Kamis, 11 April 2013

Landasan Pengembangan Kurikulum


BAB I
PENDAHULUAN
Mengapa kurikulum berkembang ? Kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum akan berjalan[1]. Selain itu marilah kita lihat berbagai dasar yang menyebabkan kurikulum berkembang. Mengapa kurikulum sekolah Indonesia selalu berubah dalam kurun waktu yang singkat ? jawabannya secara singkat dapat dipaparkan sebagai berikut :
Kurikulum didasari atas :
1.      Landasan filosofis
2.      Landasan psikologis
3.      Landasan sosiologis
4.      Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi  
Asas  filsafat di Indonesia yaitu fisafat pancasila, dan hal itu masih merupakan bahan yang ideal.[2] Selama tujuan itu masih abstrak bagi yang akan mencapai sudah barang tentu sulit untuk menghayati. Padahal harapan kita pendidikan pancasila akan menjiwai yang kemudian akan membentuk watak kepribadian bangsa.
Perkembangan psikologi anak Indonesia belum banyak diteliti oleh bangsa Indonesia sendiri secara tuntas. Yang pada dasarnya psikologi anak inilah yang nantinya akan dijadikan dasar-dasar pembelajaran sesuai sesuai yang diharapkan oleh kurikulum yang berlaku.
Kurikulum hendaknya memperhatikan keadaan lingkungan. Seberapa sulit bagi penyusun kurikulum  untuk mengadaptasi lingkungan setempat yang bermacam-macam. Oleh karena itu  agar kurikulum berdasar keadaan sekitar lahirlah kurikulum muatan lokal yang dasarnya pada keadaan lingkungan setempat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia secara jujur diakui masih ketinggalan kalau dibandingkan dengan Negara-negara maju lainnya. Oleh karena itu bahan-bahan yang berupa IPTEK yang dicantumkan dalam kurikulum di Indonesia masih selalu harus dikejar.
Demikian sedikit pengantar dari landasan-landasan kurikulum yang selanjutnya akan dibahas lebih detail dalam sub-sub bab berikutnya.


BAB II
PEMBAHASAN
  A.    Landasan filosof
Filsafat adalah mencari hakikat sesuatu, berusaha menghubungkan antara sebab dan akibat serta melakukan penafsiran atas pengalaman-pengalaman manusia. Berpikir filsafat berarti berpikir secara menyeluruh, sistematis, logis, dan radikal.
Menyeluruh mengandung arti bahwa filsafat bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Sistematis berarti filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada. Logis berarti proses berpikir filsafat menggunakan logika dengan sedalam-dalamnya. Radikal berarti berpikir sampai ke akar-akarnya.
Mekipun demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran relatife. Artinya, kebenaran itu selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban manusia. Kebenaran itu dianggap benar jika sesuai dengan ruang dan waktu, apa yang dianggap benar oleh masyarakat belum tentu benar bagi masyarakat lain meskipun dalam kurun waktu yang sama. Kebenaran filsafat adalah kebenaran yang bergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia. Menurut Plato dan Aristoteles, pernyataan yang dianggap benar itu bersefat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Artinya, kebenaran berfungsi sebagai ukuran antara suatu peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya. Jika cocok berarti benar, dan jika tidak cocok berarti tidak diterima sebagai kebenaran. Kebenaran ini juga berarti kebeneran relative sebab bergantung pada faktor ruang dan waktu[3].
Filsafat dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia jawaban itu merupakan hasil dari pemikiran yang menyeluruh, sistematis, logis,dan radikal.jawaban itu juga di gunakan untuk mengatasi masalah masalah kehidupan manusia,termasuk bidang pendidikan.adapun filsaat yang khusus digunakan atau di terapkan dalam bidang pendidikan disebut filsafat pendidikan.menurut john dewey,pendidikan adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju arah tabiat manusia.dengan demikian,objek pendidikan yang paling utama dan pertama adalah manusia.objek filsafat  juga adalah manusia. Persamaan objek ini menimbulkan pemikiran dan disiplin ilmu baru yaitu filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi teori pendidikan dan pandangan filsafat tentang pengalaman manusia dalam bidang pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan, joe park mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah “attepting to answer some ultimate question conceming education” filsafat diartikan juga sebagai teori umum pendidikan dan landasan dari semua pemikiran tentang pendidikan. Jika dikaitkan dengan persoalan pendidikan secara luas maka filsafat pendidikan merupakan arah dan pedoman bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan
Secara umum, ruang lingkup filsafat adalah semua permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitar. Hal ini juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan, sedangkan secara khusus, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi :
a)      Hakikat pendidikan
b)      Hakikat manusia
c)      Hubungan antara filsafat, manusia, pendidikan, agama dan kebudayaan
d)     Hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan
e)      Hubungan antara Negara, filsafat pendidikan dan sistem pendidikan
f)       Sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian ruang lingkup filsafat pendidikan adalah semua upaya manusia untuk memahami hakikat pendidikan, bagaimana pelaksanaan pendidikan, dan bagaimana upaya mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang di kehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan malalui pendidikan, segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis peneyelenggaraan pendidikan.
Filsafat boleh jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat realitas, hakikat ilmu pengetahuan, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan, dan hakikat pikiran,[4] oleh karena itu, landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan filsafat pengembangan kurikulum dari satu sistem pendidikan berbeda dengan sistem pendidikan yang lain. Juga landasan filsafat pengembangan kurikulum dari suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain. Perbedaan tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang majmuk. Untuk landasan filsafat pengembangan kurikulum di Indonesia secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar yang merupak falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni panca sila.
Setiap Negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya, landasan filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah panca sila yang terdiri atas lima sila yaitu[5]:
1.      Ketuhanan yang mahaesa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan implikasinya bagi pengembangan kurikulum adalah
a)      Nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan sifat  kajian filsafat,
b)      Kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moral yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan, memilih dan mengembangkan isi/bahan kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem evaluasi.
Tujuan menjadi faktor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya memberikan arah kemana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai acuan dan gambaran dalam memilih dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran dan sistem evaluasi. Secara umum tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai, tangguh dan mandiri, kreatif dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan kata lain, tujuan pendidikan tersebut berkaitan dengan kebutuhan peserta didik secara individual, kepentingan profesional, dan kebutuhan sosial.
  B.     Landasan psikologis
Pendidikan pada dasarnya dalah mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik agar menjadi orang yang dapat memberikan peran dan tanggungjawab bagi kehidupan masyarakat. Pendidikan diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa peserta didik dapat dididik, diajar, dan dibimbing. Peserta didik dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norama-norma, dapat mempelajari dan menguasai macam-macam keterampilan. Sudah tentu kegiatan ini mengharuskan untuk bagaimana proses belajar berlangsung serta dalam keadaan bagaimana belajar itu memberikan hasil yang sebaik-baiknya tentunya ini terkait dengan kurikulum. Bagaimana seharusnya kurikulum dapat di rencanakan, di tetapkan, dan diemplemintasikan, dengan seefektif mungkin.
Belajar merupakan proses peserta didik untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Kemampuan peserta didik untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan satu dengan lainnya. Belajar memiliki makna yang besar, baik bagi dirinya maupun masyarakat. Bagi dirinya kemampuan untuk belajar secara terus menerus akan memberikan kontribusi dan peran terhadap pengembangan jualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi kegenerasi.[6]
Sebagai karakteristik belajar merupakan aktivitas yang terus dilakukan oleh peserta didik sepanjang hidupnya, bahkan sering disebut dengan tiada hari tanpa belajar. Belajar tidak bisa kita pahami hanya kekedar aktivitas yang terjadi dilingkungan sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Sudah tentu belajar dapat membawa perubahan, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Dan dengan perubahan tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan hidup dan dapat menyesesuaikan diri dengan lingkungan.
Selain itu, belajar ditandai dengan adanya perubahan baik yang berkaitan dengan ranah kognitif, afektif maupun psikomotorik.[7] Perubahan itu Nampak dengan adanya perubahan tingkah laku (behavior change). Artinya hasil belajar hanya dapat diamati dengan tingkah laku, yaitu perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari tidak baik menjadi baik. Perubahan tingkah laku dihasilkan oleh latihan atau pengalaman. Latihan atau pengalaman itu memberikan penguatan, sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.
Oleh karena itu, kegiatan belajar yang merupakan implementasi dari adanya kurikulum dilembaga pendidikan muntut bahwa perencanaan kurikulum harus bersifat luwes (fleksibel) dan menyediakan suatu program yang luas guna pengembangan berbagai pengalaman belajar. Kurikulum harus dikembangkan berdasarkan latar belakang psikologis peserta didik dan keseluruhan lingkungannya, agar pengalaman belajar yang diperolehnya mempunyai makna dan tujuan. Pengembangan kurikulum hendaknya memberikan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan penyesuaian diri dan pengembangan kepribadian. Kurikulum disusun dan dilaksanakan dengan memperhatikan kesiapan peserta didik, karena hal ini mempengaruhi proses pendidikan.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum hendaknya memungkinkan partisipasi aktif dan tanggungjawab peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok. Penyusunan kurikulum hendaknya terdiri dari unit-unit yang luas dan menyeluruh, serta memadukan pola pengalaman yang bermakna dan bertujuan. Dalam proses penyusunan dan pelaksanaan kurikulum diberikan serangkaian pengalaman, yang melibatkan guru dan peserta didik secara bersama, sehingga diharapkan akan mendorong keberhasilan belajar peserta didik.
  C.    Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum. Kurikulum pada dasarnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu merupakan keharusan kurikulum yang disusun dan dilaksanakan di lembaga pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat. Karena masyarakat merupakan pengguna out put pendidikan.
Peserta didik sebagai sasaran pendidikan, secara sosiologis dipandang adanya hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu dengan masyarakat. Unsure sosial ini merupakan aspek individu yang dimiliki sebagai potensi dan anugrah dasar dari al-Khaliq tuhan pencipta alam semesta. Karena itu aspek sosial melekat pada diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalan hidup peserta didik agar menjadi matang.
Proses pendidikan diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan manusia. Untuk mewujudkan cita-cita itu, pendidikan membutuhkan bantuan sosiologi. Yang mana konsep atau teori sosiologi member petunjuk kepada guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina peserta didik agar bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman.
Sosiologi pendidikan dipandang sebagai sosiologi khusus yang membahas sosiologi yang terdapat pada pendidikan. Sosiologi pendidikan meliputi :
a)      Interaksi guru dengan peserta didik
b)      Dinamika kelompok dalam kelas dan di organisasi intra sekolah
c)      Struktur dan fungsi pendidikan, dan
d)     Sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.
Sosiologi dan sosiologi pendidikan saling terkait. Keterkaitan itu dapat dilihat bagaimana bagian-bagian sosiologi memberi bantuan pada pendidikan dalam wujud sosiologi pendidikan. Pertama-tama adalah tentang konsep proses sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk interaksi atau hubungan tertentu. Proses sosial atau sosialisasi ini menjadikan seseorang atau kelompok yang belum tersosialisasi atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi. Artinya mereka semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dan sebagainya.
Proses sosialisasi dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu menjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh empat faktor. Yaitu :
1)      Imitasi, atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula negative,
2)      Sugesti, akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa, berwenang, atau mayoritas.
3)      Identifikasi, yaitu berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara sadar maupun di bawah sadar.
4)      Simpati, adalah faktor terakhir dalam proses sosial. Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain, dengan faktor persaan yang memegang peranan penting dalam simpati.
Proses sosial ini ada kalanya disebabkan atau didasari oleh salah satu atau beberapa faktor tersebut, tetapi sering pula terjadi didasari oleh keempat faktor itu secara berturut-turut.
Dapatlah ditegaskan bahwa pengembangan kurikulum perlu memperhatikan aspek sosiologis. Sosiologis menunjukkan pentingnya kegiatan sosialisasi peserta didik dalam pendidikan.
Salah satu tujuan pendidikan[8] adalah untuk mempersiapkan peserta didik hidup dalam kehidupan masyarakat. Asumsinya adalah peserta didik berasal dari masyarakat, dididik oleh masyarakat, dan harus kembali kemasyarakat. Ketika peserta didik kembali kemasyarakat tentu ia harus dibekali dengan sejumlah kompetensi, sehingga ia dapat berbakti dan berguna bagi masyarakat. Kompetensi yang dimaksud adalah sejumlah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman belajar di sekolah. Kegiatan dan pengalaman belajar tersebut di organisasi dalam pendekatan dan format tertentu yang disebut dengan kurikulum. Berdasarkan alur pemikiran ini, maka sangat logis jika pengembangan kurikulum berlandaskan pada kebutuhan masyarakat. Di samping itu, dasar pemikiran lain adalah kurikulum merupakan bagian dari pendidikan, dan pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Dengan demikian sangat wajar apabila pengembangan kurikulum harus memperhatikan kebutuhan masyarakat dan harus ditunjang oleh masyarakat.
Satu hal lagi, Emile Durkheim tokoh sosiologi yang terkenal dari prancis sekaligus orang pertama yang menganjurkan agar dalam mempelajari pendidikan digunakan pendekatan sosiologi. Menurut Durkheim pendidikan adalah suatu fakta sosial (social fact), karenanya menjadi objek studi sosiologi.
  D.    Landasan llmu pengetahuan dan teknologi
Penting kiranya terlebih dahulu kita membahas pengertian bebearapa istilah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu teori, ilmu, pengetahuan dan teknologi. Teori adalah seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau proposisi yang selalu berhubungan. Sedangkan fungsi teori adalah mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksim dan memadukan.
Kata ”ilmu” berasal dari bahasa Arab ‘alama, yang berarti pengetahuan. Dalam bahasa Indonesia, kata ilmu sering diidentikkan dengan sains (science) yang berarti ilmu, bahkan sering disatukan dengan kata “pengetahuan”  pada awalnya, manusia mencari pengetahuan berdasarkan fakta yang terlepas-lepas, tidak sistematis, dan tidak menggunakan teori yang jelas. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan, mulailah manusia menyusun teori tentang berbagai hal sesuai dengan fakta yang ada. Dalam perkembangannya, fakta dan teori tersebut digunakan juga untuk memahami fenomena lain yang didukung oleh pengalaman. Akhirnya menjadi pengetahuan yang logis dan sistematis. Inilah yang disebut dengan ilmu pengetahuan (science).
Teknologi pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan (technology is application of science). Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan budaya manusia. Salah satu indikator kamajuan peradaban manusia dapat diukur dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan tujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk teknologi tidak selalu berbentuk fisik, seperti computer, televisi, radio dan sebagainya. Tetapi ada juga non-fisik, seperti prosedur pembelajaran, sistem evaluasi, teknik mengajar dan sebagainya. Produk teknologi tersebut banyak digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap proses dan hasil pendidikan. 
Ilmu pengetahuan dan teknologi terbentuk karena adanya karya-karya pikir manusia. Mengingat sifatnya yang objektif dalam menanggapi fenomena-fenomena alam, baik mengenai benda-benda, makhluk hidup maupun mengenai kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bentuk informasi mudah meresapi kebudayaan yang ada di setiap masyarakat yang terjangkau, atau yang dapat menjangkaunya.


BAB III
PENUTUP
  A.    Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa landasan yang diantaranya yaitu :
1.      Landasan filosofis, pengembangan kurikulum harus berlandaskan filosofis karena Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang di kehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan malalui pendidikan, segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan filosofis peneyelenggaraan pendidikan.

2.      Landasan psikologis. Kurikulum harus dikembangkan berdasarkan latar belakang psikologis peserta didik dan keseluruhan lingkungannya, agar pengalaman belajar yang diperolehnya mempunyai makna dan tujuan. Pengembangan kurikulum hendaknya memberikan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan penyesuaian diri dan pengembangan kepribadian. Kurikulum disusun dan dilaksanakan dengan memperhatikan kesiapan peserta didik, karena hal ini mempengaruhi proses pendidikan.
3.      Landasan sosiologis, bahwa peserta didik akan hidup dalam kehidupan masyarakat. Asumsinya adalah peserta didik berasal dari masyarakat, dididik oleh masyarakat, dan harus kembali kemasyarakat. Ketika peserta didik kembali kemasyarakat tentu ia harus dibekali dengan sejumlah kompetensi, sehingga ia dapat berbakti dan berguna bagi masyarakat. Sekolah untuk mencapai hal itu telah terorganisasi dalam pendekatan dan format tertentu yang disebut dengan kurikulum. Berdasarkan alur pemikiran ini, maka sangat logis jika pengembangan kurikulum berlandaskan pada kebutuhan masyarakat.
4.      Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan budaya manusia. Salah satu indikator kamajuan peradaban manusia dapat diukur dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan tujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk teknologi banyak digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap proses dan hasil pendidikan. 
DAFTAR PUSTAKA
Dakir. Perencanaan dan pengembangan kurikulum. Jakarta;rineka cipta, 2004
Dimyati & Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta;rineka cipta, 2009
Muchlis sholichin,dkk. Penjamininan Mutu Pembelajaran.pamekasan; stain pemekasan press,2010.
Oemar hamalik. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta; bumi aksara,2008
Saiful arif. Pengembangan Kurikulum. Pamekasan; stain pamekasan press,2009
Zinal Arifin, bandung;Remaja Roda karya.2011



[1] Dimyati & Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta;rineka cipta, 2009) hal. 265
[2]  Dakir. Perencanaan dan pengembangan kurikulum. (Jakarta;rineka cipta, 2004) hal. 58
[3] Zinal Arifin, bandung; (Remaja Roda karya.2011) hal. 48
[4] Ibid. hal. 269
[5] Ibid. hlm 51
[6] Saiful arif. Pengembangan Kurikulum. Pamekasan (stain pamekasan press,2009) hal 25
[7] Ibid. hal 25
[8] Ibid. hlm 65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMUGA BERMAMFAAT