilih diyat. Alasannya kewajiban yang dibebankan karena pembunuhan sengaaja adalah salah satu dari dua perkara, yaitu qishash dan diyat. Apabila wali (korban) memilih diyat maka diyat tersebut wajib dibayar meskipun pelaku tidak menyetujuinya. Menurut Imam Syafi’i, walaupun pendapat yang rajih mengakui qishash sebagai fardu ain, sebagiman pendapat Hanafiyah dan Malikiyah, namun Imam Syafi’i berpendapat bahwa diyat merupakan pengganti qishash, apabila hukum qishash itu gugur karena pengampunan atau sebab lain, sperti meeninggalnya pelaku. Dengan demikian, korban atau keluarganya tetap berhak mengambil diyat, tanpa menunggu persetujuan pelaku.
     b.      Pengampunan
Penganmpunan terhadap qishash dibolehkan menurut kesepakatan para fuqaha, bahkan lebih utama dari pelaksnaannya. Hal ini didasarkan kepada fiman Allah dalam surat Al-Baqarah: 178, yaitu:
فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ
Dalam surat Al-Maidah: 45, tentang pelukaan disebutkan:
فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّا رَةٌ لَهُ
Barang siapa yang melepaskan hak qishashnya, maka melepaskan itu menjadi penebus dosa baginya
c.       Shulh (perdamaian)
            Shulh dalam arti bahasa adalah قطع المنا ز عة yang artinya memutuskan atau perselisihani, dalam istilah syara’ seperti yang dikemukakan oleh syyid sabiq shulh adalah:  
عقد ينهى الخصو مة بين المتخا صمين suatu akad perjanjian yang menyelesaikan persengketaan antara dua orang yang bersengketa.
            Apabila pengetian tersebut dikaitkan dengan qishash, shulh berarti perjanjian atau perdamaian antara pihak wali korban dengan pihak pembunuh untuk membebaskan hukuman qishash dengan imbalan.
Para ulama telah sepakat dengan tentang dibolehkannya shulh, sehingga dengan demikian qishash menjadi gugur. Shulh (perdamaian) dalam qishash ini boleh meminta imbalan yang lebih besar dari pada diyat, sama dengan diyat, atau lebih kecil dari pada diyat. Boleh juga dengan cara tunai atau angsuran, dengan jenis diyat atau selain diyat, dengan syarat disetujui (diterima) oleh pelaku.
d.      Diwariskannya hak qishash
Hukuma qishash dapat gugur apabila wali korban menjadi pewaris hak qishash. Contohnya, seperti orang yang divonis qishash, kemudian pelaku meninggal, dan pembunuh mewarisi qishash tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian.[18]

            Hikmah qishash ialah supaya terpelihara jiwa dari gangguan pembunuh. Apabila sesorang mengetahui bahwa dirinya akan dibunuh juga. Karena akibat perbuatan membunuh orang, tentu ia takut membunuh orang lain. Dengan demikian terpeliharalah jiwa dari terbunuh. Terpeliharalah manusia dari bunuh-membunuh.

E.   Pengertian Diyat
            Diyat sebagimana dikemukakan oleh Sayyid Sabiq adalah, sebagai berikut;
الدِّيَةُ هِيَ الْمَالُ الَّذِى يَجِبُ بِسَبَبٍ الْجِناَ يَةِ, وَ تُؤَدَّى اِلَى الْمَجْنِيِّ عَلَيْهِ اَوْ وَ لِيِّهِ
Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadinya tindak pidana (pembunuhan atau penganiyaan) dan diberikan kepada korban atau walinya”.
Diyat adalah harta benda benda yang wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang diberikan kepada korban kejahatan atau kepada walinya.
Dari definisi di atas jelas bahwa diyat merupakan hukuman yang brersifat harta, yang diserahkan pada korban apabila ia masih hidup, atau diserahkan pada wali (keluarganya) apabila ia telah meninggal, bukan diberikan pada pemerintah.

Dasar hukum diyat dijelaskan dalam Q.S. An-Nisa’:92, yaitu:
وَمَاكَانَ لِمُؤْ مِنٍ اَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا الاَّ خَطَئًا, وَمَنْ قَتَلَ مُؤْ مِنًا خَطَئًا فَتَحْرِيْرَ رَقَبَةٍ مُؤْ مِنَةٍ وَ دِ يَةٌ مُّسَلَّمَةٌ اِلَى اَهْلِهِ اِلَّا اَنْ يَّصَّدَّ قُوْا....
Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin, membunuh mukmin lainnya, kecuali karena slah (tdak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena salah, hendaklah mereka memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah........


F.   Kadar Diyat
            Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan jenis diyat. Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i dalam Qaul Qadim, diyat dapat dibayar dengan salah satu dari tiga jenis, yaitu unta, emas, atau perak. Alasannya adalah, sebagai berikut:
   1)      Hadits yang driwayatkan oleh Amr bin Hazm dari kakeknya, bahwa Rasulullah Saw. Menulis surat kepada penduduk Yaman. Di antara suratnya, ialah, yang artinya:
sesungguhnya barang siapa yang membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang sah dan ada saksi, ia harus di qishash kecuali apabila keluarga korban merelakan (memaafkan), dan sesungguhnya dalam menghilangkan nyawa harus membayar diyat, berupa seratus ekor unta”.
   2)      Dalam lanjutan hadits Amr Ibn Hazm tersebut di atas yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i Rasulullah, menyatakan:
.....وَعَلَى اَ هْلِ الذَّ هَبِ اَلْفُ دِيْنَا رٍ. . . . .
Dan untuk keluarga yang mempunyai emas, diyatnya adalah seribu dinar
    3)      Pendapat Sayidina Umar dalam hadits (atsar) yang diriwayatkan oleh Baihaqi melalui Imam Syafi’i. Sayidina Umar menetapkan untuk pendudukyang memiliki emas, diyatnya adalah seribu dinar, dan untuk perak diyatnya adalah sepulu ribu dirham.
            Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad ibn Hasan, dan Imam Ahmad ibn Hanbal, jenis diyat itu ada enam macam, yaitu: Unta, emas, perak, sapi, kambing atau pakaian.[19]

G. Macam-Macam Diyat
            Macam-macam diyat Ada dua, yaitu:
      a.       Diyat Mughalladhah, berlaku pada pembunuhan secara sengaja. Bilamana para wali korban memberi maaf, Imam Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa dalam kondisi demikian diyatnya wajib diberatkan. Jumlah diyatnya yang berat adalah sebanyak seratus ekor, empat puluh ekor di antara sedang mengandung tua.[20]
      b.      Diyat Mukhaffafah adalah diyat yang diperinganan. Keringanan tersebut dapat dilihat dalam tiga aspek:
Ø  Kewajiban pembayaraan dibebankan kepada ‘aqilah (keluarga).
Ø  Pembayaran diyat dapat di angsur selama tiga tahun
Ø  Kadar diyat dibagi dalam lima kelompok:
·         20 ekor unta betina umur 1-2 tahun
·         20 ekor unta jantan umur 1-2 tahun
·         20 ekor unta betina umur 2-3 tahun
·         20 ekor unta umur 3-4 tahun
·         20 ekor unta umur 4-5 tahun.[21]

Adapun Hikmah Diyat, antara lain :
1.      Dapat mencegah kejahatan terhadap jiwa raga manusia.
2.      Diyat menjadi obat duka lara korban ataupun keluarga korban, sekaligus menghilangkan dendam antara korban atau keluarga korban dengan pelaku kejahatan.
3.      Timbulnya ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat.
4.      Memberi kesempatan pembunuh untuk bertobat dan lebih berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan.
5.      Mendidik jiwa pemaaf, baik bagi keluarga korban maupun pelaksana diyat.



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
            Menurut istilah syara’, qhisash ialah مجا ز ا ة ا لجا نى بمثل فعله yang artinya memberikan balasan padaku, sesuai dengan perbuatannya.
Ibrahim Unais juga memberikan definisi qhisash sebagai berikut: القصا ص هو ا ن يو قع على ا لجا نى مثل ما جنى  Qhisash adalah menjatuhkan hukuman kepada pelaku persis seperti apa yang dilakukannya.
Hukuman qishash dapat dilaksanakan apabila syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu;1
  1. Pelaku pembunuhan harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal
  2.  Korban harus orang yang yang dilindungi keselamatannya
  3. Pelaku dalam kondisi bebas memilih
  4.  Korban bukan bagian dari pelaku
  5. Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja
  6.  Jumhur ulama selain Hanafiyah mensyaratkan, hendaknya korban seimbang dengan pelaku.
Hal-hal yang dapat mengggurkan hukum qishash, karena:
   Ø  Hilangnya objek qishash.
    Ø  Pengampunan
    Ø  Perdamaian
            Firman Allah dalam QS. An-Nisa’: 92, yang artinya sebagai berikut:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin, membunuh mukmin lainnya, kecuali karena slah (tdak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena salah, hendaklah mereka memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya, kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)bersedekah”.
            Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadinya tindak pidana (pembunuhan atau penganiyaan) dan diberikan kepada korban atau walinya
Macam-macam diyat ada dua, yaitu:
1.      Diyat mughalladhah
2.      Diyat mutaghassithoh



[1] . Prof. Wahbah Zuhaili, AL-Fiqhu Asy-Syafi’I Al-Muyassar, (Jakarta Timur: Almahira, 2008 ), Hlm: 155
[2] . Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 148-149
[3] . Drs. H. Rahmat Hakim, M.Ag, Hukum Pidana Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 125
[4] . Wahbah Zuhaili, AL-Fiqhu Asy-Syafi’I, Hlm:155
[5] . Wandi Muslich, Hukum Pidana, Hlm:152
[6] . Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Jilid 3), (Jakarta: Daarul Fath, 2006), Hlm: 421
[7] . Wandi Muslich, Hukum Pidana, Hlm:153
[8] . Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Jilid 3), Hlm: 421
[9] . Ibid, Hlm:422-423
[10] . Wandi Muslich, Hukum Pidana, Hlm: 153
[11] . Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al Husaini, Kifayatul Akhyar  jilid 3, (Surabya: Bina Ilmu, 1997),Hlm: 4
[12] . Wandi Muslich, Hukum Pidana, Hlm: 154
[13] . Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Jilid 3), Hlm: 424-425
[14] . Wandi Muslich, Hukum Pidana, Hlm: 154
[15] . Syamil Al-Qur’an Al -Karim, Terjemah Perkata-kata (Type Hijaz), Al-Baqarah 2: Hlm: 27
[16] . Rahmat Hakim, Hukum Pidana, Hlm: 128-129
[17] . Wahbah Zuhaili, AL-Fiqhu Asy-Syafi’I, Hlm: 158-166
[18] . Wandi Muslich, Hukum Pidana, Hlm: 160-164
[19] . Wandi Muslich, Hukum Pidana, Hlm: 167-168
[20] . Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Jilid 3), Hlm: 454
[21] . Wandi Muslich, Hukum Pidana, Hlm: 171

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMUGA BERMAMFAAT