Rabu, 28 September 2016

KAJIAN PUSTAKA PENELITIAN



BAB II
   KAJIAN PUSTAKA

A.    Kajian Teori
1.      Kajian Teori Tentang Manajemen
a.      Pengertian Manajemen
Manajemen adalah suatu istilah yang sulit didefinisikan, dan pekerjaan manajer sulit untuk diidentifikasikan secara tepat. Manajemen secara etimologi berasal dari bahasa inggris management. Awalnya berasal dari bahasa Itali “managiare” yang bersumber dari bahasa latin “mamis” yang berarti tangan. Manajemen atau managiare berarti memimpin, membimbing dan mengatur. Dalam bahasa Italia managiare berarti melatih kuda dalam menindak-nindakkan langkah-langkah kakinya. Dalam bahasa Indonesia, istilah manajemen sering diterjemahkan dengan kepemimpinan, ketatalaksanaan, pembinaan, penguasaan dan pengurusan.[1]
Menurut Sondang Siagian yang dikutib dalam bukunya Imron Fauzi manajemen dapat diartikan sebagai:
“Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Istilah manajemen telah diartikan oleh berbagai pihak dengan perspektif yang berbeda, misalnya pengelolaan, pembinaan, pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan, pemimpin, ketatapengurusan, adminitrasi dan sebagainya”.[2]

Dijelaskan juga oleh Rohiat bahwa, “manajemen berarti mengelola. Pengelolaan dilakukan melalui proses dan dikelola berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi manajemen itu sendiri. Manajemen adalah melakukan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah/organisasi yang diantaranya adalah manusia, uang, metode, material, mesin, dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam suat proses”.[3]

Manajemen adalah suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia lain serta sumber-sumber lainnya, dengan menggunakan metode yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
Dari penjelasan di atas penulis dapat memahami bahwasanya manajemen adalah suatu proses yang mengatur keseluruhan usaha manusia dengan bantuan usaha manusia yang lainnya serta sumber daya lainnya yang dimilki oleh sekolah baik berupa manusia, uang, metode, material, mesin, dan pemasaran atau dengan metode yang efekti dan efisien demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

b.      Fungsi Manajemen
Menurut R. Alec Mackendlie yan dikutib oleh Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pengembangan kurikulum bahwa dalam teori proses manajemen dalam tiga dimensi. Ada tiga unsur pokok yang berkenaan dengan pekerjaan manajer ialah gagasan (Idieas) atau hal (Thing) dan orang (People). Unsur tersebut direfleksikan dalam tugas-tugas:
a)    Berfikir konseptual, yakni seorang merumuskan gagasan dan kesempatan-kesempatan baru dalam organisasi (sekolah).
b)   Adminitrasi, yakni merinci proses manajemen
c)    Kepemimpinan, yaitu memotivasi orang-orang supaya melaksnakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi (sekolah).[4]

Fungsi manajemen sebagai suatu karakteristik dari pendidikan yang muncul dari kebutuhan untuk memberikan arah dan perkembangan baik secara kualitatif dan kuantitatif dalam proses sekolah. Kerumitan yang meningkat karena luas dan banyaknya program yang telah mendorong usaha untuk merinci dan mempraktikan prosedur adminitrasi dengan sistematis. Banyak perbedaan pendapat dalam fungsi manajemen diatanya yang dikemukakan oleh Koontz dan O’Donnell yang dikutib oleh Imron Fauzi dan fungsi ini juga sudah diaplikasikan oleh Rasulullah Saw dalam bidang pendidikan, yaitu[5]:
a.         Fungsi Planning (Perencanaan)
Planning (perencannaan) dapat diartikan sebagai hal, cara atau hasil kerja merencanakan (berniat melakukan sesuatu). Planning is the function of manager which in volves the selection from among alternatives of objective, polices prosedures and program. Yang artinya perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijaksanaan, prosedur dan program-program dari alternatif yang ada.[6]

Fungsi perencanaan untuk mengembangkan suatu rencana, seseorang harus mengacu ke masa depan (forecast) atau menentukan pengaruh pengeluaran biaya atau keuntungan, menetapkan perangkat tujuan atau hasil akhir; menyusun program yakni menetapkan prioritas dan urutan strategi, anggaran biaya atau alokasi sumber-sumber, menetapkan prosedur kerja dengan metode yang baru dan mengembangkan kebijakan-kebijakan berupa aturan dan ketentuan.[7]
b.        Fungsi Organizing (Pengorganisasian)
Organizing (Pengorganisasian) adalah mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan. Pengorganisasian adalah sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-orang (guru dan personel sekolah lainnya), serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk menunjang tugas-tugas orang itu dalam rangka mencapai tujuan sekolah.[8]
Fungsi pengorganisasian meliputi kegiatan-kegiatan membentuk atau mengadakan struktur organisasi baru untuk menghasilkan produk baru dan menetapkan garis hubungan kerja antar struktur baru, merumuskan komunikasi dan hubungan-hubungan, menciptakan deskripsi kedudukan dan menyusun kualifikasi tiap kedudukan yang menunjuk apakah rencana dapat dilaksanakan oleh organisasi yang ada atau diperlukan orang lain yang memilki keterampilan khusus.
c.         Fungsi Staffing (Pengembangan Staf)
Istilah staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan yang berupa personalia pada suatu organisasi dan pengembangannya sampai dengan usaha agar petugas memberi gaya guna maksimal kepada organisasi.[9]
Fungsi Staffing meliputi pengadaan staf atau kegiatan seleksi calon staf, memberikan orientasi kepada tenaga staf kearah pekerjaan dan tugas, dan pengembangan staf atau memberikan latihan-latihan keterampilan sesuai dengan tugas serta melakukan pembinaan ketenagaan.
d.        Fungsi Leading (Kepemimpinan)
Leading (Kepemimpinan) adalah seluruh aktivitas tindakan atau seni untuk mempengaruhi serta menggiatkan orang-orang dalam usaha bersama unruk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan. Berangkat dari pengertian ini maka orang memilki kemampuan mempengaruhi, membimbing, menggiatkan, mengoordinasi maka dikatakan sebagai pemimpin.[10]
Leading (Kepemimpinan) meliputi lima kegiatan, yaitu:
a)      Mengambil keputusan
b)      Mengadakan komunikasi agar ada bahasa yang sama antara manajer dan bawahan
c)      Memberi semangat inspirasi dan dorongan kepada bawahan supaya mereka bertindak
d)     Memilih orang-orang yang menjadi anggota kelompok
e)      Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[11]

e.         Fungsi Controling (Pengawasan)
Controling (Pengawasan) adalah salah satu fungsi manajeman yang berupa mengadakan penilaian dan sekaligus bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang sedang dilakukan bawahan dapat diarahkan kejalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan.[12]
Pengawasan merupakan usaha untuk mengetahui sejauh mana perencanaan yang dibuat itu tercapai secara efektif dan efisien serta diadakannya evaluasi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan tersebut. Kemudian, diadakan atau dicari langkah-langkah alternatif untuk permaslahan-permasalahan atau tujuan yang belum tercapai secara maksimal (feed back) dan diadakan tindak lanjut (follow up) bagi tujuan yang telah tercapai.

c.         Pentingnya Manajemen Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh manajemen berdasarkan pertimbngan-pertimbangan multidimensional sebagai berikut:
1)      Manajemen sebagai suatu disiplin ilmu sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya, seperti filsafat, psikologi, sosial budaya, sosiologi, dan tekhnologi, bahkan ilmu manajemen banyak mendapat kontribusi dari disiplin-disiplin ilmu yang lain.
2)      Semua pengembang kurikulum mengikuti pola dan alur pikir yang singkron dengan pola dan struktur berfikir dalam manajemen yakni dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, implementasi dan kontrol serta perbaikan.
3)      Implementasi kurikulum sebagai bagian integral dalam pengembangan kurikulum membutuuhkan konse-konsep, prinsip-prinsip dan prosedur serta pendekatan dalam manajemen.
4)      Pengembangan kurikulum sangat erat kaitannya dengan kebijakan dibidang pendidikan, yang bersumber dari kebijakan pengembangan nasional, kebijakan daerah, serta berbagi kebijakan sektoral.
5)      Kebutuhan manajemen, adanya perspektif yang menitikberatkan pada sektor manusiawi dalam proses manajemen serta berbagai perspektif lainnya yang akan memberikan pengaruh penting dalam kegiatan pengembangan kurikulum.[13]

d.   Kajian teori tentang kurikulum
1.         Pengertian Kurikulum
Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam alangkah baiknya terlebih dahulu mengetahui tentang makna kurikulum. Menurut Muhaimin dalam bukunya Pengembangan kurikulum PAI yaitu:
Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari dari start sampai finish.[14] Dalam pendidikan Islam maka kata “kurikulum” dapat di artikan dengan Manhaj, yang bermakna jalan terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Kurikulum (Manhaj) dimaksudkan sebagai jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.[15] Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa.[16]

Menurut Novan Ardy Wijaya Dan Banawi bahwasanya kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan megenai tujuan, isi, dan bahan peajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[17]
Dapat dipahami bahwasanya kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan mengenai tujuan, isi, dan bahan peajaran serta cara yang digunakan untuk disajikan kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.

2.         Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan islam memilki ciri-ciri seperti yang telah disebutkkan dalam Al-Syaiban dalam bukunya Mujamil Qomar yaitu:
1.         Menonjolnya tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungannya, metode-metode, alat-alat dan teknik yang bercorak agama.
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ  
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”[18](Q.S. Al-‘Alaq: 1)
2.         Memilki perhatian yang luas dan menyeluruh dalam perhatian dan kandungannya.
3.         Memilki keseimbangan yang relatif di antara ilmu-ilmu dan seni atau kemestian-kemestian, pengalaman-pengalaman, dan kegiatan-kegiatan pengajaran yang bermacam-macam.
4.         Kecenderungan pada seni halus, aktifitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan tekhnik, latihan kejujuran, bahasa-bahasa asing, sekalipun atas perorangan dan juga bagi mereka yang memiliki kesediaan dan bakat bagi perkara-perkara ini dan mempunyai keinginan untuk mempelajari dan melatih diri dalam perkara itu.
5.         Perkaitan antara kurikulum dalam pendidiakan Islam dengan kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseorangan di antara mereka. [19]

Ciri-ciri ini menggambarkan adanya berbagai tuntunan yang harus ada dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Tuntunan ini terus berkembang sesuai dengan berkembanganya zaman yang dihadapi.

3.         Fungsi Kurikulum Pendidikan Agama Islam
1.    Fungsi sekolah/madrasah di atasnya:
a.    Melakukan penyesuaian
b.    Menghindari keterulangan sehingga boros waktu
c.    Menjaga kesinambungan[20]

Selain itu Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam disekolah/madrasah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau disebut standar kompetensi PAI, kurikulum juga berfungsi menentukan tujuan pendidikan nasional, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi tamatan atau lulusan, kompetensi bahan kajian PAI, kompetensi mata pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA), kompetensi mata pelajaran (kelas, I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII)
2.         Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai tanggung jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan para pembina lainnya adalah:
1)        Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi, yakni memperbaiki situasi belajar.
2)        Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supevise dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi belajar anak ke arah yang lebih baik.
3)        Sebagai seorang administrator, menjadikan kurikulum sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum pada masa mendatang.
4)        Sebagai pedoman untuk mengadadakan evaluasi atas kemajuan belajar mengajar.[21]

3.             Bagi Siswa/Peserta Didik
Kurikulum sebagai organisasi pengalaman belajar yang disusun dan disiapkan untuk peserta didik. Dengan ini diharapkan mereka akan dapat sejumlah pengalaman baru yang kelak dapat dikembangkan seirama dengan perkembangannya guna melengkapi bekal hidupnya.
Dalam hadits disebutkan: “didiklah anak-anakmu, karena mereka diciptakan untuk menghadapi zaman yang lain dengan zamanmu”. Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan mampu menawarkan program-program pada peserta didik yang akan hidup pada zamannya, dengan latar belakang sosio historis dan kultural yang berbeda dengan zaman dimana kedua orang tuanya berada.[22]
4.         Bagi Pendidik
Guru sebagai pendidik profesional, secara formal dalam lembaga pendidikan keguruan. Ia telah dibekali pengetahuan tentang seluk-beluk dan teori-teori pendidikan anak, seperti pengembangan kurikulum, ilmu jiwa, strategi belajar mengajar dan lainnya. Guru juga telah diberi keterampilan praktis untuk memiliki kepribadian yang baik sebagai pendidik. Ia telah diberikan kepercayaan dan pegakuan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, dan menjalankan tugasnya secara profesional dengan menyiapkan rencana yang matang melalui kurikulum tertulis.
Guru telah merelakan dirinya untuk memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang ada dipundak orang tua, dan orang tua berharap agar anaknya menemukan guru yang baik, kompeten, dan berkualitas. Adapun fungsi kurikulum bagi kurikulum bagi guru adalah:
a)         Pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasikan pengalaman belajar para peserta didik.
b)        Dalam untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.[23]

Dengan adanya kurikulum tugas guru sebagai pengajar dan pendidik lebih terarah. Pendidik juga merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dan sangat menentukan dan sangat penting dalam proses pendidikan, dan merupakan salah satu komponen yang berinteraksi secara aktif dan peserta dalam pendidikan.
5.         Bagi Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang akan memberikan pelajaran serta mempersiapkan anak untuk kehidupan dimasyarakat nanti. Sebagai bagian dan agen masyarakat, maka kurikulum sangat mempengaruhi sekolah yang bersangkutan. Masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kurikulum yang berada disekolah.
a.      Masyarakat sebagai pengguna lulusan (user), sehingga sekolah/madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakatn dalam konteks pengembangan PAI
b.      Adanya kerja sama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum.[24]

Lingkungan sekolah berada dimasyarakat dan hendaknya isi kurikulum harus mencerminkan kondisi lingkungan sekolah dan dapat memenuhi tuntunan dan kebutuhan masyarakat disekitarnya. Masyarakat yang ada disekitar sekolah merupakan masyarakat homogen atau heterogen. Heterogen, masyarakat kota, petani, pedagang atau pegawai dan sebagainya.

4.         Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Menurut Muhaimin hal itu juga dapat dicermati dengan:
1)   Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan pada teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta disiplin menta spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI
2)   Perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan absolutif kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai agama Islam.
3)   Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari pendahulunya kepada proes atau metodeloginya sehingga menghasilkan produk tersebut.
4)   Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasikan tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[25]



5.    Prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum PAI
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam sebuah proses pendidikan. Pendidikan mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan, memberikan pedomandan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi, serta proses pendidikan. Kurikulum dalam sistem persekolahan merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Dalam pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam Al-Syaibani mengemukakan prinsip-prinsip yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1.    Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya.
2.    Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan dan kandungan kurikulum
3.    Keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4.    Perkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan pelajar, begitu dengan alam sekitar fisik dan sosial dimana pelajar itu hidup dan berinteraksi untuk memperolaeh pengetahuan-pengetahuan, kemahiran, pengalaman dan sikapnya.
5.    Pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara pelajar-pelajar dalam bakat, minat, kemampuan-kemampuan, kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalahnya, dan juga memelihara perbedaan-perbedaan dan kelainan-kelainan dianatara alam sekitar dan masyarakat.
6.    Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntunan yang ada dan tidak mengabaikan nilai-nilai ilahiyah
7.    Prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktifitas yang terkandung dalam kurikulum. [26]

Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat yang dikutib oleh Moh. Haitami Salim dan Syamsul kurniawan prinsip-prinsip kurikulum, yaitu:
1.      Prinsip dalam arti kesesuaian  pendidikan dalam lingkungan hidup peserta didik, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan tuntutan pekerjaan
2.      Prinsip efektifitas, baik efektifitas mengajar peserta didik, ataupun efektifitas belajar peserta didik.
3.      Prinsip efisiensi, baik dari segi waktu, tenaga, dan biaya.
4.      Prinsip fleksibilitas, artinya ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemilihan program pendidikan, maupun dalam mengembangkan program pengajaran. [27]





6.    Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI
Dalam dunia penidikan kurikulum selalu mengalami perubahan sejalan dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Proses perubahan secara mendasar dan sistematis terhadap kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan sebenarnya merupakan proses transformasi pandangan dan aspirasi tentang pendidikan kedalam program-program yang secara efektif akan mewujudkan visi dan misi pendidikan itu sendiri. Pengembangan kurikulum dimaknai sebagai suatu proses total dimana komponen-komponen yang berbeda seperti perencanaan kurikulum, perumusan kebijakan kurikulum, implementasi dan penilaian kurikulum memainkan peranan yang penting.
Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional. Kedudukan kurikulum berfungsi sebagai perangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran itu merupakan muara dari keseluruhan proses penyelenggaraan kurikulum. Perkembangan kurikulum diperlukan untuk membantu guru dalam mengembangkan pengetauan, sikap, nilai, dan keterampilan dari berbagai bahan kajian dan pelajaran yang diperoleh oleh siswa sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikan.
Para pengembangan (developers) telah menemukan beberapa pendekatan dalam pegembangan kurikulum yang dimaksudkan pendekatan cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang baik. Pendektan yang dikembangkan para pengembang adalah:
a.         Pendekatan Subjek Akademik
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistemasisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistemasisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari oleh peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.[28]
Pendidikan Agama Islam disekolah meliputi aspek Al-Qur’an/hadits, keimanan, akhlak, ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Sedangkan di madrasah aspek-aspek tersebut dijadikan sebagian sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits, fiqih, Aqidah Akhlak, dan sejarah kebudayaan Islam.
b.         Pendekatan Humanistis
Kurikulum ini berpusat pada peserta didik (student-centered) dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Kesejahteraan mental dan emosional peserta didik harus dipandang sentral dalam kurikulum agar belajar itu memberi hasil maksimal. Prioritasnya adalah pengalaman pelajar yang diarahkan pada tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan anak.[29]
Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolah dari ide “memanusiakan manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi yang lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program pendidikan.
Tugas guru/pendidik adalah menciptakan situasi yang primitif dan mendorong siswa untuk mencari mengembangkan pemecahan sendiri. Pendidikan lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan dan bersikap pada peserta didik. Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan.[30]
c.         Pendekatan Tekhnologis
Pendekatan tekhnologis dalam menyusun kurikulum Agama Islam bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang sedang digalakkan disekolah/madrasah termasuk dalam katagori pendekatan tekhnologis.
Dalam pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa digunakan untuk pembelajaran PAI yang menekankan pada know how cara menjalankan tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji, puasa, zakat, mengkafani mayat, shalat jenazah, dan seterusnya.
Pembelajaran PAI dikatakan menggunakan pendekatan tekhnologis, bilamana ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola, melaksanakan, dan menilainya. Disamping itu, pendekatan tekhnologis ingin mengajar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogram demikian rupa, agar pencapaian hasil pembelajarannya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.[31]
d.        Pendekatan Rekontruksionalisme
Pendekatan rekontruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan  memerankan ilmu-ilmu tekhnologi, serta bekerja secara koopertif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.[32]
Pedekatan rekontruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama berinteraksi dan bekerjasama. Melalui kehidupan bersama dan kerjasama itulah manusia dapat hidup, berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan hidup dan memecah berbagai masalah yang dihadapi. Tugas pendidikan terutama membantu agar peserta didik menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakatnya.

7.      Kurikulum Di Madrasah Aliyah
1)      Struktur Kurikulum Mata Pelajaran PAI Di Madrasah Aliyah
Madrasah aliyah (MA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia, setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Agama. Pendidikan Madrasah Aliyah ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas X sampai kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.
Pengorganisasian kelas di SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, kelas XI dan XII merupakan program jurusan Ilmu pengatahuan sosial : Setiap jam pelajaran disediakan waktu 45 menit.
Kurikulum matapelajaran SMA/MA kelas X terdiri atas 16 mata  serta mata pelajaran tamabahn dan untuk kelas XI dan XII 13 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di asuh oleh guru.  Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekpresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengambangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler.[33]

Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
Tabel. 2.1 Struktur Kurikulum MA X
Komponen
Alokasi Waktu
Kelas X
Smt 1
Smt 2
A.       Mata Pelajaran
1.      Pendidikan Agama
2
2
2.      Pendidikan kewarganegaraan
2
2
3.      Bahasa Indonesia
4
4
4.      Bahasa Inggris
4
4
5.      Matematika
4
4
6.      Fisika
2
2
7.      Biologi
2
2
8.      Kimia
2
2
9.      Sejarah
10.  Geografi
11.  Ekonomi
12.  Sosiologi
1
1
2
2
1
1
2
2
13.  Seni Budaya
2
2
14.  Pendidikan Jasmani, olahraga, dan kesehatan
2
2
15.  Tekhnologi Informasi dan Komunnikasi (TIK)
2
2
16.  Keterampilan
2
2
B.     Muatan Lokal
a.       Sorrof
b.      Usul Fiqh
c.       Nahwu
1
1
1
1
1
1
C.     Pengembangan diri
2*)
2*)
*) Ekuivalen 2 jam pembeajaran[34]


Tabel. 2.2 Struktur kurikulum MA Kelas XI dan XII Program IPS
Komponen
Alokasi Waktu
Kelas XI
Kelas XII
Smt 1
Smt 2
Smt 1
Smt 2
A.       Mata Pelajaran
1.      Pendidikan Agama
2
2
2
2
2.      Pendidikan kewarganegaraan
2
2
2
2
3.      Bahasa Indonesia
4
4
4
4
4.      Bahasa Inggris
4
4
4
4
5.      Matematika
4
4
4
4
6.      Sejarah
3
3
3
3
7.      Geografi
3
3
3
3
8.      Ekonomi
4
4
4
4
9.      Sosiologi
3
3
3
3
10.  Seni Budaya
2
2
2
2
11.  Pendidikan Jasmani, olahraga, dan kesehatan
2
2
2
2
12.  Tekhnologi dan Informasi
2
2
2
2
13.  Keterampilan
2
2
2
2
14.  Muatan Lokal
2
2
2
2
15.  Pengembangan diri
2*)
2*)
2*)
2*)
Jumlah
38
38
38
38
*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran[35]

a.         Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangakan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas mata pelajaran keterampilan.[36]
Pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk pelajaran muatan lokal bukanlah pekerjaan yang mudah karena harus dipersiapkan berbagai hal untuk dapat mengembangkan mata pelajaran muatan lokal. Karena bahan muatan lokal sifatnya mandiri dan tidak terikat oleh pusat, maka peranan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam muatan lokal sangat menentukan.[37]
b.         Pengambagan diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekpresikan diri sesuai dengan kebuuhan bakat dan minat peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakuakan melalui kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan pengambangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembanga karir peserta didik.[38]

2)          Pengembangan Kurikulum PAI Di Madrasah Aliyah
Pengembangan kurikulum disuatu lembaga pendidikan harus memperhatikan kejiwaan, keagamaan dan perkembangan peserta didik. Secara psikologis setiap anak didik memiliki perbedaan baik minat, bakat maupun potensi yang dimilikinya, walaupun secara fisik mungkin saja ada dua atau lebih anak-anak yang sama, namun secara psikis antar mereka sebenarnya tidak sama.
Pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah sangat memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan karena mengingat Madrasah Aliyah berada dinaungan Kementrian Agama.
Pengembangan kurikulum di Madrasah Aliyah harus mengarahkan pada suatu hal yang sifatnya abstrak, misalnya cita-cita yang mungkin berupa kedudukan atau pangkat/jabatan maupun sifat-sifat luhur membawa peserta didik kearah yang lebih baik lagi. Kurikulum PAI di Madrasah Aliyah harus membawa perubahan dari cara berfikir tekstual normatif dan absolutif kepada cara berfikir historis, empiris dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai keislaman.[39]
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata Sumber-sumber pengembangan kurikulum diantaranya ialah:
a.    Kehidupan dan pekerjaan orang dewasa, di mana isi kurikulum disesuaikan sebagai persiapan anak untuk menjalani kehidupan dan pekerjaan orang dewasa.
b.    Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh para pakar, nilai-nilai istiadat, perilaku, benda-benda dan lain-lain.
c.    Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa.
d.   Pengalaman penyusunan kurikulum yang sebelumnya.
e.    Tata nilai di masyarakat, termasuk nilai-nilai apa saja yang akan diajarkan di sekolah atau dalam pelaksanaan kurikulum.
f.     Kekuasaan sosial politik, pemegang kekuasaan sosial-politik dalam penentuan kurikulum adalah menteri pendidikan dan kebudayaan.[40]


Sejalan dengan pengembangan kurikulum PAI yang telah disebutkan di atas proses pengembangan kurikulum yang telah disebutkan Hamid Hasan dalam bukunya Nik Haryati, haruslah meliputi tiga dimensi kurikulum yaitu kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai proses.
Pengembangan kurikulum harus dimulai dari perencanaan. Dalam penyusunn perencanaan tersebut didahului oleh ide-ide yang dituangkan dan dikembangkan dalm program. Ide tersebut berkenaan dengan penentuan filosofi kurikulum, model kurikulum yang digunakan, pendekatan dan teori belajar yang digunakan dan evaluasi pembelajaran yang dipilih.




[1] Idri dan Maimun, Atiqullah, Manajemen Pendidikan Tinggi Islam, (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2010), hlm. 9
[2] Sondang Siagian yang dikutip oleh Imron Fauzi dalam bukunya, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 35
[3] Rohiat, Manajemen Sekolah Teori Dasar Dan Praktik, (Bandung: Refrika Aditama, 2012), hlm. 14
[4] Menurut R. Alec Mackendlie yan dikutib oleh Oemar Hamalik dalam bukunya Manajemen Pengembangan kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 32
[5] Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 37-44
[6] Ibid, hlm. 37
[7] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan kurikulum, 33
[8] Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan, hlm. 39
[9] Ibid, hlm. 41
[10] Ibid, hlm. 43
[11] Ibid, hllm. 43-44
[12] Ibid, hlm.44
[13] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulm, hlm. 17-18
[14] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, hlm. 1
[15] Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung (Jakarta: Bintang Bulan, 1997), hlm. 478
[16] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Perdamedia Group, 2006), hlm. 122
[17] Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 167
[18] Departemen Agama RI, Al-Qur,an dan Terjemahannya (Bandung: Raudhatul Jannah, 2010), hlm. 597
[19] Mujamil Qamar, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Erlangga, 2013), hlm. 151
[20] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, hlm. 11
[21] Abdullah Idi, pengembangan kurikulum teori dan praktik (Jakarta: Ar-Ruzz media, 2010), hlm. 208
[22] Ibid, hlm. 206
[23] Ibid, hlm. 207
[24] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, hlm. 12
[25] Muhaimin, hlm. 10
[26] Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, hlm. 520-522
[27] Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 206
[28] Muhaimin, pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, hlm. 140
[29] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum, hlm. 203
[30] Nik Haryati, Pengembangan Kurikulum PAI, hlm. 82
[31] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum PAI, hlm. 164
[32] Ibid, hlm. 173
[33] Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Rajawali Pres, 2012), hlm. 453
[34] Ibid, hlm. 454
[35] Ibid, hlm. 457
[36] Ibid, hlm. 405
[37] Ibid, hlm. 406
[38] Ibid, hlm. 415
[39] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, hlm. 11
[40] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMUGA BERMAMFAAT