BAB I
PENDAHULUAN
Mengapa
kurikulum berkembang ? Kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis
sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan
sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Sedangkan yang dimaksud
dengan pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan
kurikulum akan berjalan[1]. Selain
itu marilah kita lihat berbagai dasar yang menyebabkan kurikulum berkembang.
Mengapa kurikulum sekolah Indonesia selalu berubah dalam kurun waktu yang
singkat ? jawabannya secara singkat dapat dipaparkan sebagai berikut :
Kurikulum didasari atas :
1.
Landasan
filosofis
2.
Landasan
psikologis
3.
Landasan
sosiologis
4.
Landasan
ilmu pengetahuan dan teknologi
Asas filsafat di Indonesia yaitu fisafat pancasila,
dan hal itu masih merupakan bahan yang ideal.[2] Selama
tujuan itu masih abstrak bagi yang akan mencapai sudah barang tentu sulit untuk
menghayati. Padahal harapan kita pendidikan pancasila akan menjiwai yang
kemudian akan membentuk watak kepribadian bangsa.
Perkembangan
psikologi anak Indonesia belum banyak diteliti oleh bangsa Indonesia sendiri
secara tuntas. Yang pada dasarnya psikologi anak inilah yang nantinya akan
dijadikan dasar-dasar pembelajaran sesuai sesuai yang diharapkan oleh kurikulum
yang berlaku.
Kurikulum
hendaknya memperhatikan keadaan lingkungan. Seberapa sulit bagi penyusun
kurikulum untuk mengadaptasi lingkungan
setempat yang bermacam-macam. Oleh karena itu
agar kurikulum berdasar keadaan sekitar lahirlah kurikulum muatan lokal
yang dasarnya pada keadaan lingkungan setempat.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia secara jujur diakui masih
ketinggalan kalau dibandingkan dengan Negara-negara maju lainnya. Oleh karena
itu bahan-bahan yang berupa IPTEK yang dicantumkan dalam kurikulum di Indonesia
masih selalu harus dikejar.
Demikian
sedikit pengantar dari landasan-landasan kurikulum yang selanjutnya akan
dibahas lebih detail dalam sub-sub bab berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan filosof
Filsafat adalah
mencari hakikat sesuatu, berusaha menghubungkan antara sebab dan akibat serta
melakukan penafsiran atas pengalaman-pengalaman manusia. Berpikir filsafat
berarti berpikir secara menyeluruh, sistematis, logis, dan radikal.
Menyeluruh
mengandung arti bahwa filsafat bukan hanya sekedar ilmu pengetahuan melainkan
juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu
sendiri. Sistematis berarti filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti
dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada. Logis berarti proses berpikir
filsafat menggunakan logika dengan sedalam-dalamnya. Radikal berarti berpikir
sampai ke akar-akarnya.
Mekipun
demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran relatife. Artinya, kebenaran itu
selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban
manusia. Kebenaran itu dianggap benar jika sesuai dengan ruang dan waktu, apa
yang dianggap benar oleh masyarakat belum tentu benar bagi masyarakat lain
meskipun dalam kurun waktu yang sama. Kebenaran filsafat adalah kebenaran yang
bergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia. Menurut Plato dan
Aristoteles, pernyataan yang dianggap benar itu bersefat koheren atau konsisten
dengan pernyataan sebelumnya. Artinya, kebenaran berfungsi sebagai ukuran
antara suatu peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya. Jika cocok berarti
benar, dan jika tidak cocok berarti tidak diterima sebagai kebenaran. Kebenaran
ini juga berarti kebeneran relative sebab bergantung pada faktor ruang dan
waktu[3].
Filsafat
dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan pertanyaan yang timbul dalam
berbagai bidang kehidupan manusia jawaban itu merupakan hasil dari pemikiran
yang menyeluruh, sistematis, logis,dan radikal.jawaban itu juga di gunakan
untuk mengatasi masalah masalah kehidupan manusia,termasuk bidang
pendidikan.adapun filsaat yang khusus digunakan atau di terapkan dalam bidang pendidikan
disebut filsafat pendidikan.menurut john dewey,pendidikan adalah suatu proses
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir
(intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju arah tabiat
manusia.dengan demikian,objek pendidikan yang paling utama dan pertama adalah
manusia.objek filsafat juga adalah
manusia. Persamaan objek ini menimbulkan pemikiran dan disiplin ilmu baru yaitu
filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan aplikasi teori pendidikan
dan pandangan filsafat tentang pengalaman manusia dalam bidang pendidikan.
Filsafat pendidikan merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan, joe park mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah “attepting
to answer some ultimate question conceming education” filsafat diartikan juga
sebagai teori umum pendidikan dan landasan dari semua pemikiran tentang
pendidikan. Jika dikaitkan dengan persoalan pendidikan secara luas maka
filsafat pendidikan merupakan arah dan pedoman bagi tercapainya pelaksanaan dan
tujuan pendidikan
Secara umum,
ruang lingkup filsafat adalah semua permasalahan kehidupan manusia, alam
semesta, dan alam sekitar. Hal ini juga merupakan objek pemikiran filsafat
pendidikan, sedangkan secara khusus, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi
:
a)
Hakikat
pendidikan
b)
Hakikat
manusia
c)
Hubungan
antara filsafat, manusia, pendidikan, agama dan kebudayaan
d)
Hubungan
antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan
e)
Hubungan
antara Negara, filsafat pendidikan dan sistem pendidikan
f)
Sistem
nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian
ruang lingkup filsafat pendidikan adalah semua upaya manusia untuk memahami
hakikat pendidikan, bagaimana pelaksanaan pendidikan, dan bagaimana upaya
mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan ada
dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang di kehendaki oleh
masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan malalui pendidikan, segala
kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan
arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam
masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat
dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan
filosofis peneyelenggaraan pendidikan.
Filsafat boleh
jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat realitas, hakikat ilmu
pengetahuan, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan,
dan hakikat pikiran,[4]
oleh karena itu, landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat
realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, dan
hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat. Secara logis dan realistis, landasan
filsafat pengembangan kurikulum dari satu sistem pendidikan berbeda dengan
sistem pendidikan yang lain. Juga landasan filsafat pengembangan kurikulum dari
suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain. Perbedaan tersebut sangat
terasa dalam masyarakat yang majmuk. Untuk landasan filsafat pengembangan
kurikulum di Indonesia secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni nilai dasar
yang merupak falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni panca sila.
Setiap Negara
tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya, landasan filosofis dan tujuan
pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis pengembangan
sistem pendidikan nasional secara formal adalah panca sila yang terdiri atas
lima sila yaitu[5]:
1.
Ketuhanan
yang mahaesa
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3.
Persatuan
Indonesia
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan
implikasinya bagi pengembangan kurikulum adalah
a)
Nilai-nilai
pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan
sifat kajian filsafat,
b)
Kelima
sila tersebut berisi nilai-nilai moral yang luhur sebagai dasar dan sumber
dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan, memilih dan
mengembangkan isi/bahan kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran,
dan sistem evaluasi.
Tujuan menjadi
faktor penting dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya memberikan arah kemana
kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai acuan dan gambaran dalam memilih
dan menentukan isi/materi, proses pembelajaran dan sistem evaluasi. Secara umum
tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang utuh, yaitu sehat jasmani
dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai, tangguh
dan mandiri, kreatif dan bertanggung jawab, berguna bagi dirinya sendiri,
agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Dengan kata lain, tujuan
pendidikan tersebut berkaitan dengan kebutuhan peserta didik secara individual,
kepentingan profesional, dan kebutuhan sosial.
B.
Landasan psikologis
Pendidikan pada
dasarnya dalah mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik agar menjadi
orang yang dapat memberikan peran dan tanggungjawab bagi kehidupan masyarakat.
Pendidikan diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa peserta didik dapat
dididik, diajar, dan dibimbing. Peserta didik dapat belajar, dapat menguasai
sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norama-norma,
dapat mempelajari dan menguasai macam-macam keterampilan. Sudah tentu kegiatan
ini mengharuskan untuk bagaimana proses belajar berlangsung serta dalam keadaan
bagaimana belajar itu memberikan hasil yang sebaik-baiknya tentunya ini terkait
dengan kurikulum. Bagaimana seharusnya kurikulum dapat di rencanakan, di
tetapkan, dan diemplemintasikan, dengan seefektif mungkin.
Belajar
merupakan proses peserta didik untuk mencapai berbagai macam kompetensi,
keterampilan, dan sikap. Kemampuan peserta didik untuk belajar merupakan
karakteristik penting yang membedakan satu dengan lainnya. Belajar memiliki
makna yang besar, baik bagi dirinya maupun masyarakat. Bagi dirinya kemampuan
untuk belajar secara terus menerus akan memberikan kontribusi dan peran
terhadap pengembangan jualitas hidupnya. Sedangkan bagi masyarakat, belajar
mempunyai peran yang penting dalam mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari
generasi kegenerasi.[6]
Sebagai
karakteristik belajar merupakan aktivitas yang terus dilakukan oleh peserta
didik sepanjang hidupnya, bahkan sering disebut dengan tiada hari tanpa
belajar. Belajar tidak bisa kita pahami hanya kekedar aktivitas yang terjadi dilingkungan
sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui
pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Sudah tentu belajar dapat
membawa perubahan, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Dan
dengan perubahan tersebut diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan
hidup dan dapat menyesesuaikan diri dengan lingkungan.
Selain itu,
belajar ditandai dengan adanya perubahan baik yang berkaitan dengan ranah
kognitif, afektif maupun psikomotorik.[7]
Perubahan itu Nampak dengan adanya perubahan tingkah laku (behavior change).
Artinya hasil belajar hanya dapat diamati dengan tingkah laku, yaitu perubahan
tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi
terampil, dari tidak baik menjadi baik. Perubahan tingkah laku dihasilkan oleh
latihan atau pengalaman. Latihan atau pengalaman itu memberikan penguatan,
sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk
mengubah tingkah laku.
Oleh karena
itu, kegiatan belajar yang merupakan implementasi dari adanya kurikulum
dilembaga pendidikan muntut bahwa perencanaan kurikulum harus bersifat luwes
(fleksibel) dan menyediakan suatu program yang luas guna pengembangan berbagai
pengalaman belajar. Kurikulum harus dikembangkan berdasarkan latar belakang
psikologis peserta didik dan keseluruhan lingkungannya, agar pengalaman belajar
yang diperolehnya mempunyai makna dan tujuan. Pengembangan kurikulum hendaknya
memberikan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan penyesuaian diri dan
pengembangan kepribadian. Kurikulum disusun dan dilaksanakan dengan
memperhatikan kesiapan peserta didik, karena hal ini mempengaruhi proses
pendidikan.
Pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum hendaknya memungkinkan partisipasi aktif dan
tanggungjawab peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok. Penyusunan
kurikulum hendaknya terdiri dari unit-unit yang luas dan menyeluruh, serta
memadukan pola pengalaman yang bermakna dan bertujuan. Dalam proses penyusunan
dan pelaksanaan kurikulum diberikan serangkaian pengalaman, yang melibatkan
guru dan peserta didik secara bersama, sehingga diharapkan akan mendorong
keberhasilan belajar peserta didik.
C.
Landasan Sosiologis
Landasan
sosiologis mempunyai peran penting dalam mengembangkan kurikulum. Kurikulum
pada dasarnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu merupakan keharusan kurikulum yang disusun dan
dilaksanakan di lembaga pendidikan memperhatikan aspirasi masyarakat. Karena
masyarakat merupakan pengguna out put pendidikan.
Peserta didik
sebagai sasaran pendidikan, secara sosiologis dipandang adanya hubungan antar
individu, antar masyarakat, dan individu dengan masyarakat. Unsure sosial ini
merupakan aspek individu yang dimiliki sebagai potensi dan anugrah dasar dari
al-Khaliq tuhan pencipta alam semesta. Karena itu aspek sosial melekat pada
diri individu yang perlu dikembangkan dalam perjalan hidup peserta didik agar
menjadi matang.
Proses
pendidikan diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup
dalam pergaulan manusia. Untuk mewujudkan cita-cita itu, pendidikan membutuhkan
bantuan sosiologi. Yang mana konsep atau teori sosiologi member petunjuk kepada
guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina peserta didik agar bisa
memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab sesama teman.
Sosiologi
pendidikan dipandang sebagai sosiologi khusus yang membahas sosiologi yang
terdapat pada pendidikan. Sosiologi pendidikan meliputi :
a)
Interaksi
guru dengan peserta didik
b)
Dinamika
kelompok dalam kelas dan di organisasi intra sekolah
c)
Struktur
dan fungsi pendidikan, dan
d)
Sistem
masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.
Sosiologi dan
sosiologi pendidikan saling terkait. Keterkaitan itu dapat dilihat bagaimana
bagian-bagian sosiologi memberi bantuan pada pendidikan dalam wujud sosiologi
pendidikan. Pertama-tama adalah tentang konsep proses sosial, yaitu suatu cara
berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang
menimbulkan bentuk interaksi atau hubungan tertentu. Proses sosial atau
sosialisasi ini menjadikan seseorang atau kelompok yang belum tersosialisasi
atau masih rendah tingkat sosialnya menjadi tersosialisasi. Artinya mereka
semakin kenal, semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak
lain, dan sebagainya.
Proses
sosialisasi dimulai dari interaksi sosial dan dalam proses sosial itu selalu
menjadi interaksi sosial. Interaksi dan proses sosial didasari oleh empat
faktor. Yaitu :
1)
Imitasi,
atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula negative,
2)
Sugesti,
akan terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau
sikap orang lain yang berwibawa, berwenang, atau mayoritas.
3)
Identifikasi,
yaitu berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara
sadar maupun di bawah sadar.
4)
Simpati,
adalah faktor terakhir dalam proses sosial. Simpati akan terjadi manakala
seseorang merasa tertarik kepada orang lain, dengan faktor persaan yang
memegang peranan penting dalam simpati.
Proses sosial
ini ada kalanya disebabkan atau didasari oleh salah satu atau beberapa faktor
tersebut, tetapi sering pula terjadi didasari oleh keempat faktor itu secara
berturut-turut.
Dapatlah
ditegaskan bahwa pengembangan kurikulum perlu memperhatikan aspek sosiologis.
Sosiologis menunjukkan pentingnya kegiatan sosialisasi peserta didik dalam
pendidikan.
Salah satu
tujuan pendidikan[8]
adalah untuk mempersiapkan peserta didik hidup dalam kehidupan masyarakat.
Asumsinya adalah peserta didik berasal dari masyarakat, dididik oleh
masyarakat, dan harus kembali kemasyarakat. Ketika peserta didik kembali
kemasyarakat tentu ia harus dibekali dengan sejumlah kompetensi, sehingga ia
dapat berbakti dan berguna bagi masyarakat. Kompetensi yang dimaksud adalah
sejumlah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh
peserta didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman belajar di sekolah.
Kegiatan dan pengalaman belajar tersebut di organisasi dalam pendekatan dan
format tertentu yang disebut dengan kurikulum. Berdasarkan alur pemikiran ini,
maka sangat logis jika pengembangan kurikulum berlandaskan pada kebutuhan
masyarakat. Di samping itu, dasar pemikiran lain adalah kurikulum merupakan
bagian dari pendidikan, dan pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Dengan
demikian sangat wajar apabila pengembangan kurikulum harus memperhatikan
kebutuhan masyarakat dan harus ditunjang oleh masyarakat.
Satu hal lagi,
Emile Durkheim tokoh sosiologi yang terkenal dari prancis sekaligus orang
pertama yang menganjurkan agar dalam mempelajari pendidikan digunakan
pendekatan sosiologi. Menurut Durkheim pendidikan adalah suatu fakta sosial (social
fact), karenanya menjadi objek studi sosiologi.
D.
Landasan llmu pengetahuan dan teknologi
Penting kiranya
terlebih dahulu kita membahas pengertian bebearapa istilah yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu teori, ilmu, pengetahuan dan
teknologi. Teori adalah seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau
proposisi yang selalu berhubungan. Sedangkan fungsi teori adalah
mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksim dan memadukan.
Kata ”ilmu”
berasal dari bahasa Arab ‘alama, yang berarti pengetahuan. Dalam bahasa
Indonesia, kata ilmu sering diidentikkan dengan sains (science) yang berarti
ilmu, bahkan sering disatukan dengan kata “pengetahuan” pada awalnya, manusia mencari pengetahuan
berdasarkan fakta yang terlepas-lepas, tidak sistematis, dan tidak menggunakan
teori yang jelas. Sesuai dengan perkembangan kebudayaan, mulailah manusia menyusun
teori tentang berbagai hal sesuai dengan fakta yang ada. Dalam perkembangannya,
fakta dan teori tersebut digunakan juga untuk memahami fenomena lain yang
didukung oleh pengalaman. Akhirnya menjadi pengetahuan yang logis dan
sistematis. Inilah yang disebut dengan ilmu pengetahuan (science).
Teknologi pada hakikatnya
adalah penerapan ilmu pengetahuan (technology is application of science).
Teknologi memegang peranan penting dalam kehidupan budaya manusia. Salah satu
indikator kamajuan peradaban manusia dapat diukur dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan dalam berbagai bidang kehidupan.
Dengan tujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien, dan
sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk teknologi tidak selalu
berbentuk fisik, seperti computer, televisi, radio dan sebagainya. Tetapi ada
juga non-fisik, seperti prosedur pembelajaran, sistem evaluasi, teknik mengajar
dan sebagainya. Produk teknologi tersebut banyak digunakan dalam pendidikan
sehingga memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap proses dan hasil
pendidikan.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi terbentuk karena adanya karya-karya pikir manusia.
Mengingat sifatnya yang objektif dalam menanggapi fenomena-fenomena alam, baik
mengenai benda-benda, makhluk hidup maupun mengenai kehidupan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bentuk informasi mudah meresapi kebudayaan yang
ada di setiap masyarakat yang terjangkau, atau yang dapat menjangkaunya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa landasan yang
diantaranya yaitu :
1.
Landasan
filosofis, pengembangan kurikulum harus berlandaskan filosofis karena Pendidikan
ada dan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang di kehendaki oleh
masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan malalui pendidikan, segala
kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan
arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam
masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam pendidikan, atau dapat
dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat merupakan landasan
filosofis peneyelenggaraan pendidikan.
2.
Landasan
psikologis. Kurikulum harus dikembangkan berdasarkan latar belakang psikologis
peserta didik dan keseluruhan lingkungannya, agar pengalaman belajar yang
diperolehnya mempunyai makna dan tujuan. Pengembangan kurikulum hendaknya
memberikan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan penyesuaian diri dan
pengembangan kepribadian. Kurikulum disusun dan dilaksanakan dengan
memperhatikan kesiapan peserta didik, karena hal ini mempengaruhi proses
pendidikan.
3.
Landasan
sosiologis, bahwa peserta didik akan hidup dalam kehidupan masyarakat.
Asumsinya adalah peserta didik berasal dari masyarakat, dididik oleh
masyarakat, dan harus kembali kemasyarakat. Ketika peserta didik kembali
kemasyarakat tentu ia harus dibekali dengan sejumlah kompetensi, sehingga ia
dapat berbakti dan berguna bagi masyarakat. Sekolah untuk mencapai hal itu
telah terorganisasi dalam pendekatan dan format tertentu yang disebut dengan
kurikulum. Berdasarkan alur pemikiran ini, maka sangat logis jika pengembangan
kurikulum berlandaskan pada kebutuhan masyarakat.
4.
Landasan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi memegang peranan penting dalam
kehidupan budaya manusia. Salah satu indikator kamajuan peradaban manusia dapat
diukur dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Teknologi banyak digunakan
dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan tujuan untuk menciptakan suatu kondisi
yang efektif, efisien, dan sinergis terhadap pola perilaku manusia. Produk
teknologi banyak digunakan dalam pendidikan sehingga memberikan pengaruh yang
sangat signifikan terhadap proses dan hasil pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Dakir. Perencanaan
dan pengembangan kurikulum. Jakarta;rineka cipta, 2004
Dimyati & Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta;rineka
cipta, 2009
Muchlis sholichin,dkk. Penjamininan Mutu Pembelajaran.pamekasan;
stain pemekasan press,2010.
Oemar hamalik.
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta; bumi aksara,2008
Saiful arif. Pengembangan
Kurikulum. Pamekasan; stain pamekasan press,2009
Zinal Arifin, bandung;Remaja
Roda karya.2011
[1]
Dimyati & Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta;rineka cipta,
2009) hal. 265
[2] Dakir. Perencanaan dan pengembangan
kurikulum. (Jakarta;rineka cipta, 2004) hal. 58
[3]
Zinal Arifin, bandung; (Remaja Roda karya.2011) hal. 48
[4] Ibid.
hal. 269
[5]
Ibid. hlm 51
[6]
Saiful arif. Pengembangan Kurikulum. Pamekasan (stain pamekasan
press,2009) hal 25
[7]
Ibid. hal 25
[8]
Ibid. hlm 65
Tidak ada komentar:
Posting Komentar