BAB
I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Daulah
Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang
politik, ekonomi dan sosial. hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah
sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi
dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya.[1]
Kekuasaan
Daulah Umayyah dapat bertahan karena ditopang oleh paham kesukuan yang muncul
sejak terjadinya tragedy terbunuhnya Utsman. Kekuasaaan Daulah Umayyah ini
selalu membawa bendera suku Quraisy yang tidak dapat dilepaskan. Dan didukung
pula adanya pribadi yang tangguh dalam menghadapi berbagai kekacauan yang
terjadi dan dapat mengontorol wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan.
Pemerintahan ini juga mampu memposisikan paham kekuasaan absolute dalam batas
yang masih terkontrol. Hal ini didukung oleh makin koopratifnya kelompok Islam
yang lain terhadap pemerintah. Sedangkan dalam kehidupan sosial, kekuatan yang
berpaham keislaman yang pada masa Ali berlawanan dengan paham kesukuan, pada
masa Daulah Umayyah justru berpaling mendukung Mu`awiyah. Hal ini disebabkan
karena Daulah Umayyah tidak menampakkan permusuhan dengan paham-paham
keislaman, yang sesungguhnya merupakan strategi penguasa untuk menghindari
terjadinya kekacauan akibat berkembangnya paham kesukuan.[2]
Namun
berdirinya Daulah Umayyah (661-750) tidak semata-mata peralihan kekuasaan,
namun mengandung banyak implikasi, di antaranya adalah perubahan beberapa
prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi imperium dan
perkembangan umat Islam.[3]
Walau
pada awalnya Daulah Umayyah tidak mempunyai arah politik khilafah yang jelas,
namun kelompok ini memiliki elatisitas dalam menghadapi perkembangan sosial.
Hal ini dibuktikan dengan kemampuan mereka bekoalisi dengan 3 kelompok lain,
yaitu kekuatan kesukuan, gerakan oposan dan paham keislaman secara umum, yang
tercermin dalam segala aspek, meliputi aspek pemerintahan, aspek ekonomi dan
sosial kemasyarakatan.[4]
Dari
berbagai kemajuan yang dicapai Daulah Bani Umayyah yang dimulai oleh pendiri
daulah tersebut yakni Mu`awiyah Bin Abi Sufyan, ternyata tidak mampu membuat
Daulah tersebut langgeng, bahkan ia akhirnya jatuh menyisakan puing-puing
kehancuran setelah munculnya kekuatan baru dari Bani Abbasiyah
- B. Rumusan masalah
Adapun
rumusan masalah yang penulis akan bahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
- Apa faktor-faktor kemunduran Daulah Bani Umayyah?
- Apa Sebab-sebab kehancuran Daulah Bani Umayyah?
PEMBAHASAN
A.
Kemunduran
Mu`awiyah mendirikan Daulah Umayyah pada tahun 41 H di
Damaskus, dengan berdirinya pusat pemerintahan Islam yang baru tersebut berarti
bergeserlah pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damascus. Perpindahan ibu kota
tersebut terjadi melalui proses yang panjang didukung oleh strategi politik
yang dibangun oleh Mu`awiyah. Dan Mu`awiyah memperoleh pengalaman politik dalam
masa yang cukup lama, yakni mulai masa Rasulullah SAW sampai masa khalifah yang
terakhir.[5]
Dengan berdirinya Daulah Umayyah, maka sistem politik dan
pemerintahan berubah. Pemerintahan khalifah tidak lagi dilakukan secara
musyawarah sebagaimana proses pergantian khalifah-khalifah sebelumnya. Suksesi
pemerintahan dilakukan secara turun-temurun melalui pemilihan, seorang khalifah
tidak lagi harus sekaligus pemimipin agama sebagimana khalifah-khalifah
sebelumnya. Urusan agama diserahkan kepada para ulama, dan ulama hanya
dilibatkan dalam pemerintahan jika dipandang perlu oleh khalifah.[6]
Selama masa pemerintahan dan kekuasaan khalifah pertama
(Mu`awiyah), Daulah Umayyah banyak mencapai keberhasilan, terutama penaklukan
sejumlah kota penting di kawasan Asia Tengah, seperti Kabul, Heart dan Gazna.
Dalam pemerintahan, ia mendirikan beberapa departemen yang mengurus masalah-masalah
kepentingan umat, seperti playanan pos, pembagian tugas pemerintahan pusat dan
daerah, pemungutan pajak dan pengangkatan gubernur-gubernur di daerah.
Kalau ditelusuri lebih jauh daulah tersebut berkuasa hampir
satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Yang dimulai
oleh Mu`awiyah Ibn Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan Ibn Muhammad. Diantara
mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di dalam berbagai bidang sesuai
dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan
lemah. Adapun urutan khalifah Daulah Umayyah adalah sebagai berikut:[7]
- Mu`awiyah Bin Abu Sufyan
- Yazid Bin Mu`awiyah (Abu Khalid al-Umawi)
- Mu`awiyah Bin Yazid
- Abdullah Bin Zubair
- Abdul Malik Bin Marwan
- Al-Walid Bin Abdul Malik
- Sulaiman Bin Abdul Malik
- Umar Bin Abdul aziz
- Yazid Bin Abdul Malik Bin Marwan
- Hisyam Bin Abdul malik
- Al-Walid Bin Yazid Bin Abdul Malik
- Yazid An-Naqish, Abu Khalid Bin Al-Walid
- Ibrahim Bin Al-Walid Bin Abdul Malik
- Marwan Bin Muhammad, Al-Himar
Empat orang khalifah memegang kekuasaan sepanjang 70 tahun,
yaitu: Mu`awiyah, Abdul Malik, Al-Walid I dan Hisyam. Sedangkan sepuluh
khalifah sisanya hanya memerintah dalam jangka waktu 20 tahun saja. Dan para
pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa khalifah-khalifah terbesar mereka
ialah: Mu`awiyah, Abdul Malik dan Umar Ibn Abdul Aziz.[8]
Untuk memelihara keutuhan dan mencegah perpecahan umat Islam
karena suksesi kepemimpinan, sebagaimana yang pernah ia saksikan pada masa
beberapa khalifah sebelumnya, Mu`awiyah mencalonkan putranya, Yazid sebagai
putra mahkota yang akan menggantikan kedudukanya jika ia meninggal, pencalonan
tersebut dilakukannya pada tahun 679. untuk mengamankan pencalonann itu,
Mu`awiyah melakukan bebagai pendekatan kepada para pemuka masyarakat hingga
seluruh lapisan masyarakat.[9]
Namun rencana tersebut mendapat tantangan dari beberapa
pihak, terutama pemuka-pemuka masyarakat hijaz, sepeerti Abdullah bin Umar,
Abdul Rahmn bin Abi Bakar, Husein bin Ali, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin
Abbas. Penolakan mereka didasari atas suatu keinginan agar khalifah yang
diangkat tidak melalui penunjukan, melainkan dengan musyawarah sebagaimana yang
pernah diperaktekkan oleh khalifah-khalifah sebelumnya.[10]
Setelah Mu`awiyah wafat, Daulah ini harus berusaha keras
mempertahankan posisinya yang goyah, kondisi politik tidak stabil, banyak
kelompok masyarakat yang tidak puas dengan raja baru yang sebelumnya telah
dinobatkan sebagai putera mahkota. Pengangkatan putera mahkota ini
mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dari kalangan sipil yang
menyebabkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkepanjangan.
Maka setelah Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia terhadapnya meskipun pada akhirnya terpaksa
tunduk juga, kecuali Husain Ibn Ali dan Abdullah Ibn Zubair. Bersamaan dengan
itu, Syi`ah (pengikut Ali) melakukan konsilidasi (penggabungan) kekuatan
kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husain Ibn Ali pada
tahun 680 M. namun tentara Husain kalah dan dia sendiri terbunuh dalam
pertempuran yang tidak seimbang, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus,
sedang tubuhnya di kubur di Karbala.[11]
Perlawanan kaum Syi`ah tidak padam dengan terbunuhnya
Husain, bahkan mereka menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas.
Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi`ah terjadi, diantaranya
terjadinya pemberontakan Mukhtar di Kufah yang mendapat dukungan dari kaum
Mawali pada tahun 685-687 M.[12]
selain itu Bani Umayyah juga mendapat tantangan dari kaum Khawarij, dan
meskipun gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan baik dari pihak syi`ah maupun
dari khawarij dapat dipatahakan oleh Yazid tetapi tidak berarti menghentikan
gerakan oposisi dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Dan hubungan pemerintahan dan golongan oposisi membaik pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (717-720). Dia berhasil menjalin hubungan
baik dengan golongan Syi`ah, dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama
lainnya untuk beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaannya, pajak diperingan,
kedudukan Mawali disejajarkan dengan muslim Arab.[13]
tetapi sayang sekali angin kedamain yang berhebus dari pesona kepemimpinan Umar
yang adil dan bijaksana ini tidak berlangsung lama, hanya lebih kurang dua
tahun memerintah kemudian beliau meninggal dunia. Penggantinya adalah Yazid Ibn
Abd. Malik (720-724) Khalifah ini jauh berbeda dengan khalifah sebelumnya, ia
terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan rakyat, sehingga
kerusuhan terus berlangsung hingga masa pemerintahan Hisyam Ibn Abd. Malik
(724-743). Bahkan dizaman ini mucul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan
berat bagi pemerintahahn Bani Umayyah. kekuatan itu berasal dari kalangan Bani
Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat
serius dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini mampu menggulingkan
Daulah Umayyah dan mengantinya dengan Daulah baru, yakni Daulah Bani
Abbasiyyah.
Sepeniggal Hisyam Ibn Abd. Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah
yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin
memperkuat golongan oposisi. Akhirnya pada tahun 750 M Daulah Umayyah
digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani.[14]
Marwan Bin Muhammad khalifah terakhir bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir,
ditangkap dan dibunuh disana.[15]
Dari berbagai kesuksesan dan kebesaran yang telah diraih
oleh Bani Umayyah ternyata tidak mampu menahan kehancurannya, akibat
kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari fihak luar.
Adapun hal-hal yang membawa kemunduran yang akhirnya berujung pada kejatuhan
Bani Umayyah dapat diidentifikasikan antar lain sebagai berikut:
- Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab Selatan Himyariyah yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman Umayyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena para khalifah cederung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya.
- Ketidak puasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu stastus yang menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa Umayyah. Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan atas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
- Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum syi`ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani Umayyah dalam memimpin umat.[16]
- B. Kehancuran
Secara Revolusioner, Daulah Abbasiyyah (750-1258)
menggulingkan kekuasaan Daulah Umayyah, kejatuhan Daulah Umayyah disebabkan
oleh beberapa factor, diantaranya meningkatnya kekecewaan kelompok Mawali
terhadap Daulah Umayyah, pecahnya persatuan antarasuku bangsa Arab dan
timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan keinginana mereka untuk memilki pemimpin
karismatik. Sebagai kelompok penganut islam baru, mawali diperlakukan sebagai
masyarakat kelas dua, sementara bangsa Arab menduduki kelas bangsawan. Golongan
agamis merasa kecewa terhadap pemerintahan bani Umayyah karena corak
pemerintahannya yang sekuler. Menurut mereka, Negara seharusnya dipimpin oleh
penguasa yang memiliki integritas keagamaan dan politik. Adapun perpecahan
antara suku bangsa Arab, setidak-tidaknya ditandai dengan timbulnya fanatisme
kesukuan Arab utara, yakni kelompok Mudariyah dengan kesukuan Arab
Selatan, yakni kelompok Himyariyah. Disamping itu, perlawanan dari
kelompok syi`ah merupakan faktor yang sangat berperan dalam menjatuhkan Daulah
Umayyah dan munculnya Daulah Abbasiyyah.[17]
Namun secara garis besar menurut Badri Yatim faktor yang
menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran antara
lain adalah :
- Sistim pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana
- Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
- Pada masa kekuasaan bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah
- Lemahnya pemerintahan Daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang
- Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[18]
Dari uraian kemunduran dan kehancuran Daulah Bani Umayyah
diatas, penulis melihat hal ini merupakan sunnatullah bahwa setiap kekuasaan
dan peradaban akan mencapai puncak kemajuannya, dan akan menelusuri jurang
kehancurannya dikemudian hari. وَتِلْكَ الأَيَّامُ
نُدَاوِلهْاَ بَيْنَ النَّاسِ…[19]
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
pemaparan makalah tersebut, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
- Diantara faktor-faktor yang membawa Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran adalah sebagai berikut:
-
Munculnya fanatisme kesukuan dalam suku-suku bangsa Arab
-
Kuatnya pengaruh fanatisme golongan (Arabisme) yang memicu munculnya
kecemburuan sosial dikalangan non Arab (Mawali)
-
Adanya perebutan kekuasaan di dalam keluarga besar Bani Umayyah
-
Larutnya beberapa penguasa (khalifah) dalam limpahan harta dan kekuasaan
- Adapun faktor-faktor yang membawa Daulah Bani Umayyah ke gerbang kehancuran adalah sebagai berikut:
-
Tidak adanya sistem pergantian pemerintah (khalifah) yang baku yang bisa
dijadikan patokan dalam pergantian khalifah
-
Kuatnya gerakan oposisi dari kaum Syi`ah dan Khawarij
-
Perselisihan dan pertentangan etnis antara suku Arab yang mengakibatkan para
penguasa mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan
-
Sikap hidup yang mewah dilingkungan keluarga Bani Umayyah
-
Perhatian penguasa Bani Umayyah terhadap perkembangan agama sangat kurang
-
Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd.
Al-Muthalib dan didukung oleh Bani Hasyim, kaum Syi`ah dan kaum Mawali.
- Hikmah atau pelajaran yang dapat penulis petik bahwa, setiap Daulah/kekuasaan akan mengalami masa kejayaan dan kehancuran, dan alangkah jayanya suatu kekuasaan/peradaban kalau ia dapat mengambil pelajaran untuk menggapai kejayaan berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur`an Al-Karim dan Terjemahannya
As-Suyuthi,
Imam, Tarikh Khulafa`; Sejarah Penguasa Islam: Khulafa`urrasyidin, Bani
Umayyah, Bani Abbasiyyah, Cet. I, Pustaka Al-Kautsar; Jakarta: 2001),h. 229
– 304
Ensiklopedi
Islam Vol. 3 (Cet. XIII, PT. Ichtiar Van Hove; Kakarta: 2003), h. 248
Muchtar
Ghazali, Adeng, Drs. M.Ag, Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan
Sejarah (Cet.I, CV.Pustaka setia; Bandung: 2004), h. 52
Mufrodi,
Ali, Dr., Islam di Kawasan Kebudayaanb Arab (Cet. II, Logos Wacana Ilmu;
Jakarta: 1999 M) h. 72
Yatim,
Badri , M.A, Dr., Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II,
(Cet. XII, PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta: 2001), h. 45
Yujah
Sawiy, Khairudin, Perebutan Kekuasaan Khalifah, Minyingkap dinamika dan
sejarah politik kaum sunni, (Cet.II, Safria Insani Press: Yogyakarta:
2005), h. 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar