Senin, 11 Februari 2013

makalah filsafat pendidikan



PENGERTIAN PENDIDIKAN MENURUT PERSPEKTIF
IBNU MISKAWIEH
                                                         MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat pendidikan

Di susun Oleh:
-------------------------
 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN   JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI BAHASA ARAB


KATA PENGANTAR


Segala puji bagi allah yang telah memberi rahmat dan hidayahnya sehingga. saya bisa menyelesaikan tugas ini.
Shalatan wasalaman dihaturkan kepada sang baginda kita yaitu, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita kealam yang penuh cahaya yaitu, dinul islam.
Dan tak lupa pula saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada kepada bapak dosen yang telah mendidik dan memberikan dorongan kepada saya sehingga, saya bisa melaksanakan atau mengumpulkan tugas ini . Tak lupa juga kepada teman-teman yang telah ikut serta berpartisipasi dalam  penyelesian makalah ini. Dan semuga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita bersama khususnya kepada saya pribadi.
BAB 1
PEMBAHASAN

A.  RIWAYAT HIDUP IBNU MISKAWAIHI
   Nama lengkapnya Abu Ali Al-Khazin Ahmad ibn Muhammad Ya'kub dikenal dengan gelar Ibnu Miskawaihi. Wafat pada tanggal 9 Safar 421 H. Dia berdarah Persi yang hidup tumbuh dan berkembang tengah-tengah masyarakat elite Arab. Memang orang Persi pada masa mula perkembangan Islam banyak yang menjadi pejabat pemerintahan Arab Islam. Diantaranya adalah Abu Muhammad Abdullah ibnu Maqaffa' wafat tahun 142 H. Orang Arab dalam menyelenggarakan pemerintahan mengangkat orang-orang Persi yang memang mereka itu pilih tanding dalam intelektual, penguasaan ibnu bahasa, hikmah dan sejarah. Ibnu Miskawaihi salah seorang intelektual mereka, pakar dalam ilmu sejarah, banyak melahirkan karya tulis.
         Dan ada yang mengatakan beberapa pendapat tentang ibnu miskawih”Betulkah dia seorang Majusy lalu kemudian masuk Islam?”  Seperti dikatakan Yaqut dalam kitabnya Mu'Jamul Adibba, diikuti pula oleh jurji Zaidan dalam bukunya Tarikh Al Adabil Arabiyah dan Lutfi Jum'ah dalam Tarikh Falasifatil Islam. Dr. Yusuf Musa dengan tegas menolak pendapat ini. Tidak mungkin katanya, orang bisa masuk Islam tetapi pemikiranya demikian luas seperti filosof-filosof Islam lainnya. Yang benar barangkali neneknya beragama Majusy kemudian masuk Islam.2 Demikian pula dilihat dari nama bapaknya "Muhammad" menunjukkan bahwa dia seorang muslim. Mungkin dulu ayahnya beragama Majusy lalu masuk Islam dan mengambil nama Muhammad.3 Apakah Miskawaihi atau Ibnu Miskawaihi adalah laqob (gelar) yang diberikan kepada Abu Ali Ahmad Ibnu Muhammad ini? Miskawaihi, adalah nama rumpun keluarga (trah).4 Dr. Yusuf Musa memilih Miskawaihi berdasarkan nama yang diberikan oleh sejarawan-sejarawan Islam yang sezaman dengan Ibnu Miskawaihi seperti Abu Hayyan at Tauhidy, Yaqut dll.
        Ibn Miskawaihi berpindah-pindah mengabdi dari satu pejabat ke pejabat tinggi lainnya, di dalam pemerintahan Bani Buwaihi sampai wafatnya tahun 421 H di Asfahan dalam usia 91 tahun.5 Karya-karya Ibnu Miskawaihi antara lain :
• Tajarib Al-Umam
• Ta'qub Al-Himam
• Thaharat Al-Nafs
• Adab Al-Arab wa Al-Firs
• Al-Fawz Al-Ashgarfi Ushul Al-Diniyat• Al-Fawz Al-Akbar (dalam bidang etika)
• Kitab Al-Siasat
• Mukhtar Al-Asy' ar
• Nadim Al-Farid
• Nu Zhat Namah ' Alaiy
• Jawidan Khird
• Tartib Al-Sa;adat (dalam bidang etika)
• Al-Adawiyah Al-Mufridah (tentang obat-obatan)
• Al-Asyribah
B. Ilmu Pengetahuan yang dipelajari
          Ibnu Miskawaihi menempatkan ilmu ke dalam suatu kedudukan berdasarkan obyek ihnu itu. Ilmu yang paling mulia menurat Miskawaihi adalah ihnu pendidikan karena obyeknya adalah budi pekerti manusia, menyangkut substansi manusia.. Ilmu kedokteran, adalah obyeknya manusia, juga merupakan ilmu pengetahuan yang mulia. Segala ilmu pengetahuan yang mengembangkan quwwatun natiqah (daya pikir) adalah ilmu yang paling mulia. Sebab jiwa natiqah selalu condong kepada ilmu pengetahuan, lambang kesempumaan dan kemuliaan manusia. Sebaliknya pengetahuan tentang menyamak kulit dipandang hina karena obyeknya adalah kulit bangkai hewan.
 C.BEBERAPA POKOK PIKIRAN MISKAWAIHI TENTANG ETIKA DAN PENDIDIKAN
     1. Jiwa dan Jisim
Psikologi Miskawaihi bertumpu pada ajaran spiritualistik tradisional Plato dan Aristoteles dengan kecenderungan Platonis. Pada tulisan awalnya Ibnu Miskawaihi menyatakan keterkaitan antara pembentukan watak dengan pendidikan dan ilmu jiwa. Katanya "Tujuan kami menyusun kitab ini (Tahzi-bul Akhlak) adalah untuk menghasiikan bagi diri kita suatu watak pribadi yang melahirkan perilaku yang baik seluruhnya dengan gampang, tak dibuat-buat lagi tanpa kesulitan (maksudnya perilaku yang baik lahir dari watak itu secara otomatis). Hal demikian diperoleh melalui proses pendidikan dan jalan untuk demikian lebih dahulu dipelajari ilmu jiwa. Apa dan bagaimana jiwa itu? Untuk apa dia dciptakan, kesempurnaannya, tujuannya, kemampuannya "sifatnya" yang bila kita pergunakan/ bina sebagaimana mestinya, niscaya jiwa itu akan-membawa kita, kepada martabat yang mulia. Dan perlu pula kita pelajari faktor-faktor yang menghambat jiwa itu dalam rnenuju martabat yang mulia, apa saja yang mensucikannya dan apa yang mengotorinya, maka karena itu Tuhan berfirman dalam Surah as-Syams ayat 10 :
"Beruntunglah orang yang membersihkannya dan rugilah orang yang meno-dainya"
"Jiwa itu menurut Ibnu Miskawaihi adalah zat pada diri kita yang bukan berupa jisim, bukan pula bagian dari jisim, bukan pula aradh (sifat peserta pada substansi) wujudnya tidak memerlukan potensi tubuh, tapi dia jauhar basith (substansi yang tidak berdiri atas unsur-unsur) tak dapat diindra oleh pengindraan". Jiwa itu mempunyai aktifitas yang berlainan dengan aktifitas jisim serta bagian-bagiannya dengan segala sifat-sifatnya hingga tidak menyertainya dalam segala hal.
1.Macam-macam kekuatan jiwa
      Tiga macam kekuatan Alquwwah nafsiyah yang dikemukakan Ibnu Miskawaihi. Pertama Quwwatun Natigah (daya pikir) dinamai juga Quwwatun Malakiyah merupakan fungsi tertinggi, kekuatan berpikir, melihat fakta. Alat yang dipergunakannya dari dalam badan adalah otak. Kedua Quwwatun Ghodabiyah (daya marah) yakni keberanian menghadapi resiko, ambisi pada kekuasaan, kedudukan dan kehormatan. Kekuatan ini disebut juga Quwwatun Sab'iyah (daya kebuasan). Alat yang dipergunakan dalam badan adalah hati. Ketiga, Quwwatun Syahwiyah (nafsu) disebut juga Quwwatun Bahimiyyah (daya hewany), yakni dorongan nafsu makan, keinginan kepada kelezatan makanan / minuman/seksualitas dan segala

      2. Pendidikan
Cita-cita pendidikan sebagaimana yang dimaksudkan Miskawaihi di-isyaratkanya dalam awal kalimat kitab Tahzibul Akhlak ialah terwujudnya pribadi susila, berwatak yang lahir daripadanya perilaku-perilaku luhur, atau berbudi pekerti mulia. Dan budi (jiwa/watak), lahir pekerti (perilaku) yang mulia. Untuk mencapai cita-cita ini haruslah melalui pendidikan dan untuk melaksanakan pendidikan perlu mengetahui watak manusia atau budi pekerti manusia.
     1 .Apakah watak itu dapat dididik?
Ibnu Miskawaihi Mengatakan bahwa (watak) itu ialah suatu kondisi bagi jiwa yang mendorong untuk melahirkan tingkah laku tanpa pikir dan pertimbangan (tingkah laku spontan). Kondisi ini terbagi dua. Ada yang alamy dari asal mizaaj (temperament) seperti sifat pada seorang manusia yang mudah terpengaruh/bereaksi oleh suatu hal yang sederhana. Umpama marah disebabkan suatu faktor yang kecil, atau takut. Sebagian lain mengatakan ada juga aspek dari kekuatan jiwa natiqah pada watak itu. Perbedaan kedua adalah apakah watak itu alamy. Sebagian mengatakan watak itu alamy tak dapat dirubah. Sebagian lain mengatakan tak ada sesuatu pun pada watak itu yang alamy.
Kami sendiri, kata Miskawaihi - tidaklah berpendapat watak itu tidak alamy. Kita diciptakan atas dasar menerima watak, namun kita berubah berkat pendidikan dan pengajaran cepat atau lambat. Pendapat terakhir inilah pilihan kami karena sesuai dengan kesaksian mata kita. Pendapat pertama (yang mengatakan watak itu alamy dan tak dapat dididik) menyampingkan kekuatan tamyiz (penalaran) serta akal dan menolak segala upaya serta membiarkan manusia tidak beradab, menelantarkan para remaja dan anak-anak tanpa pendidikan.
   2. Perbedaan Individual
         Ibnu Miskawaihi mengemukakan bahwa manusia dalam menerima pendidikan bermacam-macam tingkatan. Hal demikian mudah disaksikan pada anak-anak, karena watak mereka nampak wajar sejak mula perkembangan, terbuka apa adanya tidak diselubungi dengan pikiran-pikiran dan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana halnya orang dewasa yang memahami apa yang buruk bagi dirinya lalu ditutup-tutupinya dengan bermacam-macam tipu muslihat dengan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan perangainya itu.\
          Setelah menguraikan perbedaan individual manusia dan diperlukannya pendidikan untuk membina perkembangan individual itu, Miskawaihi kemudian mengemukakan penggunaan thariqun thab'iyyun (metode alamiyah) dalam mendidik. Metode alamiyah itu bertolak dari pengamatan terhadap potensi-potensi insany. Mana yang muncul lahir lebih dahulu, maka pendidikan diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan potensi yang lahir dahulu itu, kemudian kepada kebutuhan potensi berikutnya yang lahir sesuai dengan hukum alam. Potensi yang muncul pertama kali adalah gejala umum yang ada pada tingkat kehidupan hayawani dan nabati, kemudian terus-menerus lahir suatu gejala khusus yang berbeda dengan gejala potensi macam lain sampai menjadi tingkat kehidupan insany. Maka dari itu kata Miskawaihi - wajib bagi kita mulai dengan hasrat (kecenderungan) akan makan, yang muncul pada diri kita dengan jalan memenuhi kebutuhan kecenderungan, lalu muncul kecenderungan ghodlabiyah dan cinta kemuliaan, kita didik dengan jalan memenuhi kecenderungan, kemudian terakhir lahir kecenderungan kepada ilmu pengetahuan (dari jiwa natiqah) maka kita didik dengan jalan memenuhi kecenderungan itu.
D. Fungsi Pendidikan Menurut ibnu miskawaihi
Miskawaihi mengemukakan tentang fungsi pendidikan sebagai berikut:
1) Memanusiakan manusia
         Setiap makhluk di dunia ini mempunyai kesempurnaan khusus dan perilaku yang spesifik baginya yang tidak ada makhluk lain yang menyertainya pada perilaku itu. Maka manusia diantara segala makhluk yang ada mempunyai perilaku khusus yaitu  segala perilaku yang lahir dari pertimbangan nalar akal pikirannya.. Maka, kewajiban yang tidak diragukan lagi ialah berbuat kebajikan yang merupakan kesempurnaan manusia yang untuk itu mereka diciptakan dan agar mereka berupaya sungguh-sungguh untuk sampai pada kebajikan (al khairaat) itu, dan agar manusia menghindari kejahatan-kejahatan (as-syurur) yang menghambat mereka sampai kepada kebaikan.
Oleh karena itu tugas pendidikan adalah mendudukkan manusia sesuai dengan substansinya sebagai makhluk yang termulia dan makhluk lainnya. Hal itu ditandai dengan perilaku dan perbuatan yang khas bagi manusia yang tak mungkin dilakukan makhluk yang lain.
 2) Sosialisasi individu manusia
        Pendidikan haruslah merupakan proses sosialisasi hingga tiap individu merupakan bagian integral dari masyarakatnya dalam melaksanakan kebajikan untuk kebahagiaan bersama. Miskawaihi menyatakan bahwa kebajikan itu sangat banyak dan tak mungkin mewujudkan seluruh kebajikan dari kemampuan satu orang manusia. Oleh karena itu kata Miskawaihi untuk mewujudkan seluruh kebajikan itu haruslah jama ah besar. Jadi seluruh individu berhimpun pada suatu waktu untuk mencapai kebahagiaan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEMUGA BERMAMFAAT