BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ranah
akademis dalam ilmu pengetahuan kita dituntud untuk bisa cakap dan aktif dalam
segalahal terutama dalam berbica dan berpikir yang logis, akurat, dan dapat
dipertanggungjawabkan keotentikannya . maka untuk mengatasi hal itukebanyakan
mahasiswa mencari jalan keluarnya dengan
belajar ilmu logika.
Dalam realitanya
logika sebagai suatu ilmu pengetatua yang
sangat memerlukan pemikaran yang kuat, cepat dan tanggap, karena dalam
ilmu logika kita akan bertemu dengan bagian-bagian yang harus kita pahami
seperti sejarah tentang logika, bahasa dan pikiran, dasar-dasar logika, idea, term
dan lain-lain.
Akan tetapi
kebanyakan dari pelajar yang mempelajari ilmu logika tersebut banyak yang
mengalami kemalasan, kesulitan, dan bahkan
kesesatan, oleh karena itu perlu kiranya untuk kita membenah, meneliti dan
menela’ah masalah tersebut agar kita tidak terpelosok lagi kedalam jurang
kesesatan dalam logika sehingga kita bisa berbica dengan logis dan kita dapat
berpikir dengan aksioma dalam logika dengan baik.
Untuk itu saya
kira untuk mempersembahkan makalah tentang logika ini sebagai bahan ruukan yang
dapat membantukita dalam memahahi seluk-beluk ilmu yang ada dalam ilmu logika.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka
rumusan masalah yang muncul adalah:
1. Bagaimana sejarah dalam logika ?
2. Bagaimana pandagan logika
tentang bahasa dan pikiran dalam ?
3. Apasaja prinsip-prinsip dasar yang ada dalam ilmu logoka ?
4. Bagaimana yang dimaksud Idea,
Term dan jenis-jenisnya?
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas, maka
tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui segala hal yang
menyangkut tentang logika.
2. Memperjelas masalah tentang
Bahasa, pikira, Idea, Term, dan lain-lain.
3. Mengetahui dasar-dasar logika.
D. Manfaat Penulisan
Dalam
penbuatan makalah ini kami sebagai penulis mempunyai tujuan semuga dengan
selesainya makalah ini tentang “LOGIKA” dapat memberikan wahana dan cakrawala
yang berarti dalam perjalanan siswa, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya dan untuk penulis
sendiri pada khususnya dalam ranah yang ada berhubungannya dengan masalah
logika untuk menyampaikan orasi, buah fikir, dan unek-unek dll
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah
Logika
A. Logika Abad Yunani Kuno
Menurut sebagian kisah sejarah Zeno dari Citium (340 - 265),
disebutkan bahwa tokah Stoa adalah yang pertamakali menggunakan istilah Logika.
Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf
mazhab Elea. Mereka telah melihat masalah identitas dan perlawanan asas dalam
realitas. Tetapi kaum sofis-lah yang membuat pikiran manusai sebagai titik api
pikiran secara eksplisit[1].
Logika dimulai sejak Thales (624SM-548SM), filsuf yunani pertama
yang meninggalkan segala dongeng, tahayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan
berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta, yang mana
dalam buah pikirnya Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang
artinya dasar utama alam semesta, dengan hal itu Thales mengenalkan Logika
Induktif[2].
Aristoteles kemudian
mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica.
Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe
alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam logika
Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan
dari:
- Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
- Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
- Air jugalah uap
- Air jugalah es
Jadi, air
adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam
semesta.
Sejak saat
Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan.
Kaum Sofis beserta Plato (427
SM-347 SM) juga telah
merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Pada masa
Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara
khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika
yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang
masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme[3].
Aristoteles meninggalkan 6 buku yang diberi nama to Oraganon
oleh muridnya, bukunya
yaitu:
- Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
- De interpretatione tentang keputusan-keputusan
- Analytica Posteriora tentang pembuktian.
- Analytica Priora tentang Silogisme.
- Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
- De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir[4].
Dalam karyanya ini Aristoteles telah
menggarap masalah kategori, struktur bahasa,hukum formal konsistensi proposisi,
silogisme kategoris, pembuktian ilmiah, pembedaan atribut hakiki dan yang bukan
hakiki, sebagai kesatuan pemikiran, bahkan telah menyentuh bentuk-bentuk dasar
simbolisme. Sehingga
pola dari buku Organon masih tetap dipakai rujukan sampai saat ini dikarenakan
1. Tentang Ide, 2. Tentang keputusan,
3. Tentang proses pemikiran[5]
Setelah
Aristoteles, Theoprastus mengembangkan logika dan pada saat itu dia menjadi
pemimpin di Lyceum. Dan stoa mengembangkan teori logika dengan mengharap
masalah bentuk argumendisjungtif dan hipotesi[6]. Istilah logika
untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi
logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang
mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Porohyus (232 - 305) membuat suatu
pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku
Aristoteles.
Boethius (480-524) menerjemahkan
Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar-
komentarnya.
Johanes
Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons
Scienteae[7].
B. Logika Abad Pertengahan
Pada
abad pertengahan dalam sejarah logika, yang batas akhirnya pada tahun 1141,
yang menjadi dasar penelitian untuk tetap dikembangkan yaitu tetap pada karya
Aristoteles yang diberi nama To Organon oleh muridnya Andronikos dari Rhodos[8].
Yang mencakup 6 ketegori seperti yang ada di depan, namun yang dikembangkan
hanya pada 2 karyanya yang berjudul Kategoriai dan Peri Hermeneias. Karya
tersebut di tambah dengan karya porphyries yang bernama Eisagogen dan Traktat
Boethius yang mencakup masalah
pembagian, masalah metode debat, silogisme kategoris hipotetis, yang disebut
logika lama[9].
Sedangkan
ke empat karya Arisroteles lainnya seperti Analytical protera, Analytica
Hyetera, Topica dan Peri Sophistikoon Elegchoon, dikenal lebih luas sesudah
tahun 1141 dan disebut logika baru. Kemudian antara logika lama dan logika baru
kemudian disebut logika antic untuk membedakan diri dari logika terministik
atau logika Modern[10].
Pada
waktu yang dinamakan logika suposisi yaitu yang tumbuh berkat pengaruh para
filsuf Arab. Kemudian abad pertengahan mencatat berbagai pemikiran yang sangat
penting bagi perkembangan logika, salah satunya karya Boethius yang orisinal di
bidang silogisme hipotesis berpengaruh bagi perkembangan teori konsekuensi yang
merupakan salah satu hasil terpenting dari perkembangan logika di abad
pertengahan[11].
Kemudian
dapat dicatat juga teori tentang cirri-ciri term, teori suposisi yang jika di dalam ternyata lebih
kaya dari semiotika matematik zaman kini. Selanjutnya diskusi tentang
Universalia, munculnya logika hubungan, penyempurnaan teori Silogisme,
penggarapan logika modal, dan lain-lain penyempurnaan teknis[12].
C. Logika Modern
Senjutnya perkembangan logika modern
dimulai pada abad ke19 yang mana pada waktu itu ada sejumlah upaya untuk
memutakhirkan logika.
Pada
masa itu logika juga banyak melahirkan tokoh-tokoh seperti:
Ø Petrus Hispanus (1210-1278)
Ø Roger Bacon (1214-1292)
Ø Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru
yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
Pengembangan
dan penggunaan logika Aristoteles secara murni disebutkan oleh tomas hobben
(1588-1679) dalam karyanya leviathan (1651) dan John Locke (1632-1702) dalam
karyanya yang bernama Essay Concerning Human Understanding (1690), meskipun
mengikuti tradisi aristoteles, tetapi doktrin-doktrinnya sangat dikuasai paham
nominalisme. Pemikiran dipandang sebagai suatu proses manipulasi tanda-tanda
verbal dan mirip operasi-operasi dalam matematika. Kedua tokoh ini memberikan
suatu interpretasi tentang kedudukan di dalam pengalaman[14].
Dalam
perkembangannya francis bacon (1516) –(1626) mengembangkan logika induktif yang
di perkenalkan dalam bukunya novum organon london, (1620) serta logika
matematika deduktif murni sebagai karya Rene Descartes, dalam bukunya discours
de la methode (1637)[15].gottfried
Wilhelm Leibniz (1646)-(1716) dengan rencana calculus universalnya, yang
mendasari dari munculnya logika simbolis. Yang tujuannya yaitu untuk
menyederhanakan dan untuk dapat memperoleh kepastian. Dan dia menciptakan simbolisme
bagi konsep-konsep dan hubungan sperti ‘dan’’atau’ mengarahkan inplikasi antara
konsep-konsep,ruang lingkup kelompok dan lain –lain.
Jonh stuact miil [1806-1873] dengan
karyanya system of logic berharap dan
berkeyakinan bahwa jasa metodehnya bagi logika induktif sama besarnya dengan
aris toteles bagi logika deduktif. Rumusan metode induktif J.S. Mill dimaksudkan untuk menemukan
hubungan kausal antara fenomena [gejela]. Mill merumuskan sebab [kausal] suatu
kejadian sebagai seluruh jumlah kondisi positif dan negative Yang di perlukan.
Metodehnya adalah:
1.
Method of agreement: metodeh mencocokkan
Sebab di sinpulkan dari adanya
kecocokan sumber kejadian. Misalnya semua anak yang sakit perut membeli es
sirup yang di jual di depan sekolah, maka es sirup itu yang menjadi sebab sakit
perut mereka.
2.
Method of difference: metode membedakan
Sebab di simpulkan dari adanya kelainan dalam peristiwa yang
terjadi. Misalnya: seorang A yang sakit perut mengatakan telah makan sop
buntut, nasi, rendang, dan buah dari kaleng. Sedankan B yang tidak sakit perut
mengatakan telah makan sop buntut, nasi, dan rendang. Maka di simpulkan bahwa
buah dari kaleng yang menyebabkan sakit perut[16]
.
3. Joint Method Of Agreement And
Difference: Mitode ini mencocokkan dan membedakan. Metode ini gabungan dari
metode satu dan dua.
4. Method Of Concomitant Variations:
Metode Perubahan Selang Seling Yang Seiring
Metode ini merupakan pembaruan dari ketiga metode diawal dan
dalam penggunaannya luas. Apabila ketiga metode diatas bersifat kualitatif,
sedangkan metode perubahan selang seling yang seiring dapat disebut sebagai
metode kuantitatif pertama dari penyimpulan induktif.
5. Method Of residues: Metode
Menyisakan
Metode ini dicirakan / dapat dikatakan deduktif karena bertumpu
kuat pada hukum-hukum kausal yang sudah terbukti sebelumnya. Namun demikian
kendati terdapat premis-premis yang berupa hukum-hukum kausal. Kesimpulannya
metode ini sifatnya probable dan tidak dapat di deduksikan secara sah dari
premis-premisnya[17].
Hendry
Newman juga memberikan jasa pada pemikiran tentang logika dalam karyanya Essay
In Aid Of Grammar Of Assent (1870) dalam bukunya tersebut terdapat tiga macam
bentuk pemikiran:
1. Formal Inference (bentuk pemikiran
ini kesimpulan diambil dari premis-premis yang dirumuskan dengan tajam menurut
peraturan logika)
2. Informal Inrference (bentuk
pemikiran ini merupakan sarana untuk mengetahui benda-benda individual konkret )
3. Natural Inference (bentuk ini adalah
bentuk pemikiran kita sehari-hari).
2.
Bahasa Dan Pikiran
A. Hakikat
Bahasa
Menurut E.
Sapir (1921) dalam A. Chaedar Alwasilah (1990) bahwa bahasa adalah “A purely
human and non-instinctive method of communicating ideas, emotions, and desires,
by means of a system of voluntarily produced symbols[18].”
Dalam batasan tersebut ada lima butir
terpenting yaitu bahwa bahasa itu:
a. Manusiawi
Hanya manusialah yang memiliki sistem simbol untuk berkomunikasi. Betul bahwa
hewan seperti binatang pun berkomunikasi, dan mempunyai sistem bunyi, tetapi
sistem itu bukanlah kata-kata. Dengan demikian mereka tidak memiliki bahasa.
Manusia telah berbahasa sejak dini sejarahnya, dan perkembangan bahasanya
inilah yang membedakan manusia dari makhluk lain; hingga membuat dirinya mampu
berpikir.
b. Dipelajari
Manusia ketika lahir tidak langsung lalu mampu berbicara. anak yang tidak
mempunyai kontak dengan orang lain yang berbahasa seperti dirinya sendiri akan
mengembangkan bahasanya sendiri untuk memenuhi hasrat komunikasinya. Namun
bahasa tidaklah ada artinya bila hanya untuk diri sendiri.
c. Sistem.
Bahasa memiliki seperangkat aturan yang dikenal para penuturnya. Perangkat
inilah yang menentukan struktur apa yang diucapkannya. Struktur ini disebut
grammar. Bagaimanapun primitifnya suatu masyarakat penutur bahasa, bahasanya
itu sendiri bekerja menurut seperangkat aturan yang teratur. Kenyataan bahwa
bahasa sebagai sistem adalah persoalan pemakaian (usage); bukan ditentukan oleh
panitia atau lembaga perumus. Aturan ini dibuat dan diubah oleh cara
orang-orang yang menggunakannya.
d. Arbitrer.
Bahwa bahasa mempergunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dalam cara tertentu
pula adalah secara kebetulan saja[19].
Orang-orang melambangkan satu kata saja untuk melambangkan satu benda, misalnya
kata kuda ditujukan hanyalah untuk binatang berkaki empat tertentu karena orang
lain berbuat demikian. Demikian pula kalimat berbeda dari satu bahasa ke bahasa
lainnya. Dalam bahasa Latin kata kerja cenderung menempati posisi akhir, dalam
bahasa Perancis kata sifat diletakkan setelah kata benda seperti halnya bahasa
Indonesia. Ini adalah semua karena kebetulan saja.
e. Simbolik
Bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti. Kita bisa
menggunakan simbol-simbol ini untuk berkomunikasi sesama manusia karena manusia
sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan keinginan. Dengan demikian kita
menerjemahkan orang lain atas acuan pada pengalaman diri sendiri.
Cecara
garis besar terdapat dua paham tentang bahasa, Instrumentalisme dan
Determinisme, dalam Instrumentalisme memandang bahasa sebagai suatu alat untuk
mengungkapkan persepsi, pikiran, dan rasa emosional, sedangkan paham
determinismeberpendapat bahwa manusia hanyalah dapat mempersepsi, berpikir, dan
merasakan karena adanya bahasa[20].
Persepsi,
pikiran, dan emosi, menurut paham Instrumentalisme adalah lebih dulu (apriori)
dari bahasa;dengan di tuturkan maka persepsi, pikiran, dan emosi
dikomunikasikan kepada orang lain. Sebaliknya Determinisme berdalil bahwaali
bahasa berfungi sebagai syarat bagi persepsi, kognisi, dan emosi, dari sinilah
apabila kemudian dikatakan bahwa pengalaman peseorangan terhadap keyataan
merupakan suatu fungsi dari bahasa masyarakat yang bersangkutan (hipotesis
whorfsapir).
B.Pikiran,
bahasa dan reaitas
Berfikir
berarti membiarkan realitas terjadi sebagai peristiwa bahasa kendati manusia
senantiasa sudah berada di dalam situasi interprestasi tertentu
[vorhabe,vorgriff,vorsicht], realitaslah yang lebih dulu pada awal mulanya merupakan sumber dan asal mula pikiran. Oleh
sebab itu, berfikir adalah menerima , sedangkan berterimakasih dan
berbicara adalah mendengarkan. Sedangkan
tugas pemikir adalah menjaga terjadinya peristiwa realitas dengan penuh
kesayangan.
Proses
perjalanan menuju bahasa juga merupakan proses prjalanan menuju berfikir.
Dikarenakan realitas tetap senantiasa berupa hal yang tak kunjung habis di
fikirkan dan hal yang tak kunjung selesai dikatakan. Realitas sebagai
pembangkit kegiatan berfikir merupakan bahasa yang sejati. Dan bahasa adalah
jawaban manusia terhadap panggilan realitas kepadanya.
Dalam
berkata yang benar-benar, realitas dikatakan. Dengan berpikir dan berkata,
manusia meng-kata-kan realitas, dan baru didalam peng-kata-an inilah reaitas
dapat tampil dan tampak. Begitulah pikiran bahasa dan ealtas senantiasa tidak
berjauhan, senantiasa berkumpul. Tiada pikian dan bahasa tampa realitas, tiada
realitas tampa pikiran dan bahasa[21].
Berpikir
yang pada hakikatnya bersifat membangun (konstruktif) tidak berhenti pada
polo-pola, pada teori-teori, pada pagar-pagar.” Conventional wisdom” atau pada
tembok-tembok system.sistem-sistem justru sering diterobos untuk dapat
mendengar suara realita secara lebih cepat.
D.
Hubungan Bahasa Dan Pikran
Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis
mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.
1. Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut .
2. Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa[22].
1. Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut .
2. Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa[22].
3.
Prinsip-Prinsip Dasar Logika
Setiap ilmu
pengetahuan didasarkan atas asas-asas atau prinsip-prinsip dasar tertentu, asas
atau prinsip dasar dalam ilmu adalah pernyataan-pernyataan atau
kebenaran-kebenaran yang sangat mendasar yang menjadi landasan bagi berbagai
(teori atau hukum) yang akan dikembangkan didalam ilmu yang bersangkutan.
Karena sifatnya sebagai dasar seperti itu, maka prinsip dasar harus merupakan
suatu kebenaran yang sudah jelas dengan sendirinya dan tidak perlu di buktikan
kebenarannya[23].
Prinsip
dasar dalam logika adalah semua kebenaran yang dianggap benar dalam logika. Semua pikiran
harus didasarkan atas kebenaran itu agar penalaran kita valid. Mehra dan Burhan
menyebutkan bahwa prinsip-prinsip atau hukum-hukum dalam logika dikemukakan
oleh para pakar pikir dengan istilah yang berbeda. Uberweg menyebutnya “Axioms of
Inference” sedangkan Mill menamainya “Universal Postulates of All
Reasionings”[24].
Menurut Aristoteles,
prinsip dasar dalam logika itu ada tiga jumlahnya, yaitu: (1) prinsip identitas (law
of identity); (2) prinsip kontradiksis (law of contradiction); dan
(3) prinsip tiada jalan tengah (law of ecluded middle). Tokoh filosofis
modern Leibnitz menambahkan satu hokum lagi yaitu (4) prinsip alas an yang
mencukupi (law of suffient reason)[25].
Agar lebih
jelas, berikut ini paparannya secara singkat satu demi satu.
1.
Prinsip Identitas (The principle of identity)
Prinsip
tersebut berbunyi: “Whatehver is, is (A is A:A cat is cat) atau any statement
is true, then it is true. Aksioma pertama tersebut bunyi hukumnya adalah “suatu
itu adalah suatu itu” atau ”sesuatu itu adalah dirinya sendiri” atau “A=A”. “A”
adalah merupakan variabel yang dapat diisi oleh sembarang konstanta. Turunan
atau konstantadari variable “A” misalnya dapat berbunyi “Aku” maka akan
berlaku: “Aku” adalah “Aku” atau “Aku” adalah Diriku sendiri”[26].
Dari prinsip
diatas dapat diambil contoh seperti Allah SWT sebagai tuhan sangat berbeda
dengan tuhan-tuhan lain selain dirinya. Jadi dari contoh ini kita dapat
simpulkan bahwa bahwa Allah sebagai tuhan ummad islam tidak sama dengan tuhan
orang Hindu, Buda, Kristen dan lain-lain.
2.
Prinsip Nonkontradiksi (The Principle Of Noncontradiction)
Prinsip nonkontradiksi dapat dirumuskan sebagai
berikut: ”Tiap-tiap hal itu tidak dapat positif dan nigatif dalam waktu yang
bersamaan” atau lebih tegas lagi:”Pengakuan dan pengingkaran suatu pernyataan
tidak mungkin keduanya benar”. Ambillah contoh sederhana , tidak mungkin “Ahmad
adalah mahasiswa” dan “Ahmad adalah bukan mahasiswa” benar pada saat yang sama[27].
Kita contohkan lagi tidak mungkin orang yang mencuri dikatakan lagi beriman
kepada Allah SWT.
Jelas pula, bahwa prinsip nonkontradiksi
merupakan lanjutan logis dari prinsip identitas yang sudah diuraikan. Karena
tiap hal itu sama dengan dirinya
sendiri, maka pernyataan kontradiktif tidak diizinkan karena justeru
mengaburkan identitas hal tertentu.
Karena itu prinsip yang kedua ini disebut prinsip nonkontradiksi.
Prinsip nonkontradiksi juga langsung, analitis,
dan jelas dengan sendirinya sifatnya. Kita tidak membutuhkan trem pembanding
(terminus medius, term penengah) untuk membuktikannya cukup hanya mengerti akan
arti ada dan tiada, ada yang sebenarnya dan kemudian membandingkannya. Asal
seorang masih seorang manusia yang waras tentu (mau tidak mau) akan melihat
kebenaran mutlaknya[28]
3.
Prinsip Tiada Jalan Tengah (The Principle Of Excluded Middle)
Perinsip ini berbunyi, “Sesuatu haruslah negatif atau positif”.
Rumusnya A mestilah B atau bukan B.
Pada dasarnya,
dari hukum ini dapat ditarik suatu makna bahwa suatu (benda) tidak mungkin
memiliki dua sifat yang berlawanan. Sesuatu (benda) hanya memiliki sifat salah
satu di antaranya. Jika seorang pemuda mengatakan bahwa Ani adalah pacarnya
merupakan sesuatu yang salah, maka yang benar adalah bahwa Ani itu bukan
pacarnya. Dari kedua pernyataan itu, pasti ada yang benar dan ada yang salah.
Tidak mungkin kedua-duanya benar atau kedua-duanya salah. Jevons mengatakan
bahwa dalam hukum ini tidak mungkin ada alternatif yang ketiga atau jalan
tengah. Jawabannya haruslah “ya” atau “tidak”[29].
4.
Prinsip Alasan Yang Mencukupi (The Principle Of suffient
Reason)
Prinsip
keempat ini dapat dianggap sebagai penegasan dan pelengkap tehadap prinsip
pertama, menurut prinsip identitas setiap sesuatu itu identik dengan dirinya
sendiri, nah dalam realitas kita kadang melihat proses perubahan , contoh daun
asalnya hijau berubah kuning kemudian menjadi coklat, nah bagaimana penjelasan
perubah tersebut ? maka perinsip alas an yang mencukupi menyatakan bahwa jika
sesuatu berubah maka harus ada alas an yang mencukupi yang dapat menerangkan
perubahan tersebut. Misalnya , sebuah benda jatuh kebumi karena ditarik oleh
gaya tarik bumi dan benda lain kebetulan tidak ada benda yang menahannya[30].
4.
Idea, Term, Dan Jenis-jenisnya
A. Pengertian Idea Atau Konsep
Idea
adalah sebuah kata yang berasal dari yunani Eidos, yang sudah dikenal sejak
Hemeros, kemudian Empedokritos, Demokritos, Herodotos, lebih-lebih sejak Plato.
Eidos berarti yang orang liat, pernampakan: bentuk, gambar, rupa yang diliat[31].
Sedangkan
konsepberasal dari kata latin: Concipere, yang artinya mencakup, mengandung,
mengambil, menyedot, menangkap. Dari Arti kata Consecipere muncul kata benda
cenceptus yang berarti tangkapan. Kata konsep dari kata conseptus tersebut.
Jadi konsep sebenarnya berarti tangkapan. Intelek manusia, apabila menangkap
sesuatu dapat terwujud dengan membuat konsep. Buah atau hasildari tangkapan itu
disebut konsep. Dengan demikian, Ide dan Konsep itu sama artinya.
Ide
atau konsep secara subektif berarti: suatu aksi (act) intelek yang digunakan
untuk menangkap sesuatu. Sedangkan secara objektif artinya: sesuatu yang kita
tangkap dengan aksi tadi. Aksi menangkap ini daam istilah logika disebut
aprehensi sederhana (simple apprehension)[32].
B.
Pengertian Term
Term
adalah Bunyi yang diartikulasikan dan berfungsi sebagai tanda
gagasan yang dinyatakan dalam wujud kata-kata. Tidak semua kata dapat disebut term, sebab ada kata-kata
yang tidak memiliki referent (hal yang menjadi objeknya), misalnya jika,
dalam, oleh, dan, akan dll[33].
C.
Konotasi
Konotasi adalah sejumlah kualitas yang dapat membentuk
sebuah gagasan
Konotasi
bersangkutan dengan isi pengertian Contoh: ciri yang membentuk gagasan ibu, Ibu adalah
seorang wanita yang memiliki seorang anak kandung
D.
Denotasi
Denotasi adalah semua hal yang dapat diwujudkan dalam
sebuah term
Denotasi
terkait dengan luas pengertian Contoh, individu yang memiliki ciri hakiki yang membentuk
konotasi term ibu, yaitu Bu parman, bu siti, bu marwan dsb.
E.
Jenis-Jenis
Term
v Menurut kuantitas objeknya
–
Term singular: satu
objek.cnt: si budi itu
–
Term
partikular: sekelompok objek.cnt: tim voli
–
Term universal:
sekelompok yang mencakup keseluruhan. contoh: manusia
–
Term kolektif:
sekelompok sebagai sebuah unit. Contoh: HMJ
v Menurut asas perlawanan gagasan dasarnya
–
Term kontradiktoris:memepertegas
makna melalui pengingkarannya. contoh: hidup-mati
–
Term
kontraris:sudut2 ekstrem dalam satu kelompok
tertentu.
contoh: panas-dingin
(suhu)
–
Term relatif:yang
satu dapat dimengerti jika adayang lain sebagai lawannya.cnt:guru-murid
v Menurut ketepatan maknanya
– Term univok:arti objek yang persis sama.cnt:rokok
– Term ekuivok:makna ganda.cnt:genting (penting, penutup
rumah)
– Term analog:menerangkan dua hal dalam arti yang berbeda. Contoh: kaki meja
v Menurut kodrat referent-nya
– Term konkret:objek mudah diamati.cnt:kacamata
– Term abstrak:dimengerti setelah diabstraksi.cnt:keadilan
– Term nihil:objek yang bersifat fiktif-imajinatif.cnt:mobil
bersayap
J. Suposisi Term
Supsisi
trem teKetepatan makna yang dimiliki oleh sebuah term dalam sebuah
proposisi atau pernyataan.
Ketepatan makna
berarti sebuah term memberikan makna yang tepat pada satu objek dari
objek-objek yang dapat diwakilinya[34].
v Jenis-Jenis Suposisi Term
• Suposisi material:penggunaan
term seperti yang ditulis.cnt:cintaèc-i-n-t-a
• Suposisi formal:penggunaan term sesuai dengan yang
dimaksudkan.cnt:ballpoint adalah alat tulis yang ujungnya runcing terbuat dari
besi
• Suposisi logis:penggunaan term dalam sebuah konsep
yang rasional.cnt:keadilan memberikan pada orang lain yang haknya
• Suposisi riil:penggunaan term untuk menyebut sesuatu
yang riil.cnt:manusia adalah makhluk moral
• Suposisi semestinya:penggunaan
term sesuai dengan tempat yang benar.cnt:manusia mempunyai mulut bukan moncong
BAB III
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
Dalam sejarahnya logika mempunyai tiga zaman
historis, yunani kuno, abad pertengahan, modern. Yang mencatat berbagai
perkebagan logika dari orang pertama yang menggunakan istilah logika yaitu Zeno
dari Citium (340 - 265), disebutkan bahwa tokah Stoa adalah yang pertamakali
menggunakan istilah Logika. Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam
pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea.
Dan karya Aristoteles yang diberi nama to Oraganon
oleh muridnya, bukunya
yaitu: Categoriae menguraikan
pengertian-pengertian,
De interpretatione tentang keputusan-keputusan, Analytica
Posteriora tentang pembuktian. Analytica
Priora tentang Silogisme. Topica tentang
argumentasi dan metode berdebat. De sohisticis elenchis tentang
kesesatan dan kekeliruan berpikir[36].
Yang terus dijdikan pedoman dan selalu dikembangkan oleh
seluruh tokoh filusuf setelah Aristoteles.
Bahasa dan
pikiran adalah hal yang penting dalam
logika karena bahasa adalah symbol yang digunakan oleh kita dalam berbica dan
berpikir adalah suatuhal yang harus
selalu dilakukan agar kita bisa menjadi
oragng yang axsis dalam kehidupan kita yang tentunya di dasarkan pada
aturan atau prinsip yang jelas.
Dalam
prinsip-prinsip dasar logika ada empat
macam aksioma yang Menurut
Aristoteles, prinsip dasar dalam logika itu ada tiga jumlahnya, yaitu: (1) prinsip identitas (law
of identity); (2) prinsip kontradiksis (law of contradiction); dan
(3) prinsip tiada jalan tengah (law of ecluded middle). Tokoh filosofis
modern Leibnitz menambahkan satu hokum lagi yaitu (4) prinsip alas an yang
mencukupi (law of suffient reason) [37].
Yang mana prinsip itu menjadi dasar
dalam logika dan tidak perlu dibuktikan kebenaranya akan tetapi ini hanya
menjadi rujukan. Idea adalah sebuah kata yang berasal dari yunani Eidos, yang
sudah dikenal sejak Hemeros, kemudian Empedokritos, Demokritos, Herodotos,
lebih-lebih sejak Plato. Eidos berarti yang orang liat, pernampakan: bentuk,
gambar, rupa yang diliat[38]
Sedanagkan
Term adalah Bunyi yang diartikulasikan dan berfungsi sebagai tanda
gagasan yang dinyatakan dalam wujud kata-kata. Tidak semua kata dapat disebut term, sebab ada kata-kata
yang tidak memiliki referent (hal yang menjadi objeknya), misalnya jika,
dalam, oleh, dan, akan dll.
Adapun jenis-jenisnya ada beberapa
macam: Menurut kuantitas objeknya, Term singular: satu objek.cnt: si budi itu
–
Term
partikular: sekelompok objek.cnt: tim voli
–
Term universal:
sekelompok yang mencakup keseluruhan. contoh: manusia
–
Term kolektif:
sekelompok sebagai sebuah unit. Contoh: HMJ
v Menurut asas perlawanan gagasan dasarnya
–
Term
kontradiktoris:memepertegas makna melalui pengingkarannya. contoh: hidup-mati
–
Term
kontraris:sudut2 ekstrem dalam satu kelompok
tertentu.
contoh: panas-dingin
(suhu)
–
Term relatif:yang
satu dapat dimengerti jika adayang lain sebagai lawannya.cnt:guru-murid
v Menurut ketepatan maknanya
– Term univok:arti objek yang persis sama.cnt:rokok
– Term ekuivok:makna ganda.cnt:genting (penting, penutup
rumah)
– Term analog:menerangkan dua hal dalam arti yang berbeda. Contoh: kaki meja
v Menurut kodrat referent-nya
– Term konkret:objek mudah diamati.cnt:kacamata
– Term abstrak:dimengerti setelah diabstraksi.cnt:keadilan
– Term nihil:objek yang bersifat fiktif-imajinatif.cnt:mobil
bersayap
J. Suposisi Term
Supsisi
trem teKetepatan makna yang dimiliki oleh sebuah term dalam
sebuah proposisi atau pernyataan. Ketepatan makna berarti sebuah term memberikan makna yang
tepat pada satu objek dari objek-objek yang dapat diwakilinya.
v Jenis-Jenis Suposisi Term
Suposisi material, suposisi formal, Suposisi logis, Suposisi riil, Suposisi semestinya, Suposisi metaforis[39]
[1] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustaka Grafika,1999], hlm 41
[4] Drs.H.
Mundiri. “ LOGIKA”, [ PT.Rajagrafindo Persada], hlm 3.
[5] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustaka Grafika,1999], hlm 42.
[6] Ibid.
[8] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustaka Grafika,1999],hlm 42.
[9] Mohammadirfan 99. Blogspot. Com,/ “Makalah
Filsafat Ilmu Tentang Logika”, hlm 3.
[10] Ibid hlm 3.
[11] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 44.
[12] Mochammadirfan 99. Blogspot. Com,/ “Makalah
Filsafat Ilmu Tentang Logika”, hlm 3.
[14] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 44.
[15] Ibid, hlm
[16] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak
Grafika,1999], hlm 47.
[17] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 49.
[19] Yeti Mulyati, Keterampilan Berbahasa
Indonesia SD (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009) hlm., 2.5.
[20] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 77.
[21] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 79..
[23] Ajang Budiman,
“Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press,
2003), hlm 24.
[25] Ajang Budiman,
“Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press,
2003), hlm 24.
[26] Wagiman,
Pengantau Studi Logika (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), hlm 49-50.
[27] Ajang Budiman,
“Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press,
2003), hlm 26.
[28] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 84.
[30] Ajang Budiman,
“Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press,
2003), hlm 26.
[31] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”,
[Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 87.
[32] Ibid, hml
87-88
[36] Drs.H.
Mundiri. “ LOGIKA”, [ PT.Rajagrafindo Persada], hlm 3.
[37] Ajang Budiman,
“Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press,
2003), hlm 24.
[38] DR.W.
Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak
Grafika,1999], hlm 87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar