Selasa, 06 September 2016

KECERDASAN MAJEMUK (MULTIPLE INTELEGENCES) ALA HOWARD GARDNER

Pendahuluan
            Secara tradisional, kecerdasan dimaknai sebagai kemampuan untuk menjawab berbagai jenis tes kecerdasan, sehingga secara tradisional, seorang siswa atau pelajar dianggap cerdas, jika dia mampu menjawab soal-soal ujian dan mendapatkan rangking pertama di antara teman-teman sekelasnya. Kata cerdas teraplikasikan pada individu yang patuh, bertingkah laku yang baik, pendiam, mudah beradaptasi dan dilengkapi oleh beberapa kekuatan ajaib (308).[1] Padahal, kecerdasan juga menyangkut kemampuan manusia untuk menyelesaikan masalah atau produk mode yang menjadi konsekuensi dalam budaya masyarakat tertentu (34).
            Salah seorang peneliti yang menggagas paradigma baru tentang kecerdasan adalah Howard Gardner, psikolog yang mengajar di Universitas Harvard Amerika Serikat. Penulis Frame of Minds –buku yang menjadi karya tulis pertamanya tentang Multiple Intelligences- ini berusaha mengidentifikasi jenis-jenis kecerdasan yang dimiliki manusia, di mana jika kemampuan identifikasi jenis-jenis kecerdasan ini dimiliki oleh seorang guru dalam proses pembelajaran di dalam kelas, maka akomodasi terhadap kepentingan murid dan dorongan untuk dapat sukses sesuai dengan orientasi pembelajaran anak secara individu dapat dilakukan.
            Catatan ini berusaha membedah identifikasi Gardner atas jenis-jenis kecerdasan tersebut dan bagaimana implikasi teori tersebut dalam pengembangan proses pembelajaran anak didik ke depan.

Importance Of Topic; Dikotomi Uniformity School dan Individual Based-School
            Persoalan terbesar yang terasa masih mengganjal dalam diri para penyelenggara pendidikan formal di sekolah adalah dikotomi antara Uniformity School  (Sekolah Seragam) dan Individual Based-School (Sekolah yang berpusat pada individu). Para pendukung uniformity school yakin bahwa ada sekumpulan kompetensi dasar dan badan pengetahuan inti yang harus dikuasai oleh setiap individu dalam masyarakat. Maka, sekolah didirikan sedemikian rupa untuk memastika siswa yang paling berbakat dapat naik sampai ke puncak dan sebanyak mungkin individu menguasai kemampuan dasar seefisien mungkin, sehingga harus pula ada kurikulum, metode pengajaran dan metode penilaian standar yang sama bagi seluruh siswa. Kelemahannya adalah standar kompetensi hanya satu, sebagian besar siswa akan menjadi tidak berkompeten dan menguntungkan sekelompok kecil kecerdasan.
            Gardner sendiri mendukung kelompok kedua, yakni Individual Based-School, karena dua alasan besar, yakni: (1) Rekomendasi ahli Neurobiologi yang menyatakan bahwa sistem syaraf manusia mengalami perbedaan yang amat besar, sehingga individu pun berbeda dengan individu lain dan pendidikan harus dipahat sedemikian rupa untuk tetap resposif terhadap perbedaan ini, (2) Tidak ada individu yang dapat menguasai satu cabang pengetahuan dengan lengkap, apalagi dalam rentang disiplin dan kompetensi.
            Maka, Gardner menggagas cara yang nyaman untuk menggambarkan Individual Based-School, yakni dengan menggambarkan sekumpulan peran yang akan dilaksanakan dalam satu sistem sekolah. Ada tiga peran besar menurut Gardner, yakni Spesialis Penilaian,[2] Pialang Siswa-Kurikulum[3] dan Pialang Siswa-Masyarakat.[4] Perhatian atas sifat-sifat dan potensi siswa menurut ketiga peran di atas paling tidak juga tergantung pada keterpaduan empat faktor, yakni penilaian, kurikulum, partisipasi keteram pilan dan pendidikan guru dan perkembangan profesional.
Menurut Gardner, tidak ada yang lebih penting dalam karir pendidikan seorang siswa ketimbang menjumpai disiplin atau seni yang cocok dengan gabungan kecerdasan tertentu, berupa kegiatan berharga dari usaha siswa selama bertahun-tahun, atau bahkan seumur hidup. Individual Based-School sama sekali tidak berkonotasi pada egosentrisme (keberpusatan hanya pada diri sendiri), melainkan hanya ingin menganggap serius kecenderungan, minat dan sasaran setiap anak serta memaksimalkan kemungkinan membantu anak dalam mewujudkan potensi tersebut.

Kajian Pustaka/ Survey Literatur (Prior Research On Topic)
Di Paris tahun 1900, Alfred Binet menemukan tes kecerdasan ala IQ (Intellectual Quotient). Selain itu, sedikit sekali di dunia Barat ada orang yang selalu mengandalkan penilaian intuitif untuk mengukur seberapa cerdas orang lain (19). Arthur Jensen, Psikolog Amerika menyarankan untuk mencermati waktu reaksi untuk menilai kecerdasan. Sedang Hans Eysenck, Psikolog Inggris menyarankan agar peneliti kecerdasan dapat langsung mencermati gelombang otak secara langsung. Sementara, di Amerika Henry Goddard (1919) bekerja dengan individu terbelakang, Lewis Terman (1916) menguji siswa yang normal dan “cerdas” di California dan Robert Yerkes (1921) mendesain tes yang akan diberikan kepada calon tentara dalam PD I.
            Teori Pengaruh Jean Piaget (Teori yang memandang bahwa semua pemikiran manusia sebagai usaha keras menuju pemikiran ilmiah ideal). Menurut Piaget, seorang anak melewati tahap kualitatif yang berbeda, yang disebutnya sebagai sensorimotor, pra-operasional, operasional konkret dan operasional formal. Seorang anak pada satu tahapan bidang pengetahuan akan berada pada tahap yang sama dalam pengalaman bidang pemikiran yang lain. Namun, perkembangan antar tahap bersifat tidak halus, tidak linier dan tidak bebas penyimpangan.
            Gardner juga mengutip teori kecerdasan triarchic (tiga serangkai) Sternberg (1985, 1988), yakni (1) dunia internala individu (komponen pemrosesan informasi dari metakognitif, prestasi dan komponen pengetahuan yang diperoleh), (2) dunia eksternal individu (kemampuan individu untuk beradaptasi dan membentuk lingkungan yang ada, atau memilih lingkungan yang baru) dan (3) pengalaman individu di dunia (bagaimana individu menghadapi pengalaman baru dan mengotomatiskan pemrosesan informasi (182).

Kerangka Teori (Theoretical Framework)
            Secara teoretik, MI dibingkai oleh asal usul biologis dari setiap keterampilan menyelesaikan masalah, karena ada pertimbangan atas beberapa bukti dari beberapa sumber dan data yang berbeda-beda, yakni:
1.      Perkembangan normal dari individu yang berbakat.
2.      Rusaknya keterampilan kognitif dengan kondisi otak yang rusak
3.      Penelitian tentang populasi luar biasa, termasuk pribadi sangat cerdas di bidang tertentu, namun nyaris tidak memahami bidang lain (Idiot Savant dan Penderita Autisme).
4.      Evolusi proses belajar dalam beberapa milenium
5.      Pertimbangan proses belajar lintas budaya
6.      Penelitian psikometrik, termasuk pemeriksaan korelasi antar tes.
7.      Penelitian pelatihan psikologis untuk mengukur transfer dan generalisasi lintas tugas (34-5)
Dalam kritik teorinya, Gardner menyatakan bahwa teori kecerdasan majemuk memang konsisten dengan banyak bukti empiris, namun sayangnya, teori ini (sampai saat buku ini ditulis, persn.) belum pernah menjadi subyek bagi tes percobaan serius dalam psikologi. Dalam bidang pendidikan, aplikasi dari teori ini sedang diteliti dalam banyak proyek di Amerika (58-9).
Dalam hubungannya dengan kecerdasan, Gardner membedakan dan meneliti empat prinsip yang berbeda dalam tahap-tahap perkembangan individu, yakni;
a.       Usia 5 tahun. Pada masa ini, seorang anak mulai mengembangkan teori dan konsep yang luar biasa tentang keadaan dunia, baik dunia fisik dan dunia orang lain. Ada pula pengembangan kompetensi paling awal dalam sistem simbol dasar manusia, seperti bahasa, angka, musik, gambar dua dimensi dan lain sebagainya. Gardner menyebut proses yang terjadi di masa ini sebagai proses “Kristalisasi Pengalaman”.
b.      Usia 10 tahun. Seorang anak mulai memiliki sikap yang amat berbeda dalam periode ini terhadap peluang dalam budaya mereka. Dengan keinginan untuk mengetahui aturan permainan, keberadaan pemikiran dan sensitivitas di bidang tersebut tumbuh subur, sehingga periode sekolah awal ini dapat berfungsi sebagai pelatihan menuju keahlian di bidang pemikiran spesifik menurut cara suatu budaya. Kondisi ke arah kreativitas tergantung pada susunan dan sifat-sifat kepribadian serta keadaan demografi.
c.       Periode Akil-Baligh (15-25 tahun). Periode ini adalah saat kritis yang menentukan perkembangan bakat seseorang. Inidividu yang tekun bekerja selama satu dekade dalam satu bidang pemikiran kemungkinan akan memperoleh tingkat keahlian dan dapat memilih untuk terus memberikan kontribusi pada tingkatan sedang di bidang pemikiran yang ditekuninya untuk masa depan yang dapat diperkirakan.
d.      Praktisi Matang (26-35 tahun). Periode ini adalah akhir dari perkembangan bakat manusia. Menurut Gardner, individu kreatif mempunyai kepribadian yang konsisten, apapun perbedaan bidang pemikiran mereka.
Walau diakuinya masih banyak jenis kecerdasan yang masih belum teridentifikasi, dalam buku ini Gardner merumuskan tujuh jenis kecerdasan majemuk sebagai berikut:[5]



No.
Jenis Kecerdasan
Definisi, Historical Background, Uraian Tambahan dll
Letak Proses Kerja dalam Otak
1.
Kecerdasan Linguistik (Word Smart)
Kecerdasan yang terfokus pada kepekaan pada sifat bunyi bahasa (speaking, listening, reading and writing), termasuk puisi. Siswa yang menguasai kecerdasan ini relatif berhasil dalam pembelajaran dengan metodologi tradisional dalam kelas klasikal.
Daerah Broca pada otak kiri yang bertanggung jawab menghasilkan kalimat yang benar secara grammatikal
2.
Kecerdasan Logika-Matematika (Logical Smart)
Dengan kecerdasan ini, siswa memiliki kemampuan menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan angka/ bilangan dan sebab-akibat. Pada diri orang berbakat, proses penyelesaian masalah seringkali berlangsung amat cepat (pecatur dan ilmuwan). Kecerdasan model ini bersifat non-verbal (Fenomena Eureka).[6]
Otak kiri

3.
Kecerdasan Ruang (Visual/ Spatial Smart)
Kecerdasan ini digunakan dalam pengamatan secara visual, seperti dalam navigasi, sistem pencatatan peta dan visualisasi benda dari sudut yang berbeda (shooting film) dan permainan catur. Ada kemampuan membuat image yang sedang dibicarakan untuk membangun pengertian.
Otak bagian kanan[7]
4.
Kecerdasan Musik (Musical Smart)
Kecerdasan yang terfokus pada reaksi yang kuat dalam mengukur tinggi-rendahnya nada dan kemajuan yang tepat dalam memainkan instrumen ini berperan penting dalam menyatukan masyarakat di Zaman Batu (Paleolitikum)
Otak bagian kanan
5.
Kecerdasan Gerakan Badan (Kinestetik/ Body Smart)
Terdiri dari kemampuan menggunakan badan untuk beraktivitas dan menyatakan emosi (dansa), melakukan permainan (olahraga) dan menciptakan produk baru (menemukan penemuan).
Korteks Motoris (Kulit Otak) dengan setiap belahan otak mendominasi/ mengendalikan gerakan badan yang berada di sisi yang berlawanan
6.
Kecerdasan Antar Pribadi (Interpersonal Smart/ People Smart)
Dibangun di atas kemampuan untuk mengenali perbedaan, khususnya suasana hati, temperamen, motivasi dan kehendak, sehingga mudah bergaul dengan banyak orang. Bukti biologis dari kecerdasan ini ada pada dua faktor, yakni: 1) panjangnya masa anak-anak dari primata (hubungan dekat dengan ibu) dan 2) faktor interaksi sosial.
Otak bagian depan dan belakang[8] (Lobus Temporal).
7.
Kecerdasan Intra Pribadi (Intrapersonal Smart/ Self Smart)
Kecerdasan yang membuat seseorang dapat berdialog dengan dirinya sendiri, termasuk nilai-nilai, perasaan dan gagasannya sendiri. Pengetahuan aspek internal individu dengan mempunyai model hidup yang efektif bagi dirinya sendiri.
Otak bagian depan dan atas[9] (Lobus Prefontal)

Limitations And Key Assumption

Kajian yang dilakukan Gardner ini merupakan interdisciplinary studies (Studi Interdisipliner) yang mengintegrasikan antara disiplin-disiplin psikologi, Neuro-Sains dan teknologi pembelajaran. Namun, wilayah kajian ini oleh Gardner sendiri disebutkan berada dalam disiplin Neuropsikologi.
Kecerdasan dimaknai sebagai kemampuan umum yang ditemukan dalam berbagai tingkat dalam setiap individual sebagai kunci sukses dalam menyelesaikan masalah (32). Bentuknya berupa kompetensi kognitif (belajar dan memahami) yang terdiri atas sekumpulan kemampuan, bakat atau keterampilan mental, di mana semua individu normal memiliki kecerdasan ini dalam tingkatan dan kombinasi yang berbeda-beda. Dari perspektif ini, Gardner menyebutkan bahwa kecerdasan (Intelligence) adalah potensi biopsikologis, karena ia berkaitan dengan output yang pertama kali ditentukan oleh faktor genetik yang diwarisi seorang individu dan sifat-sifat psikologis yang dimilikinya, mulai kekuatan kognitif hingga kecenderungan dalam kepribadian. Dari perspektif biopsikologis, seorang individu diteliti kemampuan, kecenderungan, nilai-nilai dan sasarannya, termasuk pertimbangan genetik, substrat neurologi dari tingkah laku, kekuatan kognitif, sifat dan disposisi temperamental (83-4).

KECERDASAN SEBAGAI POTENSI BIOLOGIS
=
FAKTOR GENETIK + FAKTOR LINGKUNGAN

Implikasi Teori (Contribution To Knowledge)
Penelitian Gardner yang berdasar pada kecerdasan sebagai kemampuan manusia menyelesaikan masalah menunjukkan bahwa kemajemukan bakat manusia sampai pada tingkat yang signifikan tidak saling bergantung satu sama lain (Not Interdepend each other, but integrated), misalnya seseorang yang mempunyai kecerdasan tinggi di bidang logika-matematika tidak serta merta memerlukan kecerdasan musik atau bahasa dengan tingkat yang setara tingginya. Namun demikian, faktor eksternal berupa tingkat peran budaya ikut menentukan tingkat kebutuhan seseorang terhadap kecerdasan yang bersifat kombinatif, seperti kecerdasan memainkan biola juga membutuhkan kecerdasan kinestetik dan antar pribadi dalam berhubungan dengan penonton.
Apa yang dihasilkan Gardner dalam teori kecerdasan majemuknya membentuk implikasi pendangan, baik secara teoretik maupun praktis, yang secara garis besar dapat dipetakan dalam tiga model implikasi, yakni:
a)      Tahap-tahap perkembangan natural dari kecerdasan
Pada awalnya, kecerdasan diawali dengan kemampuan membuat pola dasar, seperti membedakan tinggi rendahnya nada dalam kecerdasan musik atau memahami pengaturan tiga dimensi dalam kecerdasan ruang. Tahap berikutnya, kecerdasan memiliki kemampuan beradaptasi dengan sistem simbol, seperti bahasa diikuti oleh kalimat dan cerita, nada menjadi musik dan lagu, konsep ruang lewat lukisan, kinestesi menjadi dansa dan sebagainya. Selanjutnya, bersamaan dengan kemajuan yang terus berkembang, kecerdasan dan sistem simbol direpresentasikan dalam sistem penulisan (written tradition). Matematika, Not Balok, Bahasa Sandi adalah sistem turunan simbol kedua di atas kertas yang biasanya dapat dikuasai melalui jalur pendidikan formal. Perkembangan terakhir dapat dilihat pada periode akil-baligh melalui pengembangan diri melalui profesi dan hobi, seperti penguasaan kemampuan matematika yang mencapai kematangan ekspresi pada peran sebagai akuntan, kasir, matematikawan dan lain sebagainya.
Periodisasi tahap-tahap perkembangan kecerdasan di atas juga berimplikasi melihat individu dalam dua oposisi binear, yakni individu yang “menjanjikan” dan individu yang “beresiko”. Asumsi dasarnya adalah setiap individu manusia dapat mengambil bagian dari setiap jenis kecerdasan sampai pada tahap tertentu, namun mereka dinyatakan “menjanjikan”, jika mendapatkan karunia kemampuan dan keterampilan inti dari kecerdasan tersebut dan dinyatakan “beresiko” jika mereka dianggap gagal karena tidak adanya bantuan khusus.
b)      Tahap-tahap perkembangan dalam pendidikan
Perbedaan manifestasi kecerdasan pada masing-masing tingkat perkembangan memunculkan pemikiran tentang perlunya penilaian dan pemeliharaan melalui media dan metode pendidikan yang tepat, karena masing-masing media dan metode pendidikan yang tepat pada satu periode akan menjadi tidak tepat bagi periode yang lain. Pada masa pra-sekolah dan sekolah awal, perintah harus menekankan peluang, karena pada masa ini, anak-anak harus dapat menemukan sesuatu yang menarik dan kemampuan khas bagi mereka sendiri. Sedangkan pada usia sekolah, beberapa penguasaan sistem penulisan sangat penting untuk masyarakat kita. Dua masalah yang dibaca Gardner dalam wilayah ini adalah a) bagaimana menemukan bentuk yang tepat, karena pengajaran dalam kelompok dapat bermanfaat dalam suatu keadaan dan merugikan dalam keadaan yang lain, dan b) bagaimana memadukan hubungan antara pengetahuan praktis dan pengetahuan yang melekat pada sistem simbolik dan sistem penulisan.
Pada masa akil-baligh, siswa harus dibantu memilih kariernya, baik kependidikan maupun profesionalnya. Tugas ini menjadi sangat kompleks, karena sikap kecerdasan berinteraksi dalam peran budaya yang bervariasi, seperti menjadi dokter membutuhkan kecerdasan logika-matematika. Namun, dokter umum lebih membutuhkan kecerdasan antar pribadi yang kuat, sedang dokter bedah lebih membutuhkan kecerdasan kinestetik.
Dalam pengajaran praktis, analisis di atas dapat dikembangkan dalam dua bidang, yakni peran pengajaran dalam hubungannya dengan manifestasi perubahan kecerdasan di sepanjang fase-fase perkembangan dana evaluasi pengajaran dengan memperhatikan fase-fase perkembangan kecerdasan tersebut. Siswa akan benar-benar dapat mengambil manfaat dari pengajaran dan pelatihan, jika kedua produktif dan cocok dengan tempat spesifik mereka dalam kemajuan perkembangan.




[1]Le Vine dan White (1986) mencatat bahwa dalam masyarakat tradisional, kemampuan mempertahankan ikatan sosial masyarakat dalam hubungannya dengan kerjasama untuk memenuhi kebutuhan dasar dipandang sebagai kecerdasan, termasuk mengikuti norma moral masyarakat dalam mempertahankan hubungan sosial dalam kerangka keamanan jangka panjang (333).
[2]Bertugas menyediakan informasi tentang potensi dan kekuatan tertentu secara reguler, sekaligus kecenderungan dan kelemahan para siswa dalam suatu sekolah. Tiga kriteria penilaian, yakni (1) harus adil terhadap kecerdasan, (2) harus dikembangkan dengan memadai dan menggunakan teknik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dalam bidang pengetahuan tertentu dan (3) terkait dengan rekomendasi, nilai, uraian apapun, sekaligus aktivitas yang disarankan untuk dilakukan siswa.
                [3]Bertugas merekomendasikan pelajaran apa yang sebaiknya dipilih siswa berdasarkan laporan tentang profil kecerdasan siswa.
                [4]Bertugas mencari peluang pendidikan untuk siswa dalam masyarakat yang lebih luas. Sasarannya adalah meningkatkan kemungkinan siswa akan menemukan peran profesi/ hobi yang sesuai dengan profil kecerdasan mereka sendiri. Pialang harus menyusun informasi mengenai kesempatan magang, pembimbingan, organisasi masyarkat dan hal-hal lain yang serupa.
                [5]Dalam bukunya yang lain (terbaru), Gardner menyebutkan tiga tambahan kecerdasan baru sehingga menjadi sepuluh, yakni: (8) Kecerdasan Eksistensial (Kecerdasan untuk dapat belajar melalui konteks/ hubungan yang terfokus pada kedudukan manusia dalam big picture keberadaannya di alam semesta. Jenis kecerdasan ini tampak dalam aliran filsafat), (9) Kecerdasan Natural (Kecerdasan yang berkaitan dengan kesenangan pada kegiatan outdoor, binatang dan fieldtrip, termasuk kesenangan menginterpretasikan makna secara berbeda atau memiliki pandangan yang berbeda dengan orang lain pada umumnya) dan (10) Kecerdasan Spiritual (Kecerdasan yang berkaitan dengan hal-hal transenden atau mengatasi waktu serta melampaui kekinian dan pengalaman manusia). Lihat Howard Gardner, Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21th Century, (New York: Basic Books, 1999).
[6]Bersama dengan kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematika konsisten dengan pendirian psikologi tradisional.
[7]Kerusakan pada otak kanan bagian belakang merusak kemampuan menemukan jalan ke suatu tempat, mengenali wajah atau pemandangan dan memperhatikan rincian yang halus.
[8]Alzheimer (Penyakit Otak pada orang tua) yang menyerang zona otak bagian belakang menyebabkan kerusakan berat pada kemampuan menghitung ruang, logika dan linguistik, sedang penyakit Pick yang lebih berorientasi pada otak bagian depan dapat menyebabkan hilangnya keluwesan sosial dengan cepat.
[9]Kerusakan pada otak bagian depan menyebabkan orang mudah tersinggung dan euforia, sedangkan kerusakan di bagian atas dapat menyebabkan sikap acuh tak acuh, lesu, lambat dan apatis (depresi kepribadian). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMUGA BERMAMFAAT