Selasa, 12 Februari 2013

sejarah logika



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam ranah akademis dalam ilmu pengetahuan kita dituntud untuk bisa cakap dan aktif dalam segalahal terutama dalam berbica dan berpikir yang logis, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya . maka untuk mengatasi hal itukebanyakan mahasiswa  mencari jalan keluarnya dengan belajar ilmu logika.
Dalam realitanya logika sebagai suatu ilmu pengetatua yang  sangat memerlukan pemikaran yang kuat, cepat dan tanggap, karena dalam ilmu logika kita akan bertemu dengan bagian-bagian yang harus kita pahami seperti sejarah tentang logika, bahasa dan pikiran, dasar-dasar logika, idea, term dan lain-lain. 
Akan tetapi kebanyakan dari pelajar yang mempelajari ilmu logika tersebut banyak yang mengalami kemalasan, kesulitan, dan bahkan  kesesatan, oleh karena itu perlu kiranya untuk kita membenah, meneliti dan menela’ah masalah tersebut agar kita tidak terpelosok lagi kedalam jurang kesesatan dalam logika sehingga kita bisa berbica dengan logis dan kita dapat berpikir dengan aksioma dalam logika dengan baik.
Untuk itu saya kira untuk mempersembahkan makalah tentang logika ini sebagai bahan ruukan yang dapat membantukita dalam memahahi seluk-beluk ilmu yang ada dalam ilmu logika.

sejarah logika



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam ranah akademis dalam ilmu pengetahuan kita dituntud untuk bisa cakap dan aktif dalam segalahal terutama dalam berbica dan berpikir yang logis, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya . maka untuk mengatasi hal itukebanyakan mahasiswa  mencari jalan keluarnya dengan belajar ilmu logika.
Dalam realitanya logika sebagai suatu ilmu pengetatua yang  sangat memerlukan pemikaran yang kuat, cepat dan tanggap, karena dalam ilmu logika kita akan bertemu dengan bagian-bagian yang harus kita pahami seperti sejarah tentang logika, bahasa dan pikiran, dasar-dasar logika, idea, term dan lain-lain. 
Akan tetapi kebanyakan dari pelajar yang mempelajari ilmu logika tersebut banyak yang mengalami kemalasan, kesulitan, dan bahkan  kesesatan, oleh karena itu perlu kiranya untuk kita membenah, meneliti dan menela’ah masalah tersebut agar kita tidak terpelosok lagi kedalam jurang kesesatan dalam logika sehingga kita bisa berbica dengan logis dan kita dapat berpikir dengan aksioma dalam logika dengan baik.
Untuk itu saya kira untuk mempersembahkan makalah tentang logika ini sebagai bahan ruukan yang dapat membantukita dalam memahahi seluk-beluk ilmu yang ada dalam ilmu logika.

sejarah logika



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam ranah akademis dalam ilmu pengetahuan kita dituntud untuk bisa cakap dan aktif dalam segalahal terutama dalam berbica dan berpikir yang logis, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya . maka untuk mengatasi hal itukebanyakan mahasiswa  mencari jalan keluarnya dengan belajar ilmu logika.
Dalam realitanya logika sebagai suatu ilmu pengetatua yang  sangat memerlukan pemikaran yang kuat, cepat dan tanggap, karena dalam ilmu logika kita akan bertemu dengan bagian-bagian yang harus kita pahami seperti sejarah tentang logika, bahasa dan pikiran, dasar-dasar logika, idea, term dan lain-lain. 
Akan tetapi kebanyakan dari pelajar yang mempelajari ilmu logika tersebut banyak yang mengalami kemalasan, kesulitan, dan bahkan  kesesatan, oleh karena itu perlu kiranya untuk kita membenah, meneliti dan menela’ah masalah tersebut agar kita tidak terpelosok lagi kedalam jurang kesesatan dalam logika sehingga kita bisa berbica dengan logis dan kita dapat berpikir dengan aksioma dalam logika dengan baik.
Untuk itu saya kira untuk mempersembahkan makalah tentang logika ini sebagai bahan ruukan yang dapat membantukita dalam memahahi seluk-beluk ilmu yang ada dalam ilmu logika.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka rumusan masalah  yang muncul adalah:
1. Bagaimana sejarah dalam logika ?
2. Bagaimana pandagan logika tentang bahasa dan pikiran dalam ?
3. Apasaja  prinsip-prinsip dasar yang ada dalam  ilmu logoka ?
4. Bagaimana yang dimaksud Idea, Term dan jenis-jenisnya?
C.    Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui segala hal yang menyangkut tentang logika.
2. Memperjelas masalah tentang Bahasa, pikira, Idea, Term, dan lain-lain.
3. Mengetahui dasar-dasar logika.
D. Manfaat Penulisan
Dalam penbuatan makalah ini kami sebagai penulis mempunyai tujuan semuga dengan selesainya makalah ini tentang “LOGIKA” dapat memberikan wahana dan cakrawala yang berarti dalam perjalanan siswa, mahasiswa, dan  masyarakat pada umumnya dan untuk penulis sendiri pada khususnya dalam ranah yang ada berhubungannya dengan masalah logika untuk menyampaikan orasi, buah fikir, dan unek-unek dll

BAB II
PEMBAHASAN
1.    Sejarah Logika
A.  Logika Abad Yunani Kuno
Menurut sebagian kisah sejarah Zeno dari Citium (340 - 265), disebutkan bahwa tokah Stoa adalah yang pertamakali menggunakan istilah Logika. Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea. Mereka telah melihat masalah identitas dan perlawanan asas dalam realitas. Tetapi kaum sofis-lah yang membuat pikiran manusai sebagai titik api pikiran secara eksplisit[1].
Logika dimulai sejak Thales (624SM-548SM), filsuf yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, tahayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta, yang mana dalam buah pikirnya Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang artinya dasar utama alam semesta, dengan hal itu Thales mengenalkan Logika Induktif[2].
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
  • Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
  • Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
  • Air jugalah uap
  • Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
 Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme[3].
 Aristoteles meninggalkan 6 buku yang diberi nama to Oraganon oleh muridnya, bukunya yaitu:
  1. Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
  2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan
  3. Analytica Posteriora tentang pembuktian.
  4. Analytica Priora tentang Silogisme.
  5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
  6. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir[4].
Dalam karyanya ini Aristoteles telah menggarap masalah kategori, struktur bahasa,hukum formal konsistensi proposisi, silogisme kategoris, pembuktian ilmiah, pembedaan atribut hakiki dan yang bukan hakiki, sebagai kesatuan pemikiran, bahkan telah menyentuh bentuk-bentuk dasar simbolisme. Sehingga pola dari buku Organon masih tetap dipakai rujukan sampai saat ini dikarenakan 1. Tentang Ide,     2. Tentang keputusan, 3. Tentang proses pemikiran[5]
            Setelah Aristoteles, Theoprastus mengembangkan logika dan pada saat itu dia menjadi pemimpin di Lyceum. Dan stoa mengembangkan teori logika dengan mengharap masalah bentuk argumendisjungtif dan hipotesi[6]. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles. Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya. Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae[7].
B.     Logika Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan dalam sejarah logika, yang batas akhirnya pada tahun 1141, yang menjadi dasar penelitian untuk tetap dikembangkan yaitu tetap pada karya Aristoteles yang diberi nama To Organon oleh muridnya Andronikos dari Rhodos[8]. Yang mencakup 6 ketegori seperti yang ada di depan, namun yang dikembangkan hanya pada 2 karyanya yang berjudul Kategoriai dan Peri Hermeneias. Karya tersebut di tambah dengan karya porphyries yang bernama Eisagogen dan Traktat Boethius yang  mencakup masalah pembagian, masalah metode debat, silogisme kategoris hipotetis, yang disebut logika lama[9].
Sedangkan ke empat karya Arisroteles lainnya seperti Analytical protera, Analytica Hyetera, Topica dan Peri Sophistikoon Elegchoon, dikenal lebih luas sesudah tahun 1141 dan disebut logika baru. Kemudian antara logika lama dan logika baru kemudian disebut logika antic untuk membedakan diri dari logika terministik atau logika Modern[10].
Pada waktu yang dinamakan logika suposisi yaitu yang tumbuh berkat pengaruh para filsuf Arab. Kemudian abad pertengahan mencatat berbagai pemikiran yang sangat penting bagi perkembangan logika, salah satunya karya Boethius yang orisinal di bidang silogisme hipotesis berpengaruh bagi perkembangan teori konsekuensi yang merupakan salah satu hasil terpenting dari perkembangan logika di abad pertengahan[11].
Kemudian dapat dicatat juga teori tentang cirri-ciri term, teori  suposisi yang jika di dalam ternyata lebih kaya dari semiotika matematik zaman kini. Selanjutnya diskusi tentang Universalia, munculnya logika hubungan, penyempurnaan teori Silogisme, penggarapan logika modal, dan lain-lain penyempurnaan teknis[12].


C.     Logika Modern
Senjutnya perkembangan logika modern dimulai pada abad ke19 yang mana pada waktu itu ada sejumlah upaya untuk memutakhirkan logika.
            Pada masa itu logika juga banyak melahirkan tokoh-tokoh seperti:
Ø  Petrus Hispanus (1210-1278)
Ø  Roger Bacon (1214-1292)
Ø  Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
Ø  William Ocham (1295 - 1349)[13].
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni disebutkan oleh tomas hobben (1588-1679) dalam karyanya leviathan (1651) dan John Locke (1632-1702) dalam karyanya yang bernama Essay Concerning Human Understanding (1690), meskipun mengikuti tradisi aristoteles, tetapi doktrin-doktrinnya sangat dikuasai paham nominalisme. Pemikiran dipandang sebagai suatu proses manipulasi tanda-tanda verbal dan mirip operasi-operasi dalam matematika. Kedua tokoh ini memberikan suatu interpretasi tentang kedudukan di dalam pengalaman[14].
Dalam perkembangannya francis bacon (1516) –(1626) mengembangkan logika induktif yang di perkenalkan dalam bukunya novum organon london, (1620) serta logika matematika deduktif murni sebagai karya Rene Descartes, dalam bukunya discours de la methode  (1637)[15].gottfried Wilhelm Leibniz (1646)-(1716) dengan rencana calculus universalnya, yang mendasari dari munculnya logika simbolis. Yang tujuannya yaitu untuk menyederhanakan dan untuk dapat memperoleh kepastian. Dan dia menciptakan simbolisme bagi konsep-konsep dan hubungan sperti ‘dan’’atau’ mengarahkan inplikasi antara konsep-konsep,ruang lingkup kelompok dan lain –lain.
Jonh stuact miil [1806-1873] dengan karyanya system of  logic berharap dan berkeyakinan bahwa jasa metodehnya bagi logika induktif sama besarnya dengan aris toteles bagi logika deduktif. Rumusan metode induktif  J.S. Mill dimaksudkan untuk menemukan hubungan kausal antara fenomena [gejela]. Mill merumuskan sebab [kausal] suatu kejadian sebagai seluruh jumlah kondisi positif dan negative Yang di perlukan. Metodehnya adalah:
1.    Method of agreement: metodeh mencocokkan
Sebab di sinpulkan dari adanya kecocokan sumber kejadian. Misalnya semua anak yang sakit perut membeli es sirup yang di jual di depan sekolah, maka es sirup itu yang menjadi sebab sakit perut mereka. 
2.      Method of difference: metode membedakan
Sebab di simpulkan dari adanya kelainan dalam peristiwa yang terjadi. Misalnya: seorang A yang sakit perut mengatakan telah makan sop buntut, nasi, rendang, dan buah dari kaleng. Sedankan B yang tidak sakit perut mengatakan telah makan sop buntut, nasi, dan rendang. Maka di simpulkan bahwa buah dari kaleng yang menyebabkan sakit perut[16] .
3.      Joint Method Of Agreement And Difference: Mitode ini mencocokkan dan membedakan. Metode ini gabungan dari metode satu dan dua.
4.      Method Of Concomitant Variations: Metode Perubahan Selang Seling Yang Seiring
Metode ini merupakan pembaruan dari ketiga metode diawal dan dalam penggunaannya luas. Apabila ketiga metode diatas bersifat kualitatif, sedangkan metode perubahan selang seling yang seiring dapat disebut sebagai metode kuantitatif pertama dari penyimpulan induktif.
5.      Method Of residues: Metode Menyisakan
Metode ini dicirakan / dapat dikatakan deduktif karena bertumpu kuat pada hukum-hukum kausal yang sudah terbukti sebelumnya. Namun demikian kendati terdapat premis-premis yang berupa hukum-hukum kausal. Kesimpulannya metode ini sifatnya probable dan tidak dapat di deduksikan secara sah dari premis-premisnya[17].
            Hendry Newman juga memberikan jasa pada pemikiran tentang logika dalam karyanya Essay In Aid Of Grammar Of Assent (1870) dalam bukunya tersebut terdapat tiga macam bentuk pemikiran:
1.      Formal Inference (bentuk pemikiran ini kesimpulan diambil dari premis-premis yang dirumuskan dengan tajam menurut peraturan logika)
2.      Informal Inrference (bentuk pemikiran ini merupakan sarana untuk mengetahui benda-benda individual konkret )
3.      Natural Inference (bentuk ini adalah bentuk pemikiran kita sehari-hari).
2.    Bahasa Dan Pikiran
    A. Hakikat Bahasa
Menurut E. Sapir (1921) dalam A. Chaedar Alwasilah (1990) bahwa bahasa adalah “A purely human and non-instinctive method of communicating ideas, emotions, and desires, by means of a system of voluntarily produced symbols[18].”
Dalam batasan tersebut ada lima butir terpenting yaitu bahwa bahasa itu:
a. Manusiawi
            Hanya manusialah yang memiliki sistem simbol untuk berkomunikasi. Betul bahwa hewan seperti binatang pun berkomunikasi, dan mempunyai sistem bunyi, tetapi sistem itu bukanlah kata-kata. Dengan demikian mereka tidak memiliki bahasa. Manusia telah berbahasa sejak dini sejarahnya, dan perkembangan bahasanya inilah yang membedakan manusia dari makhluk lain; hingga membuat dirinya mampu berpikir.
b. Dipelajari
            Manusia ketika lahir tidak langsung lalu mampu berbicara. anak yang tidak mempunyai kontak dengan orang lain yang berbahasa seperti dirinya sendiri akan mengembangkan bahasanya sendiri untuk memenuhi hasrat komunikasinya. Namun bahasa tidaklah ada artinya bila hanya untuk diri sendiri.
c. Sistem.
            Bahasa memiliki seperangkat aturan yang dikenal para penuturnya. Perangkat inilah yang menentukan struktur apa yang diucapkannya. Struktur ini disebut grammar. Bagaimanapun primitifnya suatu masyarakat penutur bahasa, bahasanya itu sendiri bekerja menurut seperangkat aturan yang teratur. Kenyataan bahwa bahasa sebagai sistem adalah persoalan pemakaian (usage); bukan ditentukan oleh panitia atau lembaga perumus. Aturan ini dibuat dan diubah oleh cara orang-orang yang menggunakannya.
d. Arbitrer.
            Bahwa bahasa mempergunakan bunyi-bunyi tertentu dan disusun dalam cara tertentu pula adalah secara kebetulan saja[19]. Orang-orang melambangkan satu kata saja untuk melambangkan satu benda, misalnya kata kuda ditujukan hanyalah untuk binatang berkaki empat tertentu karena orang lain berbuat demikian. Demikian pula kalimat berbeda dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Dalam bahasa Latin kata kerja cenderung menempati posisi akhir, dalam bahasa Perancis kata sifat diletakkan setelah kata benda seperti halnya bahasa Indonesia. Ini adalah semua karena kebetulan saja.
e. Simbolik
            Bahasa terdiri atas rentetan simbol arbitrer yang memiliki arti. Kita bisa menggunakan simbol-simbol ini untuk berkomunikasi sesama manusia karena manusia sama-sama memiliki perasaan, gagasan, dan keinginan. Dengan demikian kita menerjemahkan orang lain atas acuan pada pengalaman diri sendiri.
            Cecara garis besar terdapat dua paham tentang bahasa, Instrumentalisme dan Determinisme, dalam Instrumentalisme memandang bahasa sebagai suatu alat untuk mengungkapkan persepsi, pikiran, dan rasa emosional, sedangkan paham determinismeberpendapat bahwa manusia hanyalah dapat mempersepsi, berpikir, dan merasakan karena adanya bahasa[20].
Persepsi, pikiran, dan emosi, menurut paham Instrumentalisme adalah lebih dulu (apriori) dari bahasa;dengan di tuturkan maka persepsi, pikiran, dan emosi dikomunikasikan kepada orang lain. Sebaliknya Determinisme berdalil bahwaali bahasa berfungi sebagai syarat bagi persepsi, kognisi, dan emosi, dari sinilah apabila kemudian dikatakan bahwa pengalaman peseorangan terhadap keyataan merupakan suatu fungsi dari bahasa masyarakat yang bersangkutan (hipotesis whorfsapir).
      B.Pikiran, bahasa dan  reaitas
            Berfikir berarti membiarkan realitas terjadi sebagai peristiwa bahasa kendati manusia senantiasa sudah berada di dalam situasi interprestasi tertentu [vorhabe,vorgriff,vorsicht], realitaslah yang lebih dulu pada awal mulanya  merupakan sumber dan asal mula pikiran. Oleh sebab itu, berfikir adalah menerima , sedangkan berterimakasih dan berbicara  adalah mendengarkan. Sedangkan tugas pemikir adalah menjaga terjadinya peristiwa realitas dengan penuh kesayangan.
            Proses perjalanan menuju bahasa juga merupakan proses prjalanan menuju berfikir. Dikarenakan realitas tetap senantiasa berupa hal yang tak kunjung habis di fikirkan dan hal yang tak kunjung selesai dikatakan. Realitas sebagai pembangkit kegiatan berfikir merupakan bahasa yang sejati. Dan bahasa adalah jawaban manusia terhadap panggilan realitas kepadanya.
            Dalam berkata yang benar-benar, realitas dikatakan. Dengan berpikir dan berkata, manusia meng-kata-kan realitas, dan baru didalam peng-kata-an inilah reaitas dapat tampil dan tampak. Begitulah pikiran bahasa dan ealtas senantiasa tidak berjauhan, senantiasa berkumpul. Tiada pikian dan bahasa tampa realitas, tiada realitas tampa pikiran dan bahasa[21].
            Berpikir yang pada hakikatnya bersifat membangun (konstruktif) tidak berhenti pada polo-pola, pada teori-teori, pada pagar-pagar.” Conventional wisdom” atau pada tembok-tembok system.sistem-sistem justru sering diterobos untuk dapat mendengar suara realita secara lebih cepat.
D.    Hubungan Bahasa Dan Pikran
 Sapir dan Worf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran.        
1. Hipotesis pertama adalah lingusitic relativity hypothesis yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa (nonlinguistic cognitive). Perbedaan bahasa menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut            .
2. Hipotesis kedua adalah linguistics determinism yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara inidvidu mempersepsi dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa[22].    

3.    Prinsip-Prinsip Dasar Logika
Setiap ilmu pengetahuan didasarkan atas asas-asas atau prinsip-prinsip dasar tertentu, asas atau prinsip dasar dalam ilmu adalah pernyataan-pernyataan atau kebenaran-kebenaran yang sangat mendasar yang menjadi landasan bagi berbagai (teori atau hukum) yang akan dikembangkan didalam ilmu yang bersangkutan. Karena sifatnya sebagai dasar seperti itu, maka prinsip dasar harus merupakan suatu kebenaran yang sudah jelas dengan sendirinya dan tidak perlu di buktikan kebenarannya[23].
Prinsip dasar dalam logika adalah semua kebenaran yang dianggap benar dalam logika. Semua pikiran harus didasarkan atas kebenaran itu agar penalaran kita valid. Mehra dan Burhan menyebutkan bahwa prinsip-prinsip atau hukum-hukum dalam logika dikemukakan oleh para pakar pikir dengan istilah yang berbeda. Uberweg menyebutnya “Axioms of Inference” sedangkan Mill menamainya “Universal Postulates of All Reasionings[24].
Menurut Aristoteles, prinsip dasar dalam logika itu ada tiga jumlahnya, yaitu: (1) prinsip identitas (law of identity); (2) prinsip kontradiksis (law of contradiction); dan (3) prinsip tiada jalan tengah (law of ecluded middle). Tokoh filosofis modern Leibnitz menambahkan satu hokum lagi yaitu (4) prinsip alas an yang mencukupi (law of suffient reason)[25]. Agar lebih jelas, berikut ini paparannya secara singkat satu demi satu.
1.      Prinsip Identitas (The principle of identity)
Prinsip tersebut berbunyi: “Whatehver is, is (A is A:A cat is cat) atau any statement is true, then it is true. Aksioma pertama tersebut bunyi hukumnya adalah “suatu itu adalah suatu itu” atau ”sesuatu itu adalah dirinya sendiri” atau “A=A”. “A” adalah merupakan variabel yang dapat diisi oleh sembarang konstanta. Turunan atau konstantadari variable “A” misalnya dapat berbunyi “Aku” maka akan berlaku: “Aku” adalah “Aku” atau “Aku” adalah Diriku sendiri”[26].  
Dari prinsip diatas dapat diambil contoh seperti Allah SWT sebagai tuhan sangat berbeda dengan tuhan-tuhan lain selain dirinya. Jadi dari contoh ini kita dapat simpulkan bahwa bahwa Allah sebagai tuhan ummad islam tidak sama dengan tuhan orang Hindu, Buda, Kristen dan lain-lain.
2.      Prinsip Nonkontradiksi (The Principle Of Noncontradiction)
Prinsip nonkontradiksi dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Tiap-tiap hal itu tidak dapat positif dan nigatif dalam waktu yang bersamaan” atau lebih tegas lagi:”Pengakuan dan pengingkaran suatu pernyataan tidak mungkin keduanya benar”. Ambillah contoh sederhana , tidak mungkin “Ahmad adalah mahasiswa” dan “Ahmad adalah bukan mahasiswa” benar pada saat yang sama[27]. Kita contohkan lagi tidak mungkin orang yang mencuri dikatakan lagi beriman kepada Allah SWT.
Jelas pula, bahwa prinsip nonkontradiksi merupakan lanjutan logis dari prinsip identitas yang sudah diuraikan. Karena tiap hal itu sama dengan dirinya  sendiri, maka pernyataan kontradiktif tidak diizinkan karena justeru mengaburkan identitas hal  tertentu. Karena itu prinsip yang kedua ini disebut prinsip nonkontradiksi.
Prinsip nonkontradiksi juga langsung, analitis, dan jelas dengan sendirinya sifatnya. Kita tidak membutuhkan trem pembanding (terminus medius, term penengah) untuk membuktikannya cukup hanya mengerti akan arti ada dan tiada, ada yang sebenarnya dan kemudian membandingkannya. Asal seorang masih seorang manusia yang waras tentu (mau tidak mau) akan melihat kebenaran mutlaknya[28]
3.      Prinsip Tiada Jalan Tengah  (The Principle Of Excluded Middle)
Perinsip ini berbunyi, “Sesuatu haruslah negatif atau positif”. Rumusnya A mestilah B atau bukan B.
Pada dasarnya, dari hukum ini dapat ditarik suatu makna bahwa suatu (benda) tidak mungkin memiliki dua sifat yang berlawanan. Sesuatu (benda) hanya memiliki sifat salah satu di antaranya. Jika seorang pemuda mengatakan bahwa Ani adalah pacarnya merupakan sesuatu yang salah, maka yang benar adalah bahwa Ani itu bukan pacarnya. Dari kedua pernyataan itu, pasti ada yang benar dan ada yang salah. Tidak mungkin kedua-duanya benar atau kedua-duanya salah. Jevons mengatakan bahwa dalam hukum ini tidak mungkin ada alternatif yang ketiga atau jalan tengah. Jawabannya haruslah “ya” atau “tidak”[29].
4.      Prinsip Alasan Yang Mencukupi (The Principle Of suffient Reason)
Prinsip keempat ini dapat dianggap sebagai penegasan dan pelengkap tehadap prinsip pertama, menurut prinsip identitas setiap sesuatu itu identik dengan dirinya sendiri, nah dalam realitas kita kadang melihat proses perubahan , contoh daun asalnya hijau berubah kuning kemudian menjadi coklat, nah bagaimana penjelasan perubah tersebut ? maka perinsip alas an yang mencukupi menyatakan bahwa jika sesuatu berubah maka harus ada alas an yang mencukupi yang dapat menerangkan perubahan tersebut. Misalnya , sebuah benda jatuh kebumi karena ditarik oleh gaya tarik bumi dan benda lain kebetulan tidak ada benda yang menahannya[30].
4.    Idea, Term, Dan Jenis-jenisnya
A.  Pengertian Idea Atau Konsep
Idea adalah sebuah kata yang berasal dari yunani Eidos, yang sudah dikenal sejak Hemeros, kemudian Empedokritos, Demokritos, Herodotos, lebih-lebih sejak Plato. Eidos berarti yang orang liat, pernampakan: bentuk, gambar, rupa yang diliat[31].
Sedangkan konsepberasal dari kata latin: Concipere, yang artinya mencakup, mengandung, mengambil, menyedot, menangkap. Dari Arti kata Consecipere muncul kata benda cenceptus yang berarti tangkapan. Kata konsep dari kata conseptus tersebut. Jadi konsep sebenarnya berarti tangkapan. Intelek manusia, apabila menangkap sesuatu dapat terwujud dengan membuat konsep. Buah atau hasildari tangkapan itu disebut konsep. Dengan demikian, Ide dan Konsep itu sama artinya.
Ide atau konsep secara subektif berarti: suatu aksi (act) intelek yang digunakan untuk menangkap sesuatu. Sedangkan secara objektif artinya: sesuatu yang kita tangkap dengan aksi tadi. Aksi menangkap ini daam istilah logika disebut aprehensi sederhana (simple apprehension)[32].
B.     Pengertian Term
Term adalah Bunyi yang diartikulasikan dan berfungsi sebagai tanda gagasan yang dinyatakan dalam wujud kata-kata. Tidak semua kata dapat disebut term, sebab ada kata-kata yang tidak memiliki referent (hal yang menjadi objeknya), misalnya jika, dalam, oleh, dan, akan dll[33].
C.     Konotasi
Konotasi adalah sejumlah kualitas yang dapat membentuk sebuah gagasan Konotasi bersangkutan dengan isi pengertian Contoh: ciri yang membentuk gagasan ibu, Ibu adalah seorang wanita yang memiliki seorang anak kandung
D.    Denotasi
Denotasi adalah semua hal yang dapat diwujudkan dalam sebuah term Denotasi terkait dengan luas pengertian Contoh, individu yang memiliki ciri hakiki yang membentuk konotasi term ibu, yaitu Bu parman, bu siti, bu marwan dsb.
E.     Jenis-Jenis Term
v Menurut kuantitas objeknya
     Term singular: satu objek.cnt: si budi itu
     Term partikular: sekelompok objek.cnt: tim voli
     Term universal: sekelompok yang mencakup keseluruhan. contoh: manusia
     Term kolektif: sekelompok sebagai sebuah unit. Contoh: HMJ
v Menurut asas perlawanan gagasan dasarnya
     Term kontradiktoris:memepertegas makna melalui pengingkarannya. contoh: hidup-mati
     Term kontraris:sudut2 ekstrem dalam satu     kelompok tertentu. contoh: panas-dingin (suhu)
      Term relatif:yang satu dapat dimengerti jika adayang lain sebagai lawannya.cnt:guru-murid
v Menurut ketepatan maknanya
    Term univok:arti objek yang persis sama.cnt:rokok
    Term ekuivok:makna ganda.cnt:genting (penting, penutup rumah)
    Term analog:menerangkan dua hal dalam arti yang berbeda. Contoh: kaki meja
v Menurut kodrat referent-nya
    Term konkret:objek mudah diamati.cnt:kacamata
    Term abstrak:dimengerti setelah diabstraksi.cnt:keadilan
    Term nihil:objek yang bersifat fiktif-imajinatif.cnt:mobil bersayap
J. Suposisi Term
Supsisi trem teKetepatan makna yang dimiliki oleh sebuah term dalam sebuah proposisi atau pernyataan. Ketepatan makna berarti sebuah term memberikan makna yang tepat pada satu objek dari objek-objek yang dapat diwakilinya[34].
v  Jenis-Jenis Suposisi Term
      Suposisi material:penggunaan term seperti yang ditulis.cnt:cintaèc-i-n-t-a
      Suposisi formal:penggunaan term sesuai dengan yang dimaksudkan.cnt:ballpoint adalah alat tulis yang ujungnya runcing terbuat dari besi
      Suposisi logis:penggunaan term dalam sebuah konsep yang rasional.cnt:keadilan memberikan pada orang lain yang haknya
      Suposisi riil:penggunaan term untuk menyebut sesuatu yang riil.cnt:manusia adalah makhluk moral
      Suposisi semestinya:penggunaan term sesuai dengan tempat yang benar.cnt:manusia mempunyai mulut bukan moncong
      Suposisi metaforis:penggunaan term dalam konotasi logis.cnt:ombak di pantai berkejar-kejaran[35]



BAB III
P E N U T U P
A.    Kesimpulan
Dalam sejarahnya logika mempunyai tiga zaman historis, yunani kuno, abad pertengahan, modern. Yang mencatat berbagai perkebagan logika dari orang pertama yang menggunakan  istilah logika yaitu Zeno dari Citium (340 - 265), disebutkan bahwa tokah Stoa adalah yang pertamakali menggunakan istilah Logika. Namun demikian, akar logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea.
Dan karya Aristoteles yang diberi nama to Oraganon oleh muridnya, bukunya yaitu: Categoriae menguraikan pengertian-pengertian, De interpretatione tentang keputusan-keputusan, Analytica Posteriora tentang pembuktian. Analytica Priora tentang Silogisme. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir[36].
Yang terus dijdikan pedoman dan selalu dikembangkan oleh seluruh tokoh filusuf setelah Aristoteles.
            Bahasa dan pikiran adalah  hal yang penting dalam logika karena bahasa adalah symbol yang digunakan oleh kita dalam berbica dan berpikir adalah suatuhal  yang harus selalu dilakukan  agar kita bisa menjadi oragng yang axsis dalam kehidupan kita yang tentunya di dasarkan pada aturan  atau prinsip yang jelas.
   Dalam prinsip-prinsip dasar  logika ada empat macam aksioma yang  Menurut Aristoteles, prinsip dasar dalam logika itu ada tiga jumlahnya, yaitu: (1) prinsip identitas (law of identity); (2) prinsip kontradiksis (law of contradiction); dan (3) prinsip tiada jalan tengah (law of ecluded middle). Tokoh filosofis modern Leibnitz menambahkan satu hokum lagi yaitu (4) prinsip alas an yang mencukupi (law of suffient reason) [37].
Yang mana prinsip itu menjadi dasar dalam logika dan tidak perlu dibuktikan kebenaranya akan tetapi ini hanya menjadi rujukan. Idea adalah sebuah kata yang berasal dari yunani Eidos, yang sudah dikenal sejak Hemeros, kemudian Empedokritos, Demokritos, Herodotos, lebih-lebih sejak Plato. Eidos berarti yang orang liat, pernampakan: bentuk, gambar, rupa yang diliat[38]
Sedanagkan Term adalah Bunyi yang diartikulasikan dan berfungsi sebagai tanda gagasan yang dinyatakan dalam wujud kata-kata. Tidak semua kata dapat disebut term, sebab ada kata-kata yang tidak memiliki referent (hal yang menjadi objeknya), misalnya jika, dalam, oleh, dan, akan dll.
Adapun jenis-jenisnya ada beberapa macam: Menurut kuantitas objeknya, Term singular: satu objek.cnt: si budi itu
     Term partikular: sekelompok objek.cnt: tim voli
     Term universal: sekelompok yang mencakup keseluruhan. contoh: manusia
     Term kolektif: sekelompok sebagai sebuah unit. Contoh: HMJ
v Menurut asas perlawanan gagasan dasarnya
     Term kontradiktoris:memepertegas makna melalui pengingkarannya. contoh: hidup-mati
     Term kontraris:sudut2 ekstrem dalam satu     kelompok tertentu. contoh: panas-dingin (suhu)
      Term relatif:yang satu dapat dimengerti jika adayang lain sebagai lawannya.cnt:guru-murid
v Menurut ketepatan maknanya
    Term univok:arti objek yang persis sama.cnt:rokok
    Term ekuivok:makna ganda.cnt:genting (penting, penutup rumah)
    Term analog:menerangkan dua hal dalam arti yang berbeda. Contoh: kaki meja
v Menurut kodrat referent-nya
    Term konkret:objek mudah diamati.cnt:kacamata
    Term abstrak:dimengerti setelah diabstraksi.cnt:keadilan
    Term nihil:objek yang bersifat fiktif-imajinatif.cnt:mobil bersayap
J. Suposisi Term
Supsisi trem teKetepatan makna yang dimiliki oleh sebuah term dalam sebuah proposisi atau pernyataan. Ketepatan makna berarti sebuah term memberikan makna yang tepat pada satu objek dari objek-objek yang dapat diwakilinya.
v  Jenis-Jenis Suposisi Term
Suposisi material, suposisi formal, Suposisi logis, Suposisi riil, Suposisi semestinya, Suposisi metaforis[39]

 
   


[1] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustaka Grafika,1999], hlm 41
[2] http://id. Wikipedia.org/wiki/ Logika# mw-head, hlm4-5.
[3] http://id. Wikipedia.org/wiki/ Logika# mw-head, hlm 5.
[4] Drs.H. Mundiri. “ LOGIKA”, [ PT.Rajagrafindo Persada], hlm 3.
[5] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustaka Grafika,1999], hlm 42.
[6] Ibid.
[7] http://id. Wikipedia.org/wiki/ Logika# mw-head, hlm 5-6.
[8] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustaka Grafika,1999],hlm 42.
[9]   Mohammadirfan 99. Blogspot. Com,/ “Makalah Filsafat Ilmu Tentang Logika”, hlm 3.
[10] Ibid hlm 3.
[11] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 44.
[12]  Mochammadirfan 99. Blogspot. Com,/ “Makalah Filsafat Ilmu Tentang Logika”, hlm 3.
[14] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 44.
[15] Ibid, hlm
[16] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 47.
[17] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 49.
[18]  Mulyadi, Introduction to Linguistic  (Pamekasan:STAIN Pamekasan Press, 2009) hlm., 1.
[19]  Yeti Mulyati, Keterampilan Berbahasa Indonesia SD (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009)  hlm., 2.5.

[20] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 77.
[21] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 79..
[22] virgo-az.blogspot.com/2011/03/makalah-bahasa-dan-pikiran, (13 maret 2012), hlm 8.
[23] Ajang Budiman, “Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press, 2003),   hlm 24.
[25] Ajang Budiman, “Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press, 2003),   hlm 24.
[26] Wagiman, Pengantau Studi Logika (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), hlm 49-50.
[27] Ajang Budiman, “Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press, 2003),   hlm 26.
[28] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 84.
[30] Ajang Budiman, “Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press, 2003),   hlm 26.
[31] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 87.
[32] Ibid, hml 87-88
[33] Ainurrahman hidayat, Topik ketujuhTerm Dan Jenis-Jenisnya” (Pamekasan, April, 2012)hlm 1.
[34] Ainurrahman hidayat, Topik ketujuhTerm Dan Jenis-Jenisnya” (Pamekasan, April, 2012)hlm 10.
[35] Ainurrahman hidayat, Topik ketujuhTerm Dan Jenis-Jenisnya” (Pamekasan, April, 2012)hlm 12.

[36] Drs.H. Mundiri. “ LOGIKA”, [ PT.Rajagrafindo Persada], hlm 3.
[37] Ajang Budiman, “Logika Praktis, sebuah pengantar”, (Malang: Bayu media & UMM press, 2003),   hlm 24.
[38] DR.W. Poespoprodjo, “Logika Scientifika Pengantar Dialektika Dan Ilmu”, [Bandung;pustak Grafika,1999], hlm 87.
SEMUGA BERMAMFAAT