BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kajian Teori Tentang Manajemen
a. Pengertian Manajemen
Manajemen
adalah suatu istilah yang sulit didefinisikan, dan pekerjaan manajer sulit
untuk diidentifikasikan secara tepat. Manajemen secara etimologi berasal dari bahasa
inggris management. Awalnya berasal dari bahasa Itali “managiare” yang
bersumber dari bahasa latin “mamis” yang berarti tangan. Manajemen atau managiare
berarti memimpin, membimbing dan mengatur. Dalam bahasa Italia managiare
berarti melatih kuda dalam menindak-nindakkan langkah-langkah kakinya. Dalam
bahasa Indonesia, istilah manajemen sering diterjemahkan dengan kepemimpinan,
ketatalaksanaan, pembinaan, penguasaan dan pengurusan.[1]
Menurut
Sondang Siagian yang dikutib dalam bukunya Imron Fauzi manajemen dapat
diartikan sebagai:
“Manajemen
berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Istilah manajemen
telah diartikan oleh berbagai pihak dengan perspektif yang berbeda, misalnya
pengelolaan, pembinaan, pengurusan, ketatalaksanaan, kepemimpinan, pemimpin,
ketatapengurusan, adminitrasi dan sebagainya”.[2]
Dijelaskan
juga oleh Rohiat bahwa, “manajemen berarti mengelola. Pengelolaan dilakukan
melalui proses dan dikelola berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi manajemen itu
sendiri. Manajemen adalah melakukan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh
sekolah/organisasi yang diantaranya adalah manusia, uang, metode, material,
mesin, dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam suat proses”.[3]
Manajemen
adalah suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia
dengan bantuan manusia lain serta sumber-sumber lainnya, dengan menggunakan
metode yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang ditentukan
sebelumnya.
Dari
penjelasan di atas penulis dapat memahami bahwasanya manajemen adalah suatu
proses yang mengatur keseluruhan usaha manusia dengan bantuan usaha manusia
yang lainnya serta sumber daya lainnya yang dimilki oleh sekolah baik berupa
manusia, uang, metode, material, mesin, dan pemasaran atau dengan metode yang
efekti dan efisien demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
b. Fungsi Manajemen
Menurut
R. Alec Mackendlie yan dikutib oleh Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Manajemen
Pengembangan kurikulum bahwa dalam teori proses manajemen dalam tiga
dimensi. Ada tiga unsur pokok yang berkenaan dengan pekerjaan manajer
ialah gagasan (Idieas) atau hal (Thing) dan orang (People).
Unsur tersebut direfleksikan dalam tugas-tugas:
a)
Berfikir konseptual, yakni
seorang merumuskan gagasan dan kesempatan-kesempatan baru dalam organisasi
(sekolah).
b)
Adminitrasi, yakni merinci proses
manajemen
c)
Kepemimpinan, yaitu memotivasi
orang-orang supaya melaksnakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi
(sekolah).[4]
Fungsi
manajemen sebagai suatu karakteristik dari pendidikan yang muncul dari
kebutuhan untuk memberikan arah dan perkembangan baik secara kualitatif dan
kuantitatif dalam proses sekolah. Kerumitan yang meningkat karena luas dan
banyaknya program yang telah mendorong usaha untuk merinci dan mempraktikan
prosedur adminitrasi dengan sistematis. Banyak perbedaan pendapat dalam fungsi
manajemen diatanya yang dikemukakan oleh Koontz dan O’Donnell yang dikutib oleh
Imron Fauzi dan fungsi ini juga sudah diaplikasikan oleh Rasulullah Saw dalam
bidang pendidikan, yaitu[5]:
a.
Fungsi
Planning (Perencanaan)
Planning
(perencannaan) dapat diartikan sebagai hal, cara atau hasil kerja merencanakan
(berniat melakukan sesuatu). Planning is the function of manager which in
volves the selection from among alternatives of objective, polices prosedures
and program. Yang artinya perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang
berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijaksanaan, prosedur dan
program-program dari alternatif yang ada.[6]
Fungsi
perencanaan untuk mengembangkan suatu rencana, seseorang harus mengacu ke masa
depan (forecast) atau menentukan pengaruh pengeluaran biaya atau
keuntungan, menetapkan perangkat tujuan atau hasil akhir; menyusun program
yakni menetapkan prioritas dan urutan strategi, anggaran biaya atau alokasi
sumber-sumber, menetapkan prosedur kerja dengan metode yang baru dan
mengembangkan kebijakan-kebijakan berupa aturan dan ketentuan.[7]
b.
Fungsi
Organizing (Pengorganisasian)
Organizing
(Pengorganisasian) adalah mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan
penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan. Pengorganisasian
adalah sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-orang (guru
dan personel sekolah lainnya), serta mengalokasikan sarana dan prasarana untuk
menunjang tugas-tugas orang itu dalam rangka mencapai tujuan sekolah.[8]
Fungsi
pengorganisasian meliputi kegiatan-kegiatan membentuk atau mengadakan struktur
organisasi baru untuk menghasilkan produk baru dan menetapkan garis hubungan
kerja antar struktur baru, merumuskan komunikasi dan hubungan-hubungan,
menciptakan deskripsi kedudukan dan menyusun kualifikasi tiap kedudukan yang
menunjuk apakah rencana dapat dilaksanakan oleh organisasi yang ada atau
diperlukan orang lain yang memilki keterampilan khusus.
c.
Fungsi
Staffing (Pengembangan Staf)
Istilah
staffing merupakan salah satu fungsi manajemen berupa penyusunan yang
berupa personalia pada suatu organisasi dan pengembangannya sampai dengan usaha
agar petugas memberi gaya guna maksimal kepada organisasi.[9]
Fungsi
Staffing meliputi pengadaan staf atau kegiatan seleksi calon staf, memberikan
orientasi kepada tenaga staf kearah pekerjaan dan tugas, dan pengembangan staf
atau memberikan latihan-latihan keterampilan sesuai dengan tugas serta
melakukan pembinaan ketenagaan.
d.
Fungsi
Leading (Kepemimpinan)
Leading
(Kepemimpinan) adalah seluruh aktivitas tindakan atau seni untuk mempengaruhi
serta menggiatkan orang-orang dalam usaha bersama unruk mencapai tujuan bersama
yang telah ditentukan. Berangkat dari pengertian ini maka orang memilki
kemampuan mempengaruhi, membimbing, menggiatkan, mengoordinasi maka dikatakan
sebagai pemimpin.[10]
Leading (Kepemimpinan)
meliputi lima kegiatan, yaitu:
a)
Mengambil keputusan
b)
Mengadakan komunikasi agar ada
bahasa yang sama antara manajer dan bawahan
c)
Memberi semangat inspirasi dan dorongan
kepada bawahan supaya mereka bertindak
d)
Memilih orang-orang yang menjadi
anggota kelompok
e)
Memperbaiki pengetahuan dan
sikap-sikap bawahan agar mereka terampil dalam usaha mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.[11]
e.
Fungsi
Controling (Pengawasan)
Controling
(Pengawasan) adalah salah satu fungsi manajeman yang berupa mengadakan
penilaian dan sekaligus bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang sedang
dilakukan bawahan dapat diarahkan kejalan yang benar dengan maksud tercapai
tujuan yang sudah digariskan.[12]
Pengawasan
merupakan usaha untuk mengetahui sejauh mana perencanaan yang dibuat itu
tercapai secara efektif dan efisien serta diadakannya evaluasi sebagai alat
untuk mengetahui keberhasilan tersebut. Kemudian, diadakan atau dicari
langkah-langkah alternatif untuk permaslahan-permasalahan atau tujuan yang
belum tercapai secara maksimal (feed back) dan diadakan tindak lanjut (follow
up) bagi tujuan yang telah tercapai.
c.
Pentingnya
Manajemen Pengembangan Kurikulum
Pengembangan
kurikulum harus dilandasi oleh manajemen berdasarkan pertimbngan-pertimbangan
multidimensional sebagai berikut:
1)
Manajemen sebagai suatu disiplin
ilmu sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya, seperti filsafat,
psikologi, sosial budaya, sosiologi, dan tekhnologi, bahkan ilmu manajemen
banyak mendapat kontribusi dari disiplin-disiplin ilmu yang lain.
2)
Semua pengembang kurikulum
mengikuti pola dan alur pikir yang singkron dengan pola dan struktur berfikir
dalam manajemen yakni dimulai dari proses perencanaan, pengorganisasian,
implementasi dan kontrol serta perbaikan.
3)
Implementasi kurikulum sebagai
bagian integral dalam pengembangan kurikulum membutuuhkan konse-konsep,
prinsip-prinsip dan prosedur serta pendekatan dalam manajemen.
4)
Pengembangan kurikulum sangat
erat kaitannya dengan kebijakan dibidang pendidikan, yang bersumber dari
kebijakan pengembangan nasional, kebijakan daerah, serta berbagi kebijakan
sektoral.
5)
Kebutuhan manajemen, adanya
perspektif yang menitikberatkan pada sektor manusiawi dalam proses manajemen
serta berbagai perspektif lainnya yang akan memberikan pengaruh penting dalam
kegiatan pengembangan kurikulum.[13]
d. Kajian teori tentang kurikulum
1.
Pengertian
Kurikulum
Sebelum
menjelaskan lebih jauh tentang pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam
alangkah baiknya terlebih dahulu mengetahui tentang makna kurikulum. Menurut
Muhaimin dalam bukunya Pengembangan kurikulum PAI yaitu:
Kata
kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang
olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang
harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari dari start sampai finish.[14] Dalam
pendidikan Islam maka kata “kurikulum” dapat di artikan dengan Manhaj,
yang bermakna jalan terang atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada
berbagai bidang kehidupan. Kurikulum (Manhaj) dimaksudkan sebagai jalan
terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang yang dididik
atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.[15]
Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan
(sekolah) bagi siswa.[16]
Menurut
Novan Ardy Wijaya Dan Banawi bahwasanya kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan megenai tujuan, isi, dan bahan peajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.[17]
Dapat
dipahami bahwasanya kurikulum merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh
lembaga pendidikan mengenai tujuan, isi, dan bahan peajaran serta cara yang
digunakan untuk disajikan kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar
guna mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
2.
Ciri-ciri
Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum
pendidikan islam memilki ciri-ciri seperti yang telah disebutkkan dalam
Al-Syaiban dalam bukunya Mujamil Qomar yaitu:
1.
Menonjolnya tujuan agama dan
akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungannya,
metode-metode, alat-alat dan teknik yang bercorak agama.
ù&tø%$#
ÉOó™$$Î/
y7În/u‘
“Ï%©!$#
t,n=y{
ÇÊÈ
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”[18](Q.S. Al-‘Alaq:
1)
2.
Memilki perhatian yang luas dan
menyeluruh dalam perhatian dan kandungannya.
3.
Memilki keseimbangan yang relatif
di antara ilmu-ilmu dan seni atau kemestian-kemestian, pengalaman-pengalaman,
dan kegiatan-kegiatan pengajaran yang bermacam-macam.
4.
Kecenderungan pada seni halus,
aktifitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan tekhnik, latihan
kejujuran, bahasa-bahasa asing, sekalipun atas perorangan dan juga bagi mereka
yang memiliki kesediaan dan bakat bagi perkara-perkara ini dan mempunyai
keinginan untuk mempelajari dan melatih diri dalam perkara itu.
5.
Perkaitan antara kurikulum dalam
pendidiakan Islam dengan kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan minat,
kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseorangan di antara mereka. [19]
Ciri-ciri
ini menggambarkan adanya berbagai tuntunan yang harus ada dalam kurikulum
pendidikan agama Islam. Tuntunan ini terus berkembang sesuai dengan berkembanganya
zaman yang dihadapi.
3.
Fungsi
Kurikulum Pendidikan Agama Islam
1. Fungsi
sekolah/madrasah di atasnya:
a.
Melakukan penyesuaian
b.
Menghindari keterulangan sehingga
boros waktu
c.
Menjaga kesinambungan[20]
Selain
itu Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam
disekolah/madrasah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama
Islam yang diinginkan atau disebut standar kompetensi PAI, kurikulum juga
berfungsi menentukan tujuan pendidikan nasional, kompetensi lintas kurikulum,
kompetensi tamatan atau lulusan, kompetensi bahan kajian PAI, kompetensi mata
pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA), kompetensi mata pelajaran (kelas,
I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII)
2.
Bagi Kepala
Sekolah
Kepala
sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai tanggung jawab
terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah dan para pembina
lainnya adalah:
1)
Sebagai pedoman dalam mengadakan
fungsi supervisi, yakni memperbaiki situasi belajar.
2)
Sebagai pedoman dalam
melaksanakan fungsi supevise dalam menciptakan situasi untuk menunjang situasi
belajar anak ke arah yang lebih baik.
3)
Sebagai seorang administrator,
menjadikan kurikulum sebagai pedoman untuk mengembangkan kurikulum pada masa
mendatang.
4)
Sebagai pedoman untuk
mengadadakan evaluasi atas kemajuan belajar mengajar.[21]
3.
Bagi
Siswa/Peserta Didik
Kurikulum
sebagai organisasi pengalaman belajar yang disusun dan disiapkan untuk peserta
didik. Dengan ini diharapkan mereka akan dapat sejumlah pengalaman baru yang
kelak dapat dikembangkan seirama dengan perkembangannya guna melengkapi bekal
hidupnya.
Dalam
hadits disebutkan: “didiklah anak-anakmu, karena mereka diciptakan untuk
menghadapi zaman yang lain dengan zamanmu”. Sebagai alat dalam mencapai
tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan mampu menawarkan program-program pada
peserta didik yang akan hidup pada zamannya, dengan latar belakang sosio historis
dan kultural yang berbeda dengan zaman dimana kedua orang tuanya berada.[22]
4.
Bagi Pendidik
Guru
sebagai pendidik profesional, secara formal dalam lembaga pendidikan keguruan.
Ia telah dibekali pengetahuan tentang seluk-beluk dan teori-teori pendidikan
anak, seperti pengembangan kurikulum, ilmu jiwa, strategi belajar mengajar dan
lainnya. Guru juga telah diberi keterampilan praktis untuk memiliki kepribadian
yang baik sebagai pendidik. Ia telah diberikan kepercayaan dan pegakuan baik
oleh pemerintah maupun masyarakat, dan menjalankan tugasnya secara profesional
dengan menyiapkan rencana yang matang melalui kurikulum tertulis.
Guru
telah merelakan dirinya untuk memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang
ada dipundak orang tua, dan orang tua berharap agar anaknya menemukan guru yang
baik, kompeten, dan berkualitas. Adapun fungsi kurikulum bagi kurikulum bagi
guru adalah:
a)
Pedoman kerja dalam menyusun dan
mengorganisasikan pengalaman belajar para peserta didik.
b)
Dalam untuk mengadakan evaluasi
terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang
diberikan.[23]
Dengan
adanya kurikulum tugas guru sebagai pengajar dan pendidik lebih terarah.
Pendidik juga merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dan sangat
menentukan dan sangat penting dalam proses pendidikan, dan merupakan salah satu
komponen yang berinteraksi secara aktif dan peserta dalam pendidikan.
5.
Bagi Masyarakat
Sekolah
merupakan bagian dari masyarakat yang akan memberikan pelajaran serta
mempersiapkan anak untuk kehidupan dimasyarakat nanti. Sebagai bagian dan agen
masyarakat, maka kurikulum sangat mempengaruhi sekolah yang bersangkutan.
Masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan
yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kurikulum yang berada disekolah.
a.
Masyarakat sebagai pengguna
lulusan (user), sehingga sekolah/madrasah harus mengetahui hal-hal yang
menjadi kebutuhan masyarakatn dalam konteks pengembangan PAI
b.
Adanya kerja sama yang harmonis
dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum.[24]
Lingkungan
sekolah berada dimasyarakat dan hendaknya isi kurikulum harus mencerminkan
kondisi lingkungan sekolah dan dapat memenuhi tuntunan dan kebutuhan masyarakat
disekitarnya. Masyarakat yang ada disekitar sekolah merupakan masyarakat
homogen atau heterogen. Heterogen, masyarakat kota, petani, pedagang atau
pegawai dan sebagainya.
4.
Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Dalam
realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan
paradigma, walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih
tetap dipertahankan hingga sekarang. Menurut Muhaimin hal itu juga dapat
dicermati dengan:
1)
Perubahan dari tekanan pada
hafalan dan daya ingatan pada teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta
disiplin menta spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada
pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan
pembelajaran PAI
2)
Perubahan dari cara berfikir
tekstual, normatif, dan absolutif kepada cara berfikir historis, empiris, dan
kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai agama Islam.
3)
Perubahan dari tekanan pada
produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari pendahulunya kepada proes atau
metodeloginya sehingga menghasilkan produk tersebut.
4)
Perubahan dari pola pengembangan
kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada pakar dalam memilih dan menyusun isi
kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta
didik, masyarakat untuk mengidentifikasikan tujuan PAI dan cara-cara
mencapainya.[25]
5. Prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum PAI
Kurikulum
mempunyai kedudukan sentral dalam sebuah proses pendidikan. Pendidikan
mengarahkan segala bentuk aktifitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan, memberikan pedomandan pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan
isi, serta proses pendidikan. Kurikulum dalam sistem persekolahan merupakan
suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar
mengajar.
Dalam
pengembangan kurikulum pendidikan Agama Islam Al-Syaibani mengemukakan
prinsip-prinsip yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1.
Pertautan yang sempurna dengan
agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya.
2.
Prinsip menyeluruh (universal)
pada tujuan dan kandungan kurikulum
3.
Keseimbangan yang relatif antara
tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4.
Perkaitan dengan bakat, minat,
kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan pelajar, begitu dengan alam sekitar fisik
dan sosial dimana pelajar itu hidup dan berinteraksi untuk memperolaeh
pengetahuan-pengetahuan, kemahiran, pengalaman dan sikapnya.
5.
Pemeliharaan perbedaan-perbedaan
individual diantara pelajar-pelajar dalam bakat, minat, kemampuan-kemampuan,
kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalahnya, dan juga memelihara
perbedaan-perbedaan dan kelainan-kelainan dianatara alam sekitar dan
masyarakat.
6.
Prinsip perkembangan dan
perubahan sesuai dengan tuntunan yang ada dan tidak mengabaikan nilai-nilai
ilahiyah
7.
Prinsip pertautan antara mata
pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktifitas yang terkandung dalam
kurikulum. [26]
Sedangkan
menurut Zakiyah Daradjat yang dikutib oleh Moh. Haitami Salim dan Syamsul
kurniawan prinsip-prinsip kurikulum, yaitu:
1.
Prinsip dalam arti
kesesuaian pendidikan dalam lingkungan
hidup peserta didik, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang,
relevansi dengan tuntutan pekerjaan
2.
Prinsip efektifitas, baik
efektifitas mengajar peserta didik, ataupun efektifitas belajar peserta didik.
3.
Prinsip efisiensi, baik dari segi
waktu, tenaga, dan biaya.
4.
Prinsip fleksibilitas, artinya
ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan bertindak, baik yang
berorientasi pada fleksibilitas pemilihan program pendidikan, maupun dalam
mengembangkan program pengajaran. [27]
6. Pendekatan Pengembangan Kurikulum PAI
Dalam
dunia penidikan kurikulum selalu mengalami perubahan sejalan dengan kemajuan
zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Proses perubahan secara
mendasar dan sistematis terhadap kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan
sebenarnya merupakan proses transformasi pandangan dan aspirasi tentang
pendidikan kedalam program-program yang secara efektif akan mewujudkan visi dan
misi pendidikan itu sendiri. Pengembangan kurikulum dimaknai sebagai suatu
proses total dimana komponen-komponen yang berbeda seperti perencanaan
kurikulum, perumusan kebijakan kurikulum, implementasi dan penilaian kurikulum
memainkan peranan yang penting.
Kurikulum
merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional.
Kedudukan kurikulum berfungsi sebagai perangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran itu merupakan muara dari
keseluruhan proses penyelenggaraan kurikulum. Perkembangan kurikulum diperlukan
untuk membantu guru dalam mengembangkan pengetauan, sikap, nilai, dan
keterampilan dari berbagai bahan kajian dan pelajaran yang diperoleh oleh siswa
sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikan.
Para
pengembangan (developers) telah menemukan beberapa pendekatan dalam
pegembangan kurikulum yang dimaksudkan pendekatan cara kerja dengan menerapkan
strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan
yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang baik. Pendektan yang
dikembangkan para pengembang adalah:
a.
Pendekatan
Subjek Akademik
Pendekatan
subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan
pada sistemasisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan
memiliki sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistemasisasi ilmu lainnya.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih
dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari oleh peserta didik, yang
diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.[28]
Pendidikan
Agama Islam disekolah meliputi aspek Al-Qur’an/hadits, keimanan, akhlak,
ibadah/muamalah, dan tarikh/sejarah umat Islam. Sedangkan di madrasah
aspek-aspek tersebut dijadikan sebagian sub-sub mata pelajaran PAI yang
meliputi: mata pelajaran Al-Qur’an-Hadits, fiqih, Aqidah Akhlak, dan sejarah
kebudayaan Islam.
b.
Pendekatan
Humanistis
Kurikulum
ini berpusat pada peserta didik (student-centered) dan mengutamakan
perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari
proses belajar. Kesejahteraan mental dan emosional peserta didik harus
dipandang sentral dalam kurikulum agar belajar itu memberi hasil maksimal.
Prioritasnya adalah pengalaman pelajar yang diarahkan pada tanggapan minat,
kebutuhan, dan kemampuan anak.[29]
Pendekatan
humanistis dalam pengembangan kurikulum bertolah dari ide “memanusiakan
manusia”. Penciptaan konteks yang akan memberi peluang manusia untuk
menjadi yang lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia merupakan dasar
filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan program
pendidikan.
Tugas
guru/pendidik adalah menciptakan situasi yang primitif dan mendorong siswa
untuk mencari mengembangkan pemecahan sendiri. Pendidikan lebih menekankan
bagaimana mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan dan
bersikap pada peserta didik. Tujuan pengajaran adalah memperluas kesadaran diri
dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan.[30]
c.
Pendekatan
Tekhnologis
Pendekatan
tekhnologis dalam menyusun kurikulum Agama Islam bertolak dari analisis
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang
diajarkan, kriteria evaluasi sukses dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai
dengan analisis tugas (job analysis) tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi yang
sedang digalakkan disekolah/madrasah termasuk dalam katagori pendekatan
tekhnologis.
Dalam
pengembangan kurikulum PAI, pendekatan tersebut hanya bisa digunakan untuk
pembelajaran PAI yang menekankan pada know how cara menjalankan
tugas-tugas tertentu. Misalnya cara menjalankan shalat, haji, puasa, zakat,
mengkafani mayat, shalat jenazah, dan seterusnya.
Pembelajaran
PAI dikatakan menggunakan pendekatan tekhnologis, bilamana ia menggunakan
pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola,
melaksanakan, dan menilainya. Disamping itu, pendekatan tekhnologis ingin
mengajar kemanfaatan tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya)
diprogram demikian rupa, agar pencapaian hasil pembelajarannya (tujuan) dapat
dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rencana proses
pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien.[31]
d.
Pendekatan
Rekontruksionalisme
Pendekatan
rekontruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian
bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya
dengan memerankan ilmu-ilmu tekhnologi,
serta bekerja secara koopertif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.[32]
Pedekatan
rekontruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang
dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia lain, selalu hidup bersama
berinteraksi dan bekerjasama. Melalui kehidupan bersama dan kerjasama itulah
manusia dapat hidup, berkembang dan dapat memenuhi kebutuhan hidup dan memecah
berbagai masalah yang dihadapi. Tugas pendidikan terutama membantu agar peserta
didik menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut bertanggung jawab terhadap
pengembangan masyarakatnya.
7. Kurikulum Di Madrasah Aliyah
1) Struktur Kurikulum Mata Pelajaran PAI Di Madrasah Aliyah
Madrasah
aliyah (MA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia,
setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), yang
pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Agama. Pendidikan Madrasah
Aliyah ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas X sampai kelas XII.
Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar
kompetensi mata pelajaran.
Pengorganisasian
kelas di SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program
umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, kelas XI dan XII merupakan
program jurusan Ilmu pengatahuan sosial : Setiap jam pelajaran disediakan waktu
45 menit.
Kurikulum
matapelajaran SMA/MA kelas X terdiri atas 16 mata serta mata pelajaran tamabahn dan untuk kelas
XI dan XII 13 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan lokal
merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya
tidak dapat dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada.
Pengembangan
diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di asuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekpresikan diri
sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan
kondisi sekolah. Kegiatan pengambangan diri difasilitasi dan atau dibimbing
oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakulikuler.[33]
Jam
pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam
struktur kurikulum. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
Tabel.
2.1 Struktur Kurikulum MA X
Komponen
|
Alokasi
Waktu
|
|
Kelas
X
|
||
Smt
1
|
Smt
2
|
|
A. Mata Pelajaran
|
||
1. Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2. Pendidikan kewarganegaraan
|
2
|
2
|
3. Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4. Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
5. Matematika
|
4
|
4
|
6. Fisika
|
2
|
2
|
7. Biologi
|
2
|
2
|
8. Kimia
|
2
|
2
|
9. Sejarah
10. Geografi
11. Ekonomi
12. Sosiologi
|
1
1
2
2
|
1
1
2
2
|
13. Seni Budaya
|
2
|
2
|
14. Pendidikan Jasmani, olahraga, dan kesehatan
|
2
|
2
|
15. Tekhnologi Informasi dan Komunnikasi (TIK)
|
2
|
2
|
16. Keterampilan
|
2
|
2
|
B.
Muatan Lokal
|
||
a. Sorrof
b. Usul Fiqh
c. Nahwu
|
1
1
1
|
1
1
1
|
C. Pengembangan diri
|
2*)
|
2*)
|
*)
Ekuivalen 2 jam pembeajaran[34]
Tabel.
2.2 Struktur kurikulum MA Kelas XI dan XII Program IPS
Komponen
|
Alokasi Waktu
|
|||
Kelas XI
|
Kelas XII
|
|||
Smt 1
|
Smt 2
|
Smt 1
|
Smt 2
|
|
A.
Mata Pelajaran
|
||||
1.
Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2.
Pendidikan kewarganegaraan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
3.
Bahasa Indonesia
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4.
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
4
|
5.
Matematika
|
4
|
4
|
4
|
4
|
6.
Sejarah
|
3
|
3
|
3
|
3
|
7.
Geografi
|
3
|
3
|
3
|
3
|
8.
Ekonomi
|
4
|
4
|
4
|
4
|
9.
Sosiologi
|
3
|
3
|
3
|
3
|
10.
Seni Budaya
|
2
|
2
|
2
|
2
|
11.
Pendidikan Jasmani, olahraga,
dan kesehatan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
12.
Tekhnologi dan Informasi
|
2
|
2
|
2
|
2
|
13.
Keterampilan
|
2
|
2
|
2
|
2
|
14.
Muatan Lokal
|
2
|
2
|
2
|
2
|
15.
Pengembangan diri
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
2*)
|
Jumlah
|
38
|
38
|
38
|
38
|
*) Ekuivalen 2
jam pembelajaran[35]
a.
Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal
Muatan lokal
merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangakan kompetensi yang disesuaikan
dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya
tidak dapat dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata
pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas mata
pelajaran keterampilan.[36]
Pengembangan
standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk pelajaran muatan lokal bukanlah
pekerjaan yang mudah karena harus dipersiapkan berbagai hal untuk dapat
mengembangkan mata pelajaran muatan lokal. Karena bahan muatan lokal sifatnya
mandiri dan tidak terikat oleh pusat, maka peranan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran dalam muatan lokal sangat menentukan.[37]
b.
Pengambagan diri
Pengembangan diri
bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekpresikan diri sesuai dengan kebuuhan bakat dan minat peserta didik sesuai
dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi atau dibimbing
oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakuakan melalui
kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan pengambangan diri dilakukan melalui kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan
sosial, belajar, dan pengembanga karir peserta didik.[38]
2)
Pengembangan Kurikulum PAI Di Madrasah Aliyah
Pengembangan
kurikulum disuatu lembaga pendidikan harus memperhatikan
kejiwaan, keagamaan dan perkembangan peserta didik. Secara psikologis setiap
anak didik memiliki perbedaan baik minat, bakat maupun potensi yang
dimilikinya, walaupun secara fisik mungkin saja ada dua atau lebih anak-anak
yang sama, namun secara psikis antar mereka sebenarnya tidak sama.
Pengembangan
kurikulum Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah sangat memperhatikan
masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan karena mengingat Madrasah Aliyah
berada dinaungan Kementrian Agama.
Pengembangan
kurikulum di Madrasah Aliyah harus mengarahkan pada suatu hal yang sifatnya
abstrak, misalnya cita-cita yang mungkin berupa kedudukan atau pangkat/jabatan
maupun sifat-sifat luhur membawa peserta didik kearah yang lebih baik lagi.
Kurikulum PAI di Madrasah Aliyah harus membawa perubahan dari cara berfikir
tekstual normatif dan absolutif kepada cara berfikir historis, empiris dan
kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai
keislaman.[39]
Menurut Nana
Syaodih Sukmadinata Sumber-sumber pengembangan
kurikulum diantaranya ialah:
a. Kehidupan
dan pekerjaan orang dewasa, di mana isi kurikulum disesuaikan sebagai persiapan
anak untuk menjalani kehidupan dan pekerjaan orang dewasa.
b. Manusia
adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam lingkungan budaya dan turut
menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam lingkungan budaya, ia harus
mempelajari budaya maka budaya menjadi sumber utama isi kurikulum. Budaya ini
mencakup semua disiplin ilmu yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh para
pakar, nilai-nilai istiadat, perilaku, benda-benda dan lain-lain.
c. Anak
menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi sumber kurikulum. Ada tiga
pendekatan terhadap anak sebagai kurikulum, yaitu kebutuhan siswa, perkembangan
siswa, serta minat siswa.
d. Pengalaman
penyusunan kurikulum yang sebelumnya.
e. Tata
nilai di masyarakat, termasuk nilai-nilai apa saja yang akan diajarkan di
sekolah atau dalam pelaksanaan kurikulum.
f. Kekuasaan sosial politik, pemegang kekuasaan
sosial-politik dalam penentuan kurikulum adalah menteri pendidikan dan
kebudayaan.[40]
Sejalan dengan pengembangan kurikulum PAI yang telah
disebutkan di atas proses pengembangan kurikulum yang telah disebutkan Hamid
Hasan dalam bukunya Nik Haryati, haruslah meliputi tiga dimensi kurikulum yaitu
kurikulum sebagai ide, kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai proses.
Pengembangan kurikulum harus dimulai dari perencanaan. Dalam penyusunn
perencanaan tersebut didahului oleh ide-ide yang dituangkan dan dikembangkan
dalm program. Ide tersebut berkenaan dengan penentuan filosofi kurikulum, model
kurikulum yang digunakan, pendekatan dan teori belajar yang digunakan dan
evaluasi pembelajaran yang dipilih.
[1] Idri dan Maimun, Atiqullah, Manajemen
Pendidikan Tinggi Islam, (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2010), hlm. 9
[2] Sondang Siagian yang dikutip
oleh Imron Fauzi dalam bukunya, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 35
[3] Rohiat, Manajemen Sekolah
Teori Dasar Dan Praktik, (Bandung: Refrika Aditama, 2012), hlm. 14
[4] Menurut R. Alec Mackendlie yan
dikutib oleh Oemar Hamalik dalam bukunya Manajemen Pengembangan kurikulum, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 32
[5]
Imron Fauzi, Manajemen
Pendidikan Ala Rasulullah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 37-44
[6] Ibid, hlm. 37
[7]
Oemar Hamalik, Manajemen
Pengembangan kurikulum, 33
[8]
Imron Fauzi, Manajemen
Pendidikan, hlm. 39
[9] Ibid, hlm. 41
[10] Ibid, hlm. 43
[11] Ibid, hllm. 43-44
[12] Ibid, hlm.44
[13] Oemar Hamalik, Manajemen
Pengembangan Kurikulm, hlm. 17-18
[15] Omar Mohammad Al-Toumy
Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung (Jakarta:
Bintang Bulan, 1997), hlm. 478
[16] Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan
Islam (Jakarta: Kencana Perdamedia Group, 2006), hlm. 122
[17] Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu
Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 167
[18]
Departemen Agama RI, Al-Qur,an
dan Terjemahannya (Bandung: Raudhatul Jannah, 2010), hlm. 597
[19] Mujamil Qamar, Manajemen
Pendidikan Islam (Bandung: Erlangga, 2013), hlm. 151
[20] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, hlm.
11
[21] Abdullah Idi, pengembangan
kurikulum teori dan praktik (Jakarta: Ar-Ruzz media, 2010), hlm. 208
[22] Ibid, hlm. 206
[23] Ibid, hlm. 207
[24] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, hlm. 12
[25] Muhaimin, hlm. 10
[26] Al-Syaibani, Falsafah
Pendidikan Islam, hlm. 520-522
[27] Moh. Haitami Salim dan Syamsul
Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),
hlm. 206
[28] Muhaimin, pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam, hlm. 140
[29] Abdullah Idi, Pengembangan
Kurikulum, hlm. 203
[30] Nik Haryati, Pengembangan
Kurikulum PAI, hlm. 82
[31]
Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum PAI, hlm. 164
[32] Ibid, hlm. 173
[33] Rusman, Manajemen Kurikulum
(Jakarta: Rajawali Pres, 2012), hlm. 453
[34] Ibid, hlm. 454
[35] Ibid, hlm. 457
[37] Ibid, hlm. 406
[38] Ibid, hlm. 415
[39] Muhaimin, Pengembangan
Kurikulum, hlm. 11
[40] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Praktik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar